TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Studi: Makan Sendirian Gak Baik untuk Kesehatan Jantung

Khususnya untuk lansia perempuan

Lansia yang makan sendiri berisiko kena penyakit jantung? (freepik.com/freepik)

Saat mendengar kata penyakit jantung, apa yang terbesit dalam pikiranmu? Kemungkinan besar, kamu akan memikirkan makanan berlemak atau gaya hidup sedenter. Akan tetapi, pernahkah terpikir salah satu faktornya adalah "makan sendirian"?

Menurut riset baru-baru ini, kebiasaan makan sendirian ternyata dapat membuat manusia, terutama di kelompok usia lansia, lebih rentan terkena penyakit jantung. Penasaran? Simak fakta selengkapnya!

1. Risiko penyakit jantung lebih besar pada lansia

ilustrasi gangguan jantung pada perempuan lansia (austinmonthly.com)

Rahasia umum kalau kelompok lansia lebih rentan terkena penyakit jantung. Menurut National Institute of Aging, risiko penyakit kardiovaskular, dari serangan jantung hingga stroke, meningkat seiring bertambahnya usia. Risiko ini berkali-kali lipat lebih besar pada usia di atas 65 tahun.

Untuk kaum hawa yang sudah lansia, menopause adalah bagian dari bertambahnya usia. Berkurangnya estrogen seiring usia ternyata meningkatkan risiko penyakit jantung. Dilansir Cleveland Clinic, estrogen memiliki beberapa manfaat untuk jantung, yaitu:

  • Menurunkan kadar low-density lipoprotein (LDL) alias kolesterol jahat dan meningkatkan kadar high-density lipoprotein (HDL) alias kolesterol baik
  • Merelakskan, menghaluskan, dan melebarkan pembuluh darah untuk meningkatkan aliran darah
  • Menyerap senyawa radikal bebas yang dapat merusak arteri

Baca Juga: Eskalasi Hormon Stres Naikkan Risiko Hipertensi dan Penyakit Jantung

2. Studi melibatkan hampir 600 perempuan lansia

ilustrasi lansia makan sendirian (pearlandpineretirement.com)

Dimuat dalam jurnal Menopause pada 1 November 2021, sebuah studi di Korea Selatan ingin melihat hubungan antara risiko penyakit kardiovaskular dengan kebiasaan makan malam.

Pada penelitian bertajuk "Association between eating alone and cardiovascular diseases in elderly women", para peneliti menggunakan data Korean National Health and Nutrition Examination Survey (KNHANES) VII-1 tahun 2016. Sebanyak 590 perempuan di atas 65 tahun terlibat dalam studi ini. Mereka kemudian dibagi menjadi dua kelompok:

  • Makan sendiri (EA): makan lebih dari dua kali sehari, sendirian
  • Makan bersama orang lain (EO): makan lebih dari dua kali sehari dengan orang lain ditugaskan

3. Hasil: makan sendiri meningkatkan risiko penyakit jantung hampir tiga kali lipat

ilustrasi seorang perempuan lansia makan sendirian (istockphoto.com/KatarzynaBialasiewicz)

Di kelompok EA, kesadaran nutrisi lebih rendah dibandingkan kelompok EO. Selain itu, asupan energi, karbohidrat, serat pangan, natrium, dan kalium lebih rendah pada kelompok EA. Para peneliti mencatat bahwa kelompok EA terpapar risiko terkena angina (angin duduk) 2,58 kali lebih tinggi.

Dalam kesimpulan, para peneliti Korsel mencatat bahwa lansia yang lebih sering makan sendiri memiliki pengetahuan dan asupan gizi yang buruk. Akibatnya, prevalensi angina lebih tinggi pada perempuan lansia. Pendidikan gizi dan screening penyakit kardiovaskular amat direkomendasikan untuk perempuan lansia yang sering makan sendiri.

4. Makan sendiri terkait dengan risiko depresi

ilustrasi perempuan lansia makan sendirian (istockphoto.com/DimaBerkut)

Perilaku menyendiri (termasuk makan sendiri) sering kali dikaitkan dengan gangguan depresi. Masalahnya, saat depresi, pasien sering membuat keputusan kesehatan yang salah, seperti asupan yang tidak sehat, malas berolahraga, dan meningkatkan konsumsi alkohol. Faktor-faktor ini bisa merusak kesehatan jantung.

Sebelum penelitian di Korsel tersebut, sudah ada penelitian yang menghubungkan mood dengan makan sendirian. Sebuah studi di China yang dimuat dalam jurnal BMC Geriatrics, menemukan bahwa makan sendirian dapat dikaitkan dengan gejala depresi pada perempuan lansia antara usia 60-74 tahun.

Menurut American Heart Association pada November 2020 lalu, depresi memiliki hubungan dua arah dengan penyakit jantung. Dengan kata lain, depresi meningkatkan risiko penyakit jantung, dan sebaliknya, pasien penyakit jantung terpapar risiko terkena depresi yang lebih tinggi.

Baca Juga: Sayangi Jantung, Turunkan Trigliserida dengan 13 Cara Alami Ini

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya