TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Resistansi Insulin Tingkatkan Risiko Depresi? Ini Faktanya!

Orang-orang dengan kondisi pradiabetes wajib baca

ilustrasi: depresi bisa jadi tanda resistansi insulin dan diabetes (pixabay.com/Bru-nO)

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada 2014 ada sekitar 422 juta pasien diabetes di seluruh dunia. Tahukah kamu kalau ada dua jenis diabetes? Diabetes tipe 1 yang disebabkan oleh kekurangan insulin, dan diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh menurunnya kinerja insulin.

Dari kedua tipe diabetes tersebut, yang paling umum adalah diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 dapat disebabkan oleh resistansi insulin. Selain diabetes, penelitian terbaru juga menemukan peningkatan risiko depresi pada pasien dengan resistansi insulin.

1. Sekilas mengenai resistansi insulin

ilustrasi pankreas (heraldextra.com)

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), diabetes dapat terlihat dari kondisi insulin yang diproduksi pankreas. Insulin membantu sel tubuh menyerap gula dari konsumsi makanan dan minuman. Jika insulin kurang, gula menumpuk di aliran darah dan mengancam pasokan energi tubuh.

Selain menyebabkan diabetes, CDC juga mencatat sebuah kondisi yang disebut pradiabetes, yaitu saat kadar gula darah seseorang cukup tinggi namun masih sedikit di bawah standar untuk didiagnosis diabetes.

ilustrasi cek darah untuk diabetes (pixabay.com/TesaPhotography)

American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan resistansi insulin (gangguan sensitivitas insulin) sebagai kondisi saat tubuh berhenti merespons insulin sebagaimana mestinya. Akibatnya, insulin jadi tidak efektif dan pankreas berusaha memproduksi ekstra untuk mengimbanginya.

Saat resistansi semakin parah, sel-sel pankreas pun lelah dan tidak memproduksi insulin yang cukup. Akibatnya, kadar gula darah meningkat. Hal ini berkembang jadi pradiabetes hingga diabetes tipe 2.

Hingga saat ini, penyebab resistansi insulin masih belum diketahui, tetapi gaya hidup dan genetik bisa menjadi faktor utama.

Baca Juga: 11 Makanan dan Minuman yang Harus Dihindari Penderita Diabetes

2. Sekilas mengenai depresi

ilustrasi kecemasan dan depresi (pexels.com/pixabay)

Sebagai salah satu gangguan mental yang sangat umum, CDC memprakirakan 1 dari 6 orang dewasa mengalami gangguan depresi mayor atau depresi di beberapa titik semasa hidup.

National Institute of Mental Health (NIMH) mendefinisikan gangguan depresi sebagai gangguan mood yang memengaruhi jalan pikir dan perasaan. Selain itu, depresi juga memiliki pengaruh besar pada kemampuan seseorang untuk menjalankan fungsi sosial sehari-hari.

Psikolog atau psikiater dapat mendiagnosis seseorang terkena depresi setelah seseorang mengalami gejala-gejalanya selama 2 minggu atau lebih. Gejala-gejala tersebut meliputi:

  • Perasaan cemas atau sedih yang tak kunjung reda
  • Perasaan putus asa, rasa bersalah, atau lekas marah
  • Susah tidur
  • Perubahan nafsu makan
  • Kehilangan minat untuk melakukan kegiatan bahkan hobi sendiri
  • Rasa sakit, seperti sakit kepala, yang tidak memiliki penyebab yang jelas atau tidak membaik dengan pengobatan
  • Pikiran untuk bunuh diri atau mencoba bunuh diri

Tidak semua pasien depresi mengalami seluruh gejala tersebut. Namun, jika tidak ditangani, depresi dapat berdampak serius pada kesejahteraan hidup. Selain itu, depresi juga meningkatkan risiko bunuh diri.

3. Studi gabungan terhadap partisipan tanpa riwayat depresi

ilustrasi tes diabetes (freepik.com/goffkein)

Dimuat dalam American Journal of Psychiatry pada 23 September 2021, sebuah studi gabungan antara Amerika Serikat (AS) dan Belanda ingin mengetahui bagaimana faktor diabetes memengaruhi risiko depresi pada seseorang. Periode penelitian berjalan sepanjang 9 tahun.

Bertajuk "Incident Major Depressive Disorder Predicted by Three Measures of Insulin Resistance", para peneliti mengumpulkan data dari 601 partisipan berusia 18-65 tahun tanpa riwayat gangguan depresi atau kecemasan dari Netherlands Study of Depression and Anxiety (NESDA).

Untuk mendapatkan hasil, para peneliti mengukur tiga faktor resistansi insulin, yaitu:

  • Rasio trigliserida terhadap kolesterol lipoprotein densitas tinggi (HDL)
  • Kadar gula darah, dalam bentuk kadar glukosa plasma puasa (FPG)
  • Lingkar pinggang

Pengukuran fisik dilakukan pada awal penelitian dan 2 tahun setelah pengukuran awal. Lalu, evaluasi psikologis dilakukan 4, 6, dan 9 tahun setelah evaluasi awal sesuai dengan standar emas Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke-4 (DSM-IV).

4. Hasil: kondisi resistansi insulin berhubungan langsung dengan diabetes

ilustrasi depresi dan frustrasi (unsplash.com/Nik Shuliahin)

Analisis para peneliti menemukan bahwa ketiga indikator resistansi insulin ternyata berhubungan dengan peningkatan risiko depresi pada para partisipan. Hal ini terlihat bahwa selama periode penelitian, sebanyak 14 persen partisipan mengembangkan gejala depresi.

Para peneliti kemudian memeriksa sub-kelompok lain dari orang-orang yang memenuhi indikator resistansi insulin lalu mengembangkan kondisi pradiabetes setelah masa follow up 2 tahun.

Hasilnya, para partisipan yang mengembangkan kondisi pradiabetes selama 2 tahun pertama penelitian terancam dua kali lipat lebih mungkin mengalami depresi berat, dibanding mereka yang memiliki kadar FPG normal selama 2 tahun pertama penelitian.

Baca Juga: 11 Suplemen dan Rempah untuk Meredakan Depresi, Bisa Dicoba nih!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya