TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pouchitis, Peradangan Kantong Pembuangan Tinja Pascaoperasi Usus Besar

Kondisi yang harus dievaluasi secara medis

ilustrasi sakit perut (freepik.com/KamranAydinov)

Prosedur bedah proktokolektomi atau pengangkatan usus besar dan rektum. Biasanya, proktokolektomi melibatkan prosedur anastomosis kantong anal-ileum, yaitu penggabungan ujung usus kecil (ileum) dengan anus (anal).

Prosedur ini akan membentuk struktur kantong yang berfungsi sebagai pengganti usus besar dan rektum dalam menampung dan mengeluarkan tinja. Dengan begitu, orang dengan proktokolektomi dapat buang air besar dengan baik meski usus besar diangkat.

Namun, prosedur tersebut terkadang dapat menyebabkan efek samping yang disebut dengan pouchitis. Ini adalah peradangan pada kantong ileal-anal yang menyebabkannya bengkak atau iritasi sehingga menimbulkan gejala baru, seperti peningkatan frekuensi buang air besar atau pendarahan pada tinja. 

Pouchitis adalah kondisi yang perlu evaluasi medis. Yuk, simak apa saja fakta pouchitis yang perlu kamu ketahui. 

1. Gejala pouchitis

ilustrasi sakit perut (freepik.com/KamranAydinov)

Pouchitis dapat menyebabkan gejala yang bervariasi pada setiap kasus. Secara umum, ini mungkin termasuk:

  • Kebutuhan lebih besar untuk buang air besar.
  • Tenesmus, yaitu dorongan palsu untuk buang air besar meski tak bisa melakukannya.
  • Darah di tinja.
  • Diare.
  • Inkontinensia tinja, yaitu kesulitan mengontrol buang air besar.
  • Rembesan tinja saat tidur.
  • Kram perut.
  • Ketidaknyamanan di daerah panggul atau perut bagian bawah.
  • Nyeri pada tulang ekor.

Dalam kondisi yang parah, pouchitis mungkin akan menyebabkan kondisi seperti:

  • Demam.
  • Dehidrasi, yang ditandai dengan bibir kering, kulit kering, hingga kebingungan akibat kehilangan elektrolit dan air.
  • Malnutrisi yang membutuhkan perawatan medis.
  • Anemia defisiensi zat besi dan/atau kadar vitamin D yang rendah.
  • Nyeri sendi yang parah.
  • Kelelahan.

Laman Verywell Health menambahkan, pouchitis dibagi menjadi dua, yaitu akut atau kronis. Pouchitis akut adalah ketika gejala terjadi kurang dari 4 minggu. Sedangkan pouchitis kronis adalah ketika gejala berlangsung lebih dari 4 minggu.

Baca Juga: Sulit Buang Air Besar? Ini 5 Tanda Kamu Mengalami Gastroparesis 

2. Penyebab pouchitis

ilustrasi usus manusia (pixabay.com/Elionas2)

Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan pouchitis. Namun, perubahan pola buang air besar yang menggunakan usus kecil sebagai penampungan tinja kemungkinan menjadi penyebabnya. 

Pada kondisi normal, usus kecil adalah bagian usus yang berfungsi menyerap nutrisi. Namun, pada prosedur anastomosis kantong ileal-anal, organ tersebut dialihfungsikan sebagai usus besar yang menyimpan tinja sementara sebelum dikeluarkan.

Menurut keterangan laman Cleveland Clinic, selaput lendir atau lapisan dalam ileum, bereaksi dengan meluncurkan respons kekebalan terhadap berbagai jenis bakteri dalam tinja. Pada akhirnya, ini memicu reaksi peradangan dan menyebabkan pouchitis.

Selain itu, beberapa faktor risiko berikut juga dapat memicu perkembangan pouchitis sekunder:

  • Kolitis ulserativa yang luas.
  • Peningkatan jumlah trombosit setelah proktokolektomi.
  • Penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid, terutama dalam jangka waktu yang lama.
  • Aliran darah lemah ke area kantong.
  • Saluran empedu yang meradang atau mengeras di hati.
  • Merokok.
  • Adanya polip peradangan atau pertumbuhan dalam kantong.
  • Adanya kondisi lain, seperti diabetes atau penyakit jantung.
  • Genetika.

3. Seberapa umum pouchitis?

ilustrasi Pasien berkonsultasi dengan dokter (pexels.com/RODNAE Productions)

Pouchitis cukup umum pada orang yang menjalani prosedur anastomosis kantong ileum-anal, atau juga dikenal sebagai operasi kantong-J (J-pouch surgery) untuk menangani kondisi peradangan usus, seperti kolitis ulserativa atau penyakit lainnya. Fyi, operasi kantong-J terkadang juga bisa dibuat dalam bentuk lain, seperti kantong-S, kantong-K, atau kantong-W.

Dilaporkan sekitar 30 hingga 50 persen orang dengan kantong-J untuk menangani kondisi kolitis ulserativa mengalami pouchitis, seperti dilansir Verywell Health. Namun, tak semua orang yang menjalani prosedur operasi kantong-J akan mengalami pouchitis, meski beberapa orang dapat mengembangkannya secara berkala atau kronis.

4. Diagnosis pouchitis

ilustrasi diagnosis penyakit (pexels.com/MART PRODUCTION)

Pouchitis biasanya didiagnosis melalui beberapa pemeriksaan, seperti riwayat kesehatan dan gejala. Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan dengan endoskopi atau disebut dengan pouchoskopi untuk melihat ke bagian dalam kantong-J. Pemeriksaan ini akan membantu dokter untuk melihat adanya tanda peradangan yang terjadi.

Selain endoskopi, beberapa pemeriksaan lain mungkin juga diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pouchitis, seperti:

  • Pengambilan sampel jaringan (biopsi) untuk mengetahui adanya pertumbuhan (polip), infeksi, atau jaringan granulasi yang meradang atau suplai darah yang rendah.
  • Studi pencitraan, seperti CT scan (Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging).
  • Tes darah untuk memeriksa kadar vitamin D atau zat besi yang rendah.

Baca Juga: Tenesmus: Dorongan Palsu untuk Buang Air Besar atau Buang Air Kecil

Verified Writer

Dwi wahyu intani

@intanio99

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya