TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sindrom Hepatorenal: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan

Kondisi ini hampir selalu berakibat fatal

ilustrasi sindrom hepatorenal (moffitt.org)

Sindrom hepatorenal atau hepatorenal syndrome (HRS) adalah bentuk gangguan fungsi ginjal yang terjadi pada seseorang dengan penyakit hati tahap lanjut.

Orang dengan sindrom hepatorenal tidak mempunyai penyebab disfungsi ginjal yang bisa diidentifikasi, dan ginjal itu sendiri tidak mengalami kerusakan struktural. Oleh karena itu, sindrom hepatorenal bisa disebut sebagai bentuk gangguan ginjal "fungsional". 

Sindrom hepatorenal adalah kondisi yang sangat serius, hampir selalu berakibat fatal. Menurut studi dalam jurnal Clinical Biochemist Reviews tahun 2007, orang dengan HRS tipe 1 mempunyai waktu kelangsungan hidup rata-rata dua minggu. Hampir setiap orang dengan tipe 1 akan meninggal dalam waktu sekitar 8 hingga 10 minggu, kecuali transplantasi hati bisa segera dilakukan. Sementara itu, waktu kelangsungan hidup untuk HRS tipe 2 yaitu sekitar enam bulan.

Dirangkum dari beberapa sumber, inilah informasi seputar sindrom hepatorenal yang perlu kamu ketahui.

1. Apa itu sindrom hepatorenal?

ilustrasi sirosis hati (niddk.nih.gov)

Sindrom hepatorenal merupakan jenis gagal ginjal progresif yang terlihat pada individu dengan kerusakan hati yang parah, dan paling sering disebabkan oleh sirosis. Ketika ginjal berhenti berfungsi, maka racun mulai menumpuk di dalam yang akhirnya mengakibatkan gagal hati.

Jenisnya ada dua, yaitu HRS tipe 1 dan HRS tipe 2. HRS tipe 1 dikaitkan dengan gagal ginjal yang berkembang cepat dan produksi kreatinin yang berlebihan, sedangkan HRS tipe 2 berhubungan dengan kerusakan ginjal yang bertahap. Ini umumnya berkembang lebih lambat dan gejala umumnya lebih halus.

2. Penyebab

ilustrasi sindrom hepatorenal (healthjade.com)

Sindrom hepatorenal selalu merupakan komplikasi dari penyakit hati. Kondisi ini hampir selalu disebabkan oleh sirosis hati. Jika mengidap sirosis, maka faktor-faktor tertentu bisa meningkatkan risiko HRS. Ini termasuk:

  • Penggunaan diuretik.
  • Pendarahan gastrointestinal.
  • Peritonitis bakteri spontan.
  • Hepatitis alkoholik akut.
  • Tekanan darah tidak stabil.
  • Infeksi lain (terutama di ginjal).

Baca Juga: Sirosis: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Komplikasi, dan Pengobatan

3. Gejala

ilustrasi penyakit kuning atau jaundice (britannica.com)

Individu dengan sindrom hepatorenal akan mempunyai berbagai gejala nonspesifik, termasuk kelelahan, sakit perut, dan perasaan umum sakit (malaise). Selain itu, bisa juga ada gejala yang berkaitan dengan penyakit hati lanjut, termasuk akumulasi cairan di perut (asites), menguningnya kulit dan bagian putih mata (jaundice), pembesaran limpa (splenomegali), dan hati yang sangat nyeri (hepatomegali).

HRS tipe 1 ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang cepat. Ginjal bertindak sebagai sistem penyaringan yang membuang zat-zat yang tidak diinginkan dan kelebihan cairan dari tubuh. Gejala penurunan fungsi ginjal yaitu meliputi akumulasi kelebihan cairan encer di ruang antara jaringan dan organ yang mengakibatkan pembengkakan pada area ini (edema), penurunan buang air kecil secara drastis, dan adanya peningkatan produk limbah nitrogen seperti nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin dalam darah (azotemia).

HRS tipe 1 bisa berkembang menjadi gagal ginjal yang mengancam jiwa dalam beberapa hari. Individu dengan HRS tipe 1 lebih mungkin menderita ensefalopati hepatik, yaitu suatu kondisi yang terjadi saat hati gagal memecah (memetabolisme) zat tertentu di dalam tubuh. Zat ini berjalan melalui aliran darah ke otak dengan efek toksik.

Ensefalopati hepatik bisa mengakibatkan kebingungan, kantuk, perubahan yang bisa dikenali dalam penilaian dan proses intelektual lainnya, dan perubahan psikologis lainnya. Ini juga lebih mungkin terjadi dengan gagal hati akut karena sebab apa pun.

HRS tipe 2 mengakibatkan disfungsi ginjal, yang umumnya berkembang lebih lambat dibandingkan tipe 1. Individu yang terkena cenderung tidak mengembangkan penyakit kuning dan biasanya tidak mengembangkan ensefalopati hepatik.

Individu dengan HRS tipe 2 sering mengembangkan akumulasi cairan di perut (asites), tidak merespons pengobatan dengan diuretik. Temuan ini disebut sebagai asites yang resistan terhadap diuretik. Ini bisa terjadi selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan dengan kenaikan BUN dan kreatinin yang lambat.

4. Komplikasi yang bisa ditimbulkan

ilustrasi pasien yang dirawat di rumah sakit (unsplash.com/Sharon McCutcheon)

Sindrom hepatorenal hampir selalu berakibat fatal. Namun, transplantasi hati bisa memperpanjang hidup penderitanya. Komplikasi umumnya muncul selama penyakit ginjal stadium akhir. Ini meliputi:

  • Kelebihan cairan.
  • Kerusakan organ.
  • Infeksi sekunder.
  • Koma.

5. Diagnosis

ilustrasi sampel darah untuk tes darah (cbc.ca)

Dokter kemungkinan pertama kali mencurigai pasien mempunyai sindrom hepatorenal selama pemeriksaan fisik. Tanda-tanda yang akan dicari oleh dokter meliputi:

  • Luka di kulit.
  • Penumpukan cairan di perut.
  • Jaringan payudara bengkak.
  • Penyakit kuning.

Mendiagnosis sindrom hepatorenal berarti menyingkirkan penyebab lain dari gagal ginjal. Ini memerlukan serangkaian tes darah dan urine. Tes akan membantu dokter untuk mengevaluasi fungsi hati dan ginjal pasien.

Dalam kasus yang jarang, sindrom hepatorenal bisa terjadi pada pasien yang hatinya telah rusak oleh penyebab lain selain sirosis. Namun, jika pasien tidak mempunyai sirosis, maka dokter kemungkinan memesan tes tambahan untuk hepatitis virus atau hepatitis alkohol.

6. Pengobatan

ilustrasi obat-obatan (IDN Times/Aditya Pratama)

Apabila sindrom hepatorenal dipicu oleh penyakit hati (dengan hipertensi portal sebagai agen provokator), mudah untuk memahami mengapa mengobati penyakit hati yang mendasari adalah prioritas utama dan inti dari pengobatan. Namun, sayangnya itu tidak selalu memungkinkan. Bahkan, mungkin ada entitas yang tidak ada pengobatannya atau seperti dalam kasus gagal hati fulminan, di mana pengobatan (selain transplantasi hati) bahkan mungkin tidak berhasil.

Terakhir, ada pula faktor waktu, khususnya pada HRS tipe 1. Oleh karena itu, walaupun penyakit hati kemungkinan bisa diobati, bisa saja ini tidak mungkin untuk menunggu pengobatannya pada pasien dengan gagal ginjal yang berkembang cepat. 
Dalam hal ini, obat-obatan dan dialisis dibutuhkan. 

Berikut pilihan pengobatan untuk sindrom hepatorenal:

  • Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa bukti bagus tentang peran obat terlipressin. Namun, sayangnya obat tersebut tidak tersedia banyak negara, meski penggunaannya direkomendasikan di banyak negara untuk pengobatan sindrom hepatorenal. Meski begitu, tersedia obat lainnya yaitu norepinefrin (obat umum yang digunakan di ICU untuk meningkatkan tekanan darah pada orang dengan tekanan darah sangat rendah karena syok), serta kombinasi beberapa obat yang melibatkan tiga obat, yaitu octreotide, midodrine, dan albumin (protein utama yang ada dalam darah).
  • Jika obat-obatan tersebut tidak berhasil, maka prosedur intervensi yang disebut penempatan transjugular intrahepatik portosystemic shunt (TIPS) kemungkinan bermanfaat, meski ini disertai risiko efek samping.
  • Akhirnya, jika semuanya gagal dan ginjal tidak pulih, maka dialisis kemungkinan dibutuhkan sebagai "terapi jembatan" hingga penyakit hati bisa diatasi secara definitif.

Biasanya, apabila pengobatan di atas tidak bekerja dalam waktu dua minggu, maka kemungkinan dianggap sia-sia dan risiko kematian akan meningkat drastis.

Baca Juga: Kenapa Pasien Gagal Ginjal Harus Cuci Darah?

Verified Writer

Eliza Ustman

'Menulislah dengan hati, maka kamu akan mendapatkan apresiasi yang lebih berarti'

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya