TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

15 Mitos dan Fakta tentang AIDS yang Harusnya Semua Orang Pahami

Contohnya, tak perlu pakai kondom bila kedua pasangan positif HIV?

Ilustrasi Logo AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Setiap tanggal 1 Desember diperingati sebagai hari AIDS sedunia. Penyakit yang hingga saat ini belum ditemukan obatnya ini membuat penderitanya (orang dengan HIV/AIDS atau ODHA) kehilangan sistem kekebalan tubuhnya. Tak cuma itu, mereka juga harus berhadapan dengan stigma negatif dan berbagai mitos yang tak jelas kebenarannya.

Menurut keterangan dari Pusat Pengendalian dan Pencegah Penyakit Amerika Serikat (CDC), sekitar 36,7 juta orang di dunia hidup dengan HIV. Sementara itu, situasi penyebaran HIV/AIDS di Indonesia, seperti dilaporkan oleh Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 27 Agustus 2019, menunjukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sebesar 466.859, yang terdiri atas 349.882 HIV dan 116.977 AIDS. 

Supaya teredukasi dengan baik, ada baiknya kamu tahu dan paham tentang fakta atau kebenaran berbagai mitos yang beredar di masyarakat. Yuk, simak sampai habis!

Baca Juga: Jaga Diri, Ini 7 Orang Selain Tunasusila yang Berisiko Kena HIV/AIDS

1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV akan menularkan virus HIV pada janinnya?

Ilustrasi ibu hamil (IDN Times/Arief Rahmat)

Mitos: perempuan hamil yang terinfeksi HIV pasti akan selalu menularkannya kepada bayinya kelak.

Fakta: penularan HIV dari ibu ke anak merupakan penularan vertikal dan dapat diminimalkan penularannya jika segera dilakukan usaha pencegahan. Ada, kok, banyak kasus bayi lahir dengan sehat meski sang ibu positif HIV.

Melansir Healthline, hal terpenting yang bisa dilakukan oleh perempuan dengan HIV saat mempersiapkan kehamilan adalah bekerja sama dengan dokter untuk memulai terapi antiretroviral (ARV) sesegera mungkin.

Karena pengobatan HIV sudah berkembang pesat, jika seorang perempuan meminum obatnya setiap hari sesuai anjuran dokter selama hamil (termasuk saat persalinan), dan melanjutkan pengobatan untuk bayinya selama 4-6 minggu setelah lahir, risiko penularan HIV ke bayi bisa serendah 1 persen atau kurang.

Ada pula cara lainnya untuk perempuan dengan HIV untuk meminimalkan risiko penularan jika jumlah virus (viral load) HIV dalam darah lebih tinggi dari yang diinginkan, yaitu operasi caesar atau pemberian susu formula setelah melahirkan.

Perempuan yang HIV negatif tetapi ingin hamil dengan pasangan yang membawa virus HIV, bisa menggunakan obat khusus untuk membantu menurunkan risiko penularan kepada mereka maupun bayinya. Untuk laki-laki yang HIV positif dan sedang memakai obat ARV, risiko penularan hampir nihil jika viral load tidak terdeteksi.

Baca Juga: 5 Penyakit Mulut yang Biasa Menyertai Infeksi HIV

2. Apakah penderita HIV mudah dikenal melalui tingkah lakunya?

freepik.com/freepik

Mitos: orang lain bisa mengetahui seseorang positif HIV hanya dengan melihat anatomi tubuh atau kondisi fisik penderita.

Fakta: orang dengan HIV positif berperilaku atau tampak layaknya orang yang sehat.

Gejala pada orang dengan HIV tampak biasa saja dan mirip gejala jenis infeksi lainnya, seperti demam, kelelahan, atau tak enak badan secara umum. Gejala awal ringan biasanya hanya berlangsung selama beberapa minggu.

Dengan adanya ARV, virus HIV bisa dikelola secara efektif. Seseorang dengan HIV yang menerima pengobatan ARV relatif sehat dan tidak berbeda dengan orang lain yang punya kondisi kesehatan kronis.

Gejala stereotip yang sering dihubungkan dengan HIV sebenarnya adalah gejala komplikasi yang bisa timbul dari penyakit atau komplikasi terkait AIDS. Namun, dengan terapi ARV dan pengobatan yang memadai, gejala tersebut tidak akan muncul pada orang yang hidup dengan HIV.

3. Melakukan seks bebas berpotensi HIV?

Ilustrasi Dukungan pada Penderita AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Mitos: melakukan seks bebas dengan siapa pun akan membuat kita terjangkit virus HIV.

Fakta: seks bebas tidak bisa dijadikan ukuran, melainkan lebih condong pada perilaku seksnya.

Memang benar bahwa HIV lebih banyak menyerang lelaki yang punya pasangan seksual sesama jenis. Remaja gay dan biseksual kulit hitam memiliki tingkat penularan HIV tertinggi. Laman CDC menyebut, kelompok ini menyumbang sekitar 70 persen dari kasus HIV baru.

Namun, heteroseksual pun menyumbang 24 persen dari infeksi HIV baru pada tahun 2016 dan sekitar dua pertiga di antaranya adalah perempuan.

Melansir Healthline, sementara tingkat laki-laki gay dan biseksual berkulit hitam yang hidup dengan HIV tetap relatif sama di Amerika Serikat (AS), tingkat kasus HIV baru secara keseluruhan telah menurun sejak 2008 sebesar 18 persen. Diagnosis di antara individu heteroseksual secara umum menurun 36 persen, dan menurun di antara semua perempuan sebesar 16 persen.

Orang Afrika-Amerika menghadapi risiko penularan HIV yang lebih tinggi daripada ras lain, tidak peduli orientasi seksual mereka. Menurut CDC, tingkat diagnosis HIV untuk lelaki kulit hitam hampir delapan kali lebih tinggi dibandingkan lelaki kulit putih, dan bahkan lebih tinggi untuk perempuan kulit hitam; angkanya 16 kali lebih tinggi pada perempuan kulit hitam dibandingkan perempuan kulit putih, dan 5 kali lebih tinggi dari perempuan Hispanik.

Wanita Afrika-Amerika tertular HIV pada tingkat yang lebih tinggi daripada ras atau etnis lain. Pada tahun 2015, sebanyak 59 persen perempuan yang hidup dengan HIV di AS adalah Afrika-Amerika, sementara 19 persen adalah Hispanik, dan 17 persen berkulit putih.

4. Perilaku yang dianggap tidak bermoral membuat seseorang terinfeksi virus HIV?

freepik.com/master1305

Mitos: orang yang hidup dengan HIV menjadi terinfeksi karena perilaku mereka dianggap tidak bermoral.

Fakta: menurut keterangan di laman UNESCO, orang-orang dengan HIV bisa terinfeksi karena berbagai alasan. Mulai dari berbagi jarum suntik dan narkoba, melakui kontak darah dengan orang yang terinfeksi, aktivitas seksual tidak aman dengan orang yang terinfeksi, atau seorang ibu yang bisa menularkan HIV kepada bayinya saat melahirkan. Bahkan, dalam beberapa kasus, perempuan dipaksa untuk berhubungan seks oleh seseorang yang mungkin terinfeksi HIV.

5. HIV adalah kutukan Tuhan?

Ilustrasi Logo AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Mitos: HIV disebabkan oleh sihir atau merupakan kutukan dari Tuhan?

Fakta: HIV disebabkan oleh virus, bukan karena kutukan Tuhan atau roh. Virus tidak bisa masuk ke tubuh lewat mantra atau menempatkan kutukan pada seseorang.

6. Terdiagnosis HIV/AIDS adalah vonis mati?

Ilustrasi Obat-Obatan (IDN Times/Mardya Shakti)

Mitos: kalau positif HIV, pasien dipastikan akan segera meninggal dunia.

Fakta: banyak orang dengan HIV bisa hidup lama layaknya orang tanpa virus tersebut bila melakukan terapi dan pengobatan secara berkala.

Sejak tahun 1966, dengan munculnya terapi ARV yang sangat aktif, orang dengan HIV dengan akses pengobatan yang tepat akan memiliki angka harapan hidup normal, selama mereka menggunakan obat yang diresepkan.

7. Adakah pengobatan alternatif yang bisa menyembuhkan HIV?

freepik.com/jcomp

Mitos: ada pengobatan alternatif yang bisa menyembuhkan HIV secara efektif.

Fakta: HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan karena belum ada obatnya. Namun, gejala penyakit bisa dikendalikan dan peningkatan sistem imun yang dilakukan lewat terapi ARV. 

Obat ARV bekerja dengan cara mengurangi jumlah viral load HIV dalam darah hingga ke tingkat yang sangat rendah, bahkan mungkin tak lagi terdeteksi. Makin sedikit virus HIV dalam tubuh, maka makin baik kerja sistem kekebalan tubuh.

Bagi kebanyakan pasien, minum obat ARV sangat efektif untuk mengendalikan gejala. Selain itu, terapi tersebut bisa melindungi sel-sel sehat agar tidak diserang virus HIV. Ini tentu bisa membantu pasien tetap sehat dan mencegahnya dari risiko penyakit infeksi oportunistik.

Meski demikian, melansir WebMD, terapi ARV memiliki beberapa efek samping. Nah, untuk alasan itulah banyak pasien HIV positif melakukan pengobatan alternatif yang tetap dikombinasikan dengan ARV, disebut sebagai pengobatan komplementer atau pengobatan integratif, untuk meningkatan kualitas hidupnya, baik fisik maupun mental.

Contohnya banyak, seperti: yoga, akupunktur, chiropractic, meditasi, terapi herbal, tambahan suplemen makanan, terapi bioelektromagnetik, dan masih banyak lagi.

Baca Juga: Bukan HIV/AIDS, Ternyata Inilah 10 Penyakit Paling Mematikan di Dunia!

8. Dokter umum bisa mengobati HIV dan AIDS?

freepik.com/jcomp

Mitos: semua dokter bisa menangani masalah HIV. 

Fakta: melansir WebMD, pasien atau bila curiga terinfeksi HIV, kamu disarankan untuk mencari dokter dengan subspesialis penyakit menular atau spesialis penyakit dalam. Akan lebih baik lagi bila memang dokter tersebut spesialis HIV. Untuk lebih jelasnya, hubungi dulu tempat layanan kesehatan yang akan dituju.

9. HIV/AIDS tidak menular melalui seks oral?

Ilustrasi AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Mitos: hanya hubungan intim yang bisa menularkan HIV.

Fakta: walau risikonya rendah, tetapi seks oral termasuk hubungan intim yang berpotensi menularkan virus HIV.

Melansir WebMD, seks oral menempati urutan paling rendah dalam daftar transmisi virus HIV, karena virus tersebut lebih mungkin ditularkan lewat seks anal atau vaginal. Virus juga bisa ditularkan lewat berbagai jarum suntik atau jarum tato.

Meskipun demikian, risiko penularan HIV melalui seks oral tetap ada. Secara teori, kamu bisa bisa tertular HIV dengan cara ini. Buktinya tertuang dalam sebuah laporan berjudul "The Oral Mucosa Immune Environment and Oral Transmission of HIV/SIV" dalam jurnal
Immunological Reviews tahun 2013.

Saat melakukan seks oral, kontak mulut dengan penis, vagina, atau anus bisa berpotensi memaparkan seseorang dengan cairan yang terinfeksi yang bisa masuk ke selaput lendir di dalam mulut.

10. Usia di atas 50 tidak akan tertular HIV/AIDS?

freepik.com/rawpixel.com

Mitos: umumnya cuma anak muda yang memakai obat-obatan terlarang dan melakukan hubungan seks berisiko yang berpotensi terjangkit HIV.

Fakta: virus HIV bisa menyerang segala usia, mulai dari bayi, balita, remaja, dewasa, hingga lanjut usia.

11. Perlukah memakai kondom meski sudah menerima pengobatan?

pexels.com/cottonbro

Mitos: kalau sudah terjangkit HIV, tidak ada gunanya seks menggunakan pengaman seperti kondom.

Fakta: salah besar! Orang dengan HIV tetap harus menggunakan kondom, meski pasangannya juga positif HIV.

Salah satu cara penularan virus HIV adalah lewat hubungan seks. Cairan tubuh yang keluar saat ejakulasi bisa masuk ke dalam tubuh lewat alat kelamin dan lubang dubur. Bisa juga masuk mulut bila melakukan seks oral. 

Seks dengan kondom bisa melindungimu dari virus HIV, termasuk bila melakukan seks dengan pasangan yang juga positif HIV. Melansir The Body, orang dengan HIV harus tetap pakai kondom saat bercinta dengan pasangan yang juga positif HIV. Kenapa? 

Walaupun sama-sama sudah terinfeksi, kondom bisa mencegah terjadinya infeksi ganda atau infeksi ulang antar pasangan. Bila keduanya terjadi, maka HIV yang diderita bisa bertambah parah.

12. HIV hanya bisa ditularkan oleh mereka yang memiliki gaya hidup bebas?

Ilustrasi Keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Mitos: hanya orang yang menjalani kehidupan "bebas" yang rawan menularkan penyakit ini

Fakta: HIV/AIDS dapat ditularkan oleh siapa pun. Ibu rumah tangga yang terinfeksi penyakit ini pun berpotensi besar menularkan penyakitnya kepada anggota keluarganya.

13. Perlukah melakukan deteksi meski kita nggak berdekatan dengan orang yang positif HIV?

freepik.com/pressfoto

Mitos: buat apa deteksi HIV? Toh, kita sehat dan tidak berdekatan dengan penderita HIV.

Fakta: virus HIV bisa menular melalui media apa pun. Tranfusi darah dan jarum suntik adalah contoh media yang tidak kita duga dapat menularkan HIV. Deteksi dini perlu dilakukan agar bisa mendapat penanganan sesegera mungkin, khususnya bila terlibat atau melakukan perilaku seks yang berisiko.

14. Kita bisa tertular lewat makanan atau berbagi benda dengan orang yang positif HIV?

unsplash.com/Ali Inay

Mitos: kita bisa tertular HIV lewat berbagi makanan, piring, gelas, atau dudukan toilet dengan orang dengan HIV positif?

Fakta: virus penyebab HIV tidak bisa bertahan di luar tubuh dalam jangka waktu lama, dan tidak bisa berpindah lewat berbagi alat makan, makanan, atau dudukan toilet.

Baca Juga: Penyakit HIV atau AIDS: 7 Gejalanya dan Kenali Tanda-tandanya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya