TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sarkopenia: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan

Merupakan kondisi penurunan massa otot akibat penuaan

ilustrasi lansia (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Penuaan mengubah berbagai fungsi tubuh seseorang dan sering kali memunculkan keluhan. Salah satu keluhan yang sering dilaporkan adalah turunnya stamina, yang mana ini memengaruhi aktivitas sehari-hari karena kondisi fisik yang mudah lelah.

Sebetulnya ini adalah hal wajar yang terjadi pada lansia karena suatu kondisi yang disebut sarkopenia atau sarcopenia. Apa itu sarkopenia? Apa saja penyebabnya dan bagaimana cara mencegahnya? Yuk, simak ulasannya berikut ini!

1. Apa itu sarkopenia?

ilustrasi sarkopenia (conameger.org)

Dilansir Healthline, sarkopenia atau yang disebut sebagai hilangnya massa otot merupakan kondisi yang normal terjadi pada 10 persen populasi dewasa berusia di atas 50 tahun. 

Ketika memasuki usia paruh baya, seseorang akan mengalami penurunan massa otot rata-rata sebesar 3 persen tiap tahunnya. Ini menyebabkan penurunan kualitas hidup akibat pengaruhnya pada aktivitas rutin seseorang. Sarkopenia juga menurunkan usia harapan hidup dibandingkan dengan orang yang memiliki massa otot normal.

Baca Juga: 11 Fungsi Utama Sistem Otot, Lebih dari Sekadar Bergerak dan Bertenaga

2. Penyebab

ilustrasi penurunan massa otot atau sarkopenia (sci-fit.net)

Sarkopenia disebabkan oleh ketidakseimbangan sinyal untuk membentuk otot dan merombaknya. Proses pembentukan otot disebut dengan anabolisme, sedangkan perombakannya disebut katabolisme.

Di tubuh kita terjadi suatu siklus berulang mulai dari pembentukan sel otot yang diikuti dengan trauma pada otot dan diakhiri dengan proses penyembuhan. Hormon pertumbuhan akan bekerja sama dengan enzim penghancur protein untuk mempertahankan kestabilan siklus tersebut.

Proses penuaan menyebabkan tubuh kurang merespons sinyal pertumbuhan yang normal. Ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengarah pada kondisi perombakan otot berlebihan, yang berujung pada penurunan massa otot.

3. Faktor risiko

ilustrasi kurangnya aktivitas fisik (dnaindia.com)

Terdapat empat faktor yang bisa mempercepat sarkopenia, yakni sebagai berikut:

  • Aktivitas fisik minimal. Jarang menggunakan otot adalah pemicu utama terjadinya sarkopenia hingga menyebabkan kelemahan. Sebagai contoh, seseorang yang mengurangi aktivitas rutin seperti jalan kaki, bisa mengalami penurunan massa otot dalam durasi 2-3 minggu. Penurunan aktivitas fisik secara terus-menerus bisa menurunkan kekuatan otot.

  • Pola makan tidak seimbang. Pola makan dengan kalori yang kurang dan sedikit protein bisa menyebabkan penurunan massa otot. Sayangnya, pola makan rendah kalori dan rendah protein sering terjadi pada lansia. Ini disebabkan penurunan indra perasa, masalah pada gigi, dan lain-lain. Untuk mencegah sarkopenia, ahli menyarankan asupan protein sebanyak 25-30 protein tiap kali makan.

  • Peradangan. Setelah trauma atau penyakit, tubuh akan mengirim sinyal untuk merombak sel rusak dan membangunnya kembali. Penyakit jangka panjang umumnya menyebabkan inflamasi (peradangan) yang mengganggu keseimbangan perombakan dan pembentukan sel, salah satunya sel otot.

  • Penyakit tertentu. Sarkopenia umum terjadi pada orang dengan riwayat penyakit yang memberikan stres fisik bagi tubuh. Beberapa penyakit tersebut antara lain gagal hati kronis, gagal ginjal kronis, gagal jantung kronis, dan kanker.

4. Gejala

ilustrasi lansia mengalami kelemahan (griswoldhomecare.com)

Gejala sarkopenia adalah hasil dari berkurangnya kekuatan otot. Tanda awal bisa berupa perasaan semakin lemah, misalnya kesusahan untuk mengangkat benda berat dibandingkan sebelumnya.

Penurunan kekuatan bisa dilihat dari beberapa hal seperti berjalan lebih lambat, mudah lelah, dan tidak ingin beraktivitas. Penurunan berat badan tanpa ada niat diet juga merupakan tanda dari sarkopenia.

Namun, perlu diketahui bahwa kondisi ini bisa terjadi pada penyakit lain. Oleh karena itu, jika kamu mengalami kondisi berikut tanpa sebab yang jelas, konsultasikan dengan dokter.

4. Diagnosis

ilustrasi dual-energy X-ray absorptiometry (physics.stackexchange.com)

Dilansir Medical News Today, dokter mungkin akan mendiagnosis sarkopenia berdasarkan gejala yang dilaporkan pasien. Dalam beberapa kasus, dokter akan merekomendasikan absorpsiometri sinar-X energi ganda atau dual-energy X-ray absorptiometry (DXA) dan tes kecepatan berjalan untuk membuat diagnosis.

DXA menggunakan sinar-X berenergi rendah untuk mengukur massa kerangka. DXA biasanya mengukur kepadatan tulang dan tes untuk osteoporosis. Ketika DXA dikombinasikan dengan tes kecepatan berjalan, ini mungkin akan membantu mendiagnosis sarkopenia.

Dalam beberapa kasus, dokter mungkin melakukan tes tambahan, seperti mengukur kekuatan genggaman.

Baca Juga: 7 Manfaat Kreatin bagi Tubuh, Membantu Pembentukan Otot?

Verified Writer

Gilberta Rebecca

Health enthusiast ❤️

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya