TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Fatty Liver, Penumpukan Lemak di Hati yang Berbahaya

Termasuk kategori silent killer, lho...

irishtimes.com

Hati berfungsi menyaring zat berbahaya dari darah dan memproses nutrisi dari makanan dan minuman. Sayangnya, salah satu organ vital dalam tubuh ini rawan terkena masalah. Fatty liver, dikenal juga sebagai hepatic steatosis atau perlemakan hati, adalah salah satunya. Pernah mendengarnya?

Kalau belum, kamu harus memahaminya karena ini termasuk kondisi yang dikategorikan sebagai silent killer, lho!

Fatty liver adalah kondisi terjadinya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam organ hati, sehingga menyebabkan gangguan pada kinerja fungsi hati.

Ahli medis kerap mengategorikan fatty liver sebagai silent killer karena gejalanya sering kali tidak dirasakan, bahkan ketika penyakit tersebut sudah berkembang dalam tubuh.

Agar bisa mencegah dan tahu cara penanganannya, mari kenali penyakit ini lebih lanjut.

1. Kelelahan adalah satu gejala awal fatty liver

unsplash.com/Mel Elías

Fatty liver berdampak terhadap pembesaran hati yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa sakit di area sisi kanan atas perut.

Dalam beberapa kasus, perlemakan hati dapat menyebabkan peradangan yang menimbulkan fibrosis hati atau jaringan parut. Jika jaringan parut ini makin parah, besar kemungkinannya untuk terjadi sirosis yang dapat mengganggu fungsi hati dan merusak strukturnya.

Gejala sirosis antara lain: kelelahan, kehilangan selera makan hingga terjadi penurunan berat badan, kulit gatal, mata kuning, sakit perut, kebingungan, pembuluh darah membesar di area kulit tertentu, pembesaran payudara pada pria, serta pembengkakan kaki.

Baca Juga: 6 Makanan Ini Sebabkan Penyakit Hati Berlemak atau Fatty Liver

2. Tipe fatty liver

pexels.com/ELEVATE

Ada dua tipe utama fatty liver, non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) dan alcoholic fatty liver disease (AFLD).

NAFLD sendiri dibagi menjadi tiga jenis, yaitusimple non-alcoholic fatty liver, non-alcoholic steatohepatitis, dan acute fatty liver of pregnancy.

Sementara itu, yang termasuk dalam AFLD adalah simple AFLD dan alcoholic steatohepatitis

NAFLD terjadi ketika penumpukan lemak di hati penderita bukan disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebih, berkebalikan dengan AFLD.

3. Ada peran genetik di baliknya

pexels.com/Daria Shevtsova

Menurut sebuah laporan dalam "World Journal of Gastroenterology", sekitar 27 persen NAFLD dapat berkembang dari gen spesifik yang diwariskan dari orang tua ke anak.

Sementara itu, beberapa kondisi juga diduga kuat dapat meningkatkan risiko terjadinya NAFLD, yaitu obesitas, diabetes tipe 2, resistansi insulin, sindrom metabolik, dan tekanan darah tinggi atau hipertensi.

Selain itu, kadar lemak dalam darah yang tinggi juga dapat menjadi kontributor dalam pengembangan fatty liver.

Pada kasus yang jarang, pasien hepatitis C, sindrom ovarium polikistik (PCOS), ibu hamil, dan konsumsi obat-obatan tertentu seperti amiodaron, tamoksifen, dan methotrexate juga dapat mengembangkan risiko terjadinya fatty liver.

4. Siapa saja yang berisiko?

unsplash.com/Philipp Lansing

Dilansir Verywell Health, kamu berisiko risiko mengalami fatty liver bila:

  • Minum alkohol secara berlebihan (untuk AFLD)
  • Obesitas
  • Diabetes atau pra-diabetes (untuk NAFLD)
  • Pola makan tinggi gula dan makanan olahan
  • Hiperlipidemia (tingginya kadar lipid atau lemak dalam darah)
  • Aktivitas fisik yang rendah
  • Masalah pencernaan
  • Predisposisi genetik

Fatty liver juga bisa berkembang dengan penurunan berat badan drastis atau sebagai efek samping dari pengobatan tertentu. Banyak risiko dari NAFLD yang bisa diatasi dengan perubahan pola hidup.

5. Butuh pemeriksaan dokter untuk diagnosis

pexels.com/LinkedIn Sales Navigator

Dalam proses diagnosis, dokter mungkin akan menggunakan beberapa metode untuk memastikan apakah pasien punya masalah yang berhubungan dengan perlemakan hati.

Metodenya mulai dari wawancara medis, riwayat kesehatan, tes darah, pemeriksaan fisik, tes pencitraan dengan CT scan atau MRI, dan biopsi hati.

Dokter juga akan bertanya tentang konsumsi alkohol, obat-obatan yang dikonsumsi, pola makan, dan kondisi kesehatan lainnya.

Tes darah akan dilakukan untuk mengetahui tingkat enzim pada hati seperti alanine aminotransferase dan aspartate aminotransferase.

Biopsi hati diperlukan jika pasien diduga berisiko mengalami non-alcoholic steatohepatitis atau tes lain yang menunjukkan adanya komplikasi akibat sirosis.

Baca Juga: Terlanjur Ketergantungan Alkohol? 7 Cara Ini Bantu Kamu Mengatasinya

Verified Writer

Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya