TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Studi: Tidur Nyenyak Turunkan Risiko Demensia

Kurang tidur bisa menjadi faktor risiko demensia

ilustrasi tidur nyenyak (freepik.com/senivpetro)

Diperkirakan ada lebih dari 55 juta orang di dunia hidup dengan demensia dan para peneliti memperkirakan bahwa seseorang menderita demensia setiap 3 detik, menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Perlu diingat bahwa demensia bukanlah suatu penyakit spesifik, melainkan istilah umum untuk gangguan kemampuan mengingat, berpikir, atau mengambil keputusan yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Penyakit Alzheimer adalah jenis demensia yang paling umum. Meskipun demensia sebagian besar menyerang orang lanjut usia, tetapi demensia bukanlah bagian dari penuaan normal.

Karena orang yang hidup dengan demensia diperkirakan akan terus bertambah, diperkirakan menjadi 153 juta pada tahun 2050, para peneliti bekerja keras untuk menemukan lebih banyak cara untuk menurunkan risiko seseorang mengembangkan kondisi ini.

Banyak peneliti percaya bahwa kurang tidur menjadi faktor risiko demensia dan ini sebenarnya faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

Baca Juga: Mengenal Demensia Frontotemporal, Salah Satu Jenis Demensia

Temuan studi

ilustrasi tidur (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Temuan yang dipublikasikan pada 30 Oktober 2023 dalam jurnal JAMA Neurology ini memberikan lebih banyak bukti bahwa penurunan tidur nyenyak sebanyak 1 persen setiap tahunnya bagi orang yang berusia di atas 60 tahun setara dengan 27 persen peningkatan risiko terkena demensia.

"Kami menemukan bahwa penuaan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur yang dikenal sebagai tidur gelombang lambat (slow-wave sleep/SWS),” kata Matthew P. Pase, penulis senior studi tersebut, mengutip dari CNN.

Para peneliti menemukan bahwa orang yang tidak tidur dengan nyenyak dari waktu ke waktu memiliki risiko lebih tinggi terkena demensia selama 17 tahun berikutnya.

Tidur nyenyak merupakan tidur tahap ketiga yang penting untuk kesehatan otak. Pada tahap ini, tubuh mengeluarkan bahan-bahan yang tidak diinginkan atau berpotensi berbahaya dari otak, termasuk protein beta-amiloid, yang merupakan tanda khas penyakit Alzheimer.

Para penulis ingin mengetahui apakah penurunan tidur nyenyak yang signifikan dari waktu ke waktu terkait dengan risiko demensia pada manusia, atau apakah proses terkait demensia di otak dapat berkontribusi pada berkurangnya SWS.

Studi mempelajari 346 orang yang rata-rata berusia 69 tahun dan telah berpartisipasi dalam Framingham Heart Study. Mereka juga menyelesaikan dua studi—pertama antara tahun 1995 hingga 1998 dan yang kedua antara tahun 1998 hingga 2001—yang mana tidur partisipan dipantau. 

Para penulis juga menyelidiki apakah ada perubahan dalam jumlah tidur nyenyak yang dialami partisipan, dikaitkan dengan perkembangan demensia hingga 17 tahun setelah menyelesaikan studi tidur.

Saat itu, sebanyak 52 peserta telah didiagnosis dengan demensia. Setiap persentase penurunan tidur nyenyak per tahun dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia sebesar 27 persen dan risiko Alzheimer sebesar 32 persen.

Tingkat kehilangan tidur nyenyak meningkat sejak usia 60 tahun, mencapai puncaknya pada usia 75 hingga 80 tahun, kemudian melambat.

Studi menemukan bahwa persentase tidur nyenyak yang menurun seiring bertambahnya usia dan adanya risiko genetik penyakit Alzheimer, terkait dengan risiko demensia. Temuan ini menunjukkan bahwa hilangnya SWS mungkin merupakan faktor risiko demensia yang dapat diperbaiki.

Baca Juga: Orang Dewasa yang Punya ADHD 2,7 Kali Lebih Mungkin Kena Demensia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya