TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Penyakit Medis yang Kerap Dialami oleh Penyandang Autisme

Salah satunya adalah gangguan pencernaan

ilustrasi anak dengan kondisi autisme (freepik.com/master1305)

Belakangan ini, drama Korea berjudul Extraordinary Attorney Woo tengah naik daun dan menjadi pembicaraan. Salah satu alasannya adalah karena tayangan tersebut mengangkat kehidupan seorang penderita gangguan spektrum autisme yang bekerja sebagai pengacara. 

Gangguan spektrum autisme termasuk salah satu gangguan perkembangan saraf. Penderitanya mengalami kesulitan berkomunikasi, bersosialisasi, mempunyai ketertarikan yang tidak wajar, dan melakukan aktivitas yang tidak fungsional secara berulang.

Ketertarikan yang tidak wajar tersebut misalnya menyukai bunyi mesin vakum, hair dryer atau kipas angin. Ketika melihat benda tersebut, mereka mendekatkan telinga ke mesin atau mendengarkan bunyinya dengan saksama. Hal yang serupa terjadi pada karakter Extraordinary Attorney Woo yang sangat menyukai paus. Ia selalu tampak senang dan menggebu-gebu saat membicarakan hewan tersebut.

Sementara itu, aktivitas tidak fungsional yang dimaksud misalnya menggelindingkan benda berkali-kali atau menata kartu domino kemudian dijatuhkan dan diulang kembali. Ini juga menjadi ciri khas penderita autisme.

Ternyata seseorang dengan kondisi autisme memiliki kerentanan terhadap sejumlah penyakit. Di bawah ini adalah informasi mengenai penyakit medis yang kerap dialami oleh penyandang autisme.

1. Gangguan pencernaan

ilustrasi sakit perut (pexels.com/Sora Shimazaki )

Gangguan pencernaan yang sering terjadi pada penderita autisme antara lain diare, konstipasi atau sembelit, sering buang gas, dan sakit saat buang air besar. Dikutip dari Children's Hospital of Philadelphia, gangguan tersebut bahkan dialami oleh 85 persen dari orang-orang yang mendapatkan diagnosis autisme.

Merujuk dari sumber yang sama, penyebab dari kerentanan ini masih belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa hal yang berpotensi untuk memicu gangguan pencernaan antara lain kepekaan sensorik terhadap makanan, diet seperti gluten-free atau casein-free yang diterapkan oleh orangtua, dan efek samping obat-obatan.

Baca Juga: Spektrum Autisme: Ciri-Ciri, Jenis, dan Perawatannya

2. Gangguan tidur

ilustrasi tidur (unsplash.com/Kinga Cichewicz)

Merangkum dari laman autism.org.uk, berikut adalah beberapa contoh gangguan tidur yang dialami oleh penyandang autisme:

  • Sulit tidur.
  • Bangun berkali-kali di malam hari atau sulit untuk kembali tidur setelah menggunakan toilet.
  • Mengalami kecemasan dan sulit untuk rileks sehingga tidak bisa tidur.
  • Masalah dengan social cue, misalnya tidak bisa memahami mengapa anggota keluarga yang lain tidur di malam hari dan mengapa mereka memerlukan tidur.
  • Gangguan pada hormon melatonin.
  • Masalah yang disebabkan oleh alergi dari makanan yang kemudian memicu gangguan pencernaan.
  • Sensitivitas terhadap kafein sehingga sulit untuk tidur.
  • Sensitivitas terhadap cahaya biru dari HP, layar TV, atau laptop serta sensitivitas terhadap suara.

Langkah-langkah yang dapat diterapkan oleh penyandang autisme atau wali dari penyandang autisme antara lain dengan:

  • Mencatat secara terperinci hal atau situasi apakah yang menyebabkan sulit tidur.
  • Menerapkan budaya pola tidur yang baik, misalnya mematikan HP dan TV sebelum tidur, dan tidur di jam yang sama setiap hari.
  • Berkonsultasi dengan dokter spesialis gizi untuk memperbaiki pola diet supaya selain dapat menghindari gangguan pencernaan, juga dapat tidur dengan baik.
  • Bila diperlukan, orang yang memiliki autisme juga dapat berkonsultasi dengan dokter untuk memperoleh resep obat untuk membantu agar dapat tidur di malam hari.

3. Epilepsi

ilustrasi anak yang menjalani tes EEG (freepik.com/DCStudio)

Epilepsi adalah penyakit otak yang ditandai dengan perubahan mental yang sulit diprediksi dan diikuti dengan kejang secara berulang. Dilansir dari World Journal of Clinical Pediatrics tahun 2021, 10 hingga 30 persen dari anak-anak yang terdiagnosis autis mempunyai epilepsi. Sebaliknya, 8 persen anak yang mempunyai epilepsi juga didiagnosis autisme.

Tingkat keparahan gejalanya bervariasi. Mulai dari yang berat seperti kehilangan kesadaran dan diikuti dengan kontraksi otot hingga gejala yang tidak terlihat, misalnya mengedipkan mata berkali-kali dan melamun.

Mengacu kepada sumber yang sama, dokter ahli saraf akan melakukan evaluasi dengan elektroensefalografi (EEG) selama 24 jam atau lebih untuk memastikan apakah kondisi epilepsi benar-benar terjadi pada penyandang autisme. Apabila mereka mempunyai kecerdasan intelektual rendah dan/atau penyakit genetik seperti sindrom Angelman, maka evaluasi dilakukan dengan menggunakan video EEG.

4. Masalah dengan makanan

ilustrasi ibu dan anak sedang menyiapkan sarapan bergizi (pexels.com/August de Richelieu)

Beberapa dari mereka yang mempunyai autisme sangat pemilih dalam makanan. Menurut laporan dari Autism Speaks, hal ini berkaitan dengan salah satu gejala autisme yaitu hipersensitivitas dan/atau kecenderungan untuk melakukan hal yang sama secara terus menerus. Misalnya hanya mau makan pasta setiap hari.

Kemudian penyandang autisme juga dapat mengalami kondisi seperti pica (mengonsumsi sesuatu yang bukan makanan atau tidak wajar) dan makan secara berlebihan hingga menyebabkan obesitas. Perilaku makan secara berlebihan ini dikarenakan orang tersebut tidak bisa membedakan rasa kenyang dari lapar.

Laman Autism Speaks menyarankan penyandang autisme yang memiliki permasalahan dengan makanan untuk memperoleh terapi perilaku (behavior treatment). Terapi tersebut difokuskan kepada pola dan cara makan yang baik serta panduan dari dokter spesialis gizi.

Baca Juga: Autisme pada Orang Dewasa: Gejala, Diagnosis, Pengobatan

Verified Writer

Maria Sutrisno

"Less is More" Ludwig Mies Van der Rohe.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya