TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Sinovac, Salah Satu Vaksin COVID-19 Pilihan Indonesia

Mengapa vaksin Sinovac menuai pro dan kontra?

amp.abc.net.au

Minggu (6/12/2020), Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengumumkan bahwa 1,2 juta vaksin COVID-19 buatan Sinovac telah tiba di Indonesia. Jokowi juga mengatakan akan ada 1,8 juta vaksin lagi yang datang tahun 2021.

Sinovac sendiri adalah perusahaan biofarmasi berbasis Tiongkok yang fokus pada penelitian, pengembangan, pembuatan, dan komersialisasi vaksin. Produk Sinovac mencakup vaksin untuk melawan hepatitis A dan B, H5N1 (flu burung), H1N1 (flu babi), rabies, influenza musiman, dan lainnya.

Akan tetapi, kedatangan vaksin Sinovac menuai pro dan kontra. Mengapa demikian? Simak fakta-faktanya di sini!

1. Belum ada bukti efektivitas vaksin Sinovac

oglobo.globo.com

Berdasarkan data yang dirilis oleh BBC News pada Rabu (9/12/2020), hasil uji coba tahap ketiga menunjukkan tingkat efektivitas pada beberapa vaksin. AstraZeneca memiliki efektivitas sebesar 62-90 persen, Moderna 95 persen, dan Pfizer 95 persen. Bagaimana dengan Sinovac?

Menurut epidemiolog Pandu Riono dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), sampai saat ini kita belum tahu efektivitasnya dan belum ada data terkait vaksin yang sudah datang di Indonesia.

"Katanya sudah selesai (uji coba fase ketiga) di Brasil dan Turki, sepengetahuan saya belum selesai, karena tidak ada publikasi atau analisis data," ujar Pandu.

Melansir Reuters, hasil uji klinis tahap akhir vaksin Sinovac paling cepat didapat pada bulan Desember. Ini ditegaskan oleh Weining Meng, kata direktur senior Sinovac dalam konferensi Global Town Hall 2020 yang diselenggarakan secara daring. Uji coba tahap akhir ini mengambil sampel dari tiga negara, yaitu Brasil, Indonesia, dan Turki.

2. Jumlah sampel di Indonesia sangat terbatas

news.cgtn.com

Uji klinis fase 3 di Bandung melibatkan 1.620 peserta untuk suntikan pertama dan 1.610 peserta untuk suntikan kedua. Suntikan dilakukan dua kali dengan jarak 2 minggu. Jumlah peserta berkurang 10 orang dari semestinya karena ada yang sakit dan tidak bisa hadir.

Pandu menegaskan bahwa jumlah sampel di Indonesia sangat terbatas. Padahal, untuk mengukur efektivitas vaksin, dibutuhkan sampel yang lebih besar.

"Kurang power untuk mengukur efektivitas. Untuk studi di Bandung, saya tidak yakin bisa mengukur efektivitasnya. Kalau di Brasil atau negara lain mungkin bisa karena (jumlah) sampelnya lebih besar," jelasnya.

Laman HospiMedica menyebut bahwa uji coba tahap tiga di Brasil merekrut hampir 9.000 profesional perawatan kesehatan yang bekerja di fasilitas khusus COVID-19. Bagaimana dengan Turki?

Uji klinis fase 3 di Turki dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama melibatkan 1.300 petugas kesehatan berusia 18-59 tahun yang secara acak menerima dua dosis vaksin atau plasebo dengan interval 2 minggu. Sementara, tahap kedua melibatkan 12.000 populasi umum dengan rentang usia, dosis, dan interval yang sama.

Baca Juga: Uji Klinis COVID-19 Johnson & Johnson Dihentikan karena Ada Penyakit

3. Bukti efikasi tak hanya berdasar dari kenaikan kadar antibodi

wbur.org

Berdasarkan uji klinis tahap pertama dan kedua yang hasilnya dipublikasikan di jurnal ilmiah The Lancet, CoronaVac (dari Sinovac) memicu respons imun yang cepat. Ada 144 peserta terlibat dalam uji coba fase 1 dan 600 peserta berpartisipasi dalam uji coba fase 2.

Zhu Fengcai, salah satu peneliti, mengatakan bahwa vaksin ini "cocok untuk penggunaan darurat". Apakah sudah cukup aman untuk digunakan?

"Bukti efikasi tak bisa hanya berdasarkan kenaikan kadar antibodi. Vaksin itu harus terbukti dapat 'melindungi'. Efikasi harus dihasilkan (dalam) uji klinis fase 3, bukan hanya ada kenaikan antibodi saja, selain aman," cuit Pandu Riono lewat akun Twitter pribadinya, @drpriono1.

Sesuai saran dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), untuk mendapatkan persetujuan emergency use authorization (EUA) dari Badan POM, diharapkan efikasinya berada di atas 50 persen. Akan lebih baik jika di atas 90 persen, seperti vaksin dari Pfizer dan Moderna.

4. Cara penyimpanan vaksin Sinovac cenderung lebih mudah

(Foto: AFP)

Cara penyimpanan vaksin berbeda-beda. Melansir Fierce Pharma, AstraZeneca dapat disimpan di suhu lemari es normal dengan temperatur 2-8 derajat Celcius dan bertahan selama enam bulan. Sementara, vaksin dari Moderna membutuhkan suhu -20 derajat Celcius dan bertahan hingga enam bulan.

Bagaimana dengan Pfizer? Melansir BBC News, vaksin ini harus disimpan pada suhu -70 derajat Celcius. Pfizer membutuhkan penyimpanan khusus (cold-storage) yang dinilai tidak cocok untuk negara berkembang. Sebab, infrastrukturnya belum memadai dan tidak merata. Ini diungkapkan oleh Profesor Atta Ur Rahman yang bertugas di Gugus Tugas Sains dan Teknologi Pakistan.

Serupa dengan AstraZeneca, vaksin Sinovac bisa disimpan dan dikirim dalam suhu 2-8 derajat Celcius. Ini karena vaksin Sinovac terbuat dari virus yang tidak aktif. Di sisi lain, vaksin dengan teknologi mRNA membutuhkan ruang penyimpanan yang lebih dingin, seperti dijelaskan di laman Fortune.

Baca Juga: Good News! Hasil Uji Klinis Vaksin COVID-19 NIH-Moderna Menjanjikan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya