TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Terjangkit COVID-19, Kapan Anak Harus Dibawa ke Rumah Sakit?

Orang tua harus peka dengan tanda-tandanya

ilustrasi anak sakit (pexels.com/Gustavo Fring)

Per Februari 2022, kasus positif COVID-19 pada anak naik drastis hingga 300 persen, berdasarkan catatan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Tren peningkatan ini dipengaruhi oleh Omicron sebagai varian paling dominan di Indonesia.

Walau orang tua sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat, masih ada risiko anak terinfeksi COVID-19. Jadi, orang tua harus lebih waspada dalam mengamati gejala yang timbul supaya anak memperoleh penanganan yang cepat dan tepat.

Lantas, gejala seperti apa yang merupakan tanda bahwa anak harus segera dibawa ke rumah sakit? Ini dikupas tuntas dalam virtual media discussion yang diselenggarakan oleh RS Pondok Indah (RSPI) Group pada Kamis (10/3/2022).

Pembicara yang dihadirkan ialah Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, SpA(K), M.TropPaed, dokter spesialis anak konsultan penyakit infeksi dan tropis. Here we go!

1. Dari 208 juta kasus COVID-19, sebanyak 20 persen terjadi pada anak-anak dan orang di bawah usia 20 tahun

ilustrasi anak memakai masker (pixabay.com/educadormarcossv)

Berdasarkan data dari UNICEF yang dipaparkan oleh Prof. Hinky, dari 208 juta kasus COVID-19, sebanyak 20 persen di antaranya atau sekitar 41,2 juta kasus terjadi pada anak-anak dan orang di bawah usia 20 tahun. Ini adalah data dari 105 negara di seluruh dunia.

Dari 41,2 juta kasus, 64 persen terjadi pada kalangan usia 10–19 tahun dan 36 persen dialami anak usia 0–9 tahun. Bagaimana dengan kasus COVID-19 pada anak di Indonesia?

Perkembangan kasusnya luar biasa pesat. Dari yang awalnya hanya 676 kasus pada 24 Januari 2022, menjadi 2.775 kasus pada 31 Januari 2022. Bahkan, naik menjadi 7.190 kasus pada 7 Februari 2022!

Menurut Prof. Hinky, ada 1.090 pasien meninggal saat varian Omicron mendominasi di Indonesia dan 3 persen di antaranya (37 orang) adalah anak usia 1–5 tahun.

2. Gejala yang menonjol adalah pilek, sakit kepala, dan sakit tenggorokan

ilustrasi pilek (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Berbeda varian, berbeda pula gejalanya. Menurut Prof. Hinky, gejala terbanyak varian sebelumnya adalah kelelahan, sakit kepala, anosmia (kehilangan indra penciuman dan pengecapan), dan sakit tenggorokan.

Sementara itu, gejala terbanyak varian Omicron adalah pilek, sakit kepala, kelelahan, bersin, sakit tenggorokan, hidung tersumbat, sakit ketika menelan, meler, dan batuk. Ini adalah bukti bahwa Omicron cenderung menyerang saluran pernapasan atas.

"Virus mulai merambah ke usia anak dan lebih pintar lagi untuk menempel dan menyebabkan lebih banyak anak yang terkena," jelasnya, menanggapi banyaknya anak-anak yang terpapar COVID-19 belakangan ini.

Baca Juga: COVID-19 Varian Omicron vs Delta, Mana yang Lebih Parah?

3. Apa tanda bahaya yang perlu dikenali orang tua?

ilustrasi anak sakit (pexels.com/cottonbro)

Orang tua perlu mengenali tanda bahaya COVID-19 pada anak supaya bisa segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan. Prof. Hinky menjabarkan beberapa tanda bahaya yang dimaksud, seperti:

  • Muncul ruam.
  • Kejang.
  • Kuduk kaku.
  • Lengan dan kaki dingin.
  • Pucat serta kebiruan pada kulit, bibir, dan kuku.
  • Silau terhadap cahaya.
  • Menangis lemah.
  • Mengantuk dan sulit untuk dibangunkan.
  • Gelisah dan kebingungan.
  • Terjadi penurunan kesadaran.
  • Sesak dan kesulitan bernapas.
  • Tidak mau menyusu.
  • Tidak bereaksi.
  • Tidak mau makan dan minum.
  • Tidak mau beraktivitas seperti biasa.
  • Tanda dehidrasi (mulut kering, tidak ada air mata, dan buang air kecil berkurang).

Menurut Prof. Hinky, jika terdapat tanda-tanda seperti yang telah disebutkan, maka harus segera dibawa ke rumah sakit. Yang paling ditakutkan adalah sindrom inflamasi multisistem pada anak-anak (MIS-C). Apakah itu?

4. MIS-C adalah kondisi yang serius, tetapi bisa disembuhkan

ilustrasi anak sakit (pixabay.com/sasint)

MIS-C mungkin masih terdengar asing di telinga kita. Ini adalah suatu kondisi di mana berbagai organ tubuh meradang, di antaranya jantung, paru, otak, ginjal, kulit, mata, dan saluran cerna.

Prof. Hinky mengatakan bahwa banyak anak dengan MIS-C pernah terpapar COVID-19 sebelumnya atau pernah kontak dengan penderita COVID-19. Jangan diremehkan karena MIS-C sifatnya serius, bahkan bisa menyebabkan kematian. Akan tetapi, sebagian besar kasus dapat sembuh dengan pengobatan.

Seperti apa gejala MIS-C? Umumnya adalah:

  • Demam berkepanjangan.
  • Nyeri lambung.
  • Mata kemerahan.
  • Diare.
  • Pusing.
  • Ruam.
  • Muntah.

Selain MIS-C, anak yang pernah terinfeksi COVID-19 memiliki risiko terkena long COVID yang gejalanya menetap setidaknya 12 minggu setelah tes swab pertama. Gejalanya berdampak pada kegiatan sehari-hari serta bisa hilang-timbul dan berulang.

Baca Juga: Mutasi Virus Meningkatkan Risiko Reinfeksi COVID-19

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya