TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Diabetes Insipidus: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan

Apa bedanya dengan diabetes melitus?

Diabetes insipidus membuat penderitanya sering haus. (pexels.com/Kampus Production)

Mendengar kata "diabetes", pasti pikiran kita mengacu pada suatu kondisi yang berkaitan dengan hormon insulin dan kadar gula darah yang tinggi atau diabetes melitus. Namun, ada kondisi berbeda dengan nama yang mirip, yaitu diabetes insipidus. Kondisi apa ini?

Diabetes insipidus termasuk kondisi langka, memengaruhi sekitar 1 dari 25.000 orang. Kondisi ini membuat seseorang selalu merasa haus dan sering buang air kecil. Nah, berikut beberapa hal tentang diabetes insipidus yang penting untuk kamu ketahui.

1. Apa itu diabetes insipidus?

Diabetes insipidus sebabkan sering buang air kecil. (freepik.com/Jcomp)

Dilansir Mayo Clinic, diabetes insipidus merupakan kelainan yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh. Ketidakseimbangan tersebut akan membuat seseorang merasa sangat haus, bahkan saat sudah minum. Selain itu, volume urine yang dikeluarkan juga banyak.

Diabetes insipidus termasuk kondisi yang cukup langka. Jika tidak diatasi, penyakit ini bisa menimbulkan komplikasi seperti dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit tubuh.

Menurut keterangan dari National Health Service (NHS), pada kondisi ini, tubuh akan kesulitan untuk mempertahankan cukup cairan meskipun sudah cukup minum. Ini dapat menyebabkan dehidrasi.

Diabetes insipidus juga bisa menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Elektrolit merupakan mineral dalam tubuh, contohnya natrium, kalium, kalsium dan lainnya. Jika tubuh kehilangan terlalu banyak air, konsentrasi elektrolit bisa naik.

Baca Juga: Sama Bahayanya, Ini Perbedaan Diabetes Tipe 1 dan Diabetes Tipe 2

2. Gejala

Diabetes insipidus menyebabkan rasa haus berlebihan. (pexels.com/Daria Shevtsova)

Beberapa gejala yang bisa dialami penderita diabetes insipidus seperti:

  • Rasa haus yang berlebihan
  • Menghasilkan urine dalam jumlah yang banyak
  • Sering terbangun pada malam hari untuk buang air kecil
  • Ingin minum air dingin

Pada kondisi yang serius, penderita bisa mengeluarkan urine hingga 19 liter per hari jika minum banyak cairan. Padahal, orang dewasa yang sehat biasanya buang air kecil rata-rata sebanyak 1-2 liter per hari.

Pada bayi dan anak-anak, gejala yang bisa ditunjukkan meliputi:

  • Mengompol
  • Sulit tidur
  • Rewel
  • Demam
  • Muntah
  • Pertumbuhan lebih lambat
  • Penurunan berat badan

3. Diabetes insipidus berbeda dengan diabetes melitus

ilustrasi diabetes melitus (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Memiliki nama yang hampir sama, diabetes insipidus dan diabetes melitus merupakan dua kondisi yang berbeda. Adapun persamaan dari kedua kondisi tersebut yaitu sama-sama membuat penderitanya merasa haus dan sering buang air kecil.

Mengutip laman Diabetes.co.uk, diabetes melitus terjadi karena resistansi insulin ataupun pankreas tidak memproduksi cukup insulin yang mengakibatkan kadar gula darah tinggi.

Di sisi lain, diabetes insipidus menyebabkan pengidapnya sering buang air kecil karena ginjal memproduksi urine dalam jumlah yang banyak. Hal ini disebabkan oleh adanya masalah hormon antidiuretik atau vasopresin.

4. Penyebab

ilustrasi penyebab diabetes insipidus (freepik.com/Jcomp)

Penyebab diabetes insipidus berkaitan dengan masalah pada hormon antidiuretik atau vasopresin. Dikutip dari NHS, vasopresin memiliki peran dalam pengaturan jumlah cairan di dalam tubuh.

Hormon tersebut diproduksi oleh hipotalamus di otak. Vasopressin dari hipotalamus akan disimpan di kelenjar pituitari sampai dibutuhkan.

Kelenjar pituitari akan mengeluarkan vasopresin ketika jumlah cairan dalam tubuh terlalu rendah. Hal ini membantu dalam mempertahankan cairan tubuh dengan mengurangi jumlah cairan yang terbuang melalui ginjal dalam bentuk urine.

Pada diabetes insipidus, produksi vasopresin berkurang atau ginjal tidak merespons vasopresin dengan baik. Kondisi ini memungkinkan ginjal memproduksi terlalu banyak urine dan mengeluarkan banyak cairan. Inilah kenapa pengidapnya akan merasa sering haus dan lebih banyak minum air untuk mengimbangi jumlah cairan yang hilang.

5. Jenis diabetes insipidus

ilustrasi ibu hamil (pexels.com/Negative Space)

Dirangkum dari beberapa sumber, ada beberapa jenis diabetes insipidus berdasarkan penyebabnya, yaitu:

  • Diabetes insipidus sentral. Diabetes insipidus tipe ini disebabkan oleh kerusakan pada kelenjar pituitari atau hipotalamus, sehingga memengaruhi produksi, penyimpanan, dan pelepasan vasopresin. Kondisi tersebut bisa terjadi akibat tumor, operasi, cedera kepala, atau penyakit tertentu.

  • Diabetes insipidus nefrogenik. Pada jenis yang satu ini, diabetes insipidus terjadi karena adanya kelainan pada tubulus ginjal. Kelainan ini membuat ginjal tidak bisa merespons vasopresin dengan baik. Keadaan ini bisa dipicu oleh kelainan genetik, penyakit ginjal kronis, atau konsumsi obat-obatan tertentu, seperti litium.

  • Diabetes insipidus gestasional. Kondisi ini terbilang cukup langka dan biasanya dialami oleh ibu hamil. Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya selama masa kehamilan ketika enzim yang dihasilkan oleh plasenta merusak vasopresin sang ibu.

  • Polidipsia primer atau diabetes insipidus dipsogenik. Polidipsia primer membuat seseorang merasa sangat haus dan minum terlalu banyak cairan. Hal ini bisa terjadi karena kerusakan mekanisme yang mengatur rasa haus pada hipotalamus. Selain itu, polidipsia primer juga kerap dikaitkan dengan gangguan mental tertentu, seperti skizofrenia.

6. Diagnosis

ilustrasi pemindaian MRI (netdoctor.co.uk)

Tes yang digunakan untuk mendiagnosis diabetes insipidus meliputi:

  • Water deprivation test. Pasien akan diminta untuk minum selama beberapa jam. Untuk mencegah dehidrasi saat cairan dibatasi, hormon antidiuretik memungkinkan ginjal untuk mengurangi jumlah cairan yang hilang dalam urine. Saat cairan dibatasi, dokter akan mengukur perubahan berat badan, keluaran urine, serta konsentrasi urine dan darah. Dokter mungkin juga mengukur kadar hormon antidiuretik dalam darah atau memberi pasien hormon antidiuretik sintetis selama tes ini. Ini akan menentukan apakah tubuh memproduksi hormon tersebut dalam jumlah yang cukup, dan apakah ginjal bisa merespons hormon antidiuretik seperti yang diharapkan.

  • MRI. Tes non-invasif ini dapat mencari kelainan di atau dekat kelenjar pituitari. MRI menggunakan medan magnet yang kuat dan gelombang radio untuk membangun gambaran rinci dari jaringan otak.

  • Skrining genetik. Jika orang lain dalam keluarga memiliki masalah dengan buang air kecil yang berlebihan, dokter mungkin menyarankan skrining genetik. 

Baca Juga: Memahami Kadar Gula Darah Normal Tubuh untuk Ketahui Diabetes

Verified Writer

Rifa

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya