ilustrasi ADHD (pexels.com/Tara Winstead)
Sumber yang sama mengutarakan bahwa para ilmuwan belum mengidentifikasi penyebab ADHD secara spesifik. Meski demikian, seseorang yang orangtua atau saudara kandungnya menderita ADHD memiliki risiko lebih tinggi mengalami hal serupa.
Penjelasan tersebut berdasarkan pada penelitian yang dipublikasi pada European Neuropsychopharmacology. Walau begitu, tidak semua orang menunjukkan gejala ADHD meski memiliki keluarga dengan kondisi ini, melansir Medical News Today.
Sementara itu, penelitian dalam Molecular Psychiatry yang melakukan studi pada anak kembar menunjukkan bahwa tidak pernah ada heritabilitas 100 persen pada kasus ADHD. Artinya, lingkungan sekitar juga memengaruhi kemungkinan seseorang mengalami ADHD.
Nah, terkait bagaimana gen dapat meningkatkan risiko ADHD belum diketahaui pasti kejelasannya. Namun, peneliti mengungkap bahwa banyak gen yang mereka temukan berperan dalam fungsi otak atau neurotransmitter. Sebut saja norepinefrin dan dopamin yang berkaitan dengan pemikiran, perhatian, pembelajaran, dan motivasi.
Psycom menyebutkan bahwa rendahnya tingkat neurotransmitter dopamin merupakan ciri ADHD. Selain itu, gen kemungkinan besar berpengaruh dalam pembentukan jaringan kecil di otak yang digunakan untuk melatih fokus. Termasuk prefrontal dan ganglia basal.
Meski demikian, lingkungan dapat menjadi penyebab ADHD. Sumber yang sama juga menjelaskan bahwa kelahiran prematur, berat badan kurang, paparan timah, cedera otak traumatis pada masa kecil, hingga fetal alcohol syndrome dapat memicu kondisi serupa.