5 Penyakit yang Dapat Menyerang Pelaku Seks Bebas, Hati-Hati!

Selain infeksi menular seksual, apa lagi?

Di era modern, seks bebas bukan lagi hal tabu. Padahal, seks bebas justru bisa menempatkan kamu pada risiko infeksi menular seksual (IMS) hingga kanker serviks.

Menurut catatan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 1 juta kasus IMS diperoleh setiap hari di dunia, dan sebagian besar tidak menunjukkan gejala.

Meskipun penggunaan kondom dinilai cukup efektif untuk mencegah IMS dan kehamilan, tetapi beberapa faktor bisa menurunkan efektivitas kondom. Ini termasuk kondisi kondom yang rusak, kedaluwarsa, dipakai lebih dari satu kali, tidak memasang kondom dengan benar, hingga bahan kondom yang kurang memadai. Misalnya seperti bahan kondom yang bukan terbuat dari lateks atau kondom poliuretan.

Kondom poliuretan merupakan alternatif bagi orang yang sensitif terhadap kondom lateks. Namun, kondom non-lateks tidak sefleksibel kondom lateks.

Menurut studi dalam jurnal Obstetrics Gynecology tahun 2003, kondom poliuretan lebih rentan selip dan mengalami kerusakan daripada kondom lateks. Namun, jika memang alergi kondom lateks, kondom poliuretan bisa dipakai dengan memberikan pelumas untuk mengurangi gesekan sehingga mengurangi risiko kerusakan.

Selain itu, kondom kemungkinan tidak bisa mencegah beberapa IMS yang ditularkan melalui kontak kulit ke kulit, yaitu seperti HPV dan herpes kelamin.

Nah, berikut ini ulasan beberapa penyakit yang sering menyerang pelaku seks bebas. Check it out!

1. HIV/AIDS

5 Penyakit yang Dapat Menyerang Pelaku Seks Bebas, Hati-Hati!ilustrasi obat HIV (pexels.com/cottonbro studio)

Acquired immnune deficiency syndrome (AIDS) merupakan salah satu jenis IMS.

Perlu diketahui bahwa IMS adalah infeksi yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak seksual, baik seks vaginal, oral, atau anal. Namun, terkadang IMS bisa menyebar melalui kontak fisik intim lainnya, misalnya herpes dan HPV dapat disebarkan melalui kontak kulit ke kulit.

AIDS terjadi karena infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Begitu kamu terkena HIV, maka virus akan tetap berada di dalam tubuh seumur hidup.

Saat terinfeksi HIV, virus ini menyerang dan melemahkan sistem kekebalan tubuh. Ketika sistem kekebalan tubuh melemah, kamu berisiko terkena infeksi dan kanker yang mengancam nyawa, mengutip MedlinePlus.

Dilansir Urology Care Foundation, virus dibawa melalui cairan vagina, air mani, cairan pra-mani (pre-cum), cairan dubur, darah, dan air susu ibu yang membawa virus.

Melakukan seks anal atau vaginal tanpa kondom bisa meningkatkan risiko tertular HIV. Selain itu, punya banyak pasangan seks, memiliki IMS lainnya, memiliki pasangan seksual dengan HIV yang tidak minum obat HIV, serta menggunakan narkoba dan berbagi jarum suntik juga meningkatkan risiko tertular HIV.  

Selain itu, seorang ibu yang terinfeksi bisa menularkan virus kepada bayinya selama kehamilan, persalinan, dan menyusui.

Beberapa orang yang terinfeksi HIV kemungkinan tidak memiliki gejala, sementara beberapa lainnya merasa seperti mengalami flu berat untuk waktu yang lama.

Virus bisa tidak diketahui selama bertahun-tahun. Oleh sebab itu, jika kamu merasa telah melakukan kontak dengan orang yang memiliki HIV, segera lakukan tes. Jika hasilnya positif, antiretroviral tersedia untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan orang dengan HIV.

2. Klamidia

5 Penyakit yang Dapat Menyerang Pelaku Seks Bebas, Hati-Hati!ilustrasi ingin buang air kecil (freepik.com/jcomp)

Klamidia merupakan IMS yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. IMS ini ditularkan melalui keputihan atau air mani melalui kontak kelamin atau seks oral, vagina, atau anal tanpa kondom. Seks tanpa kondom atau metode penghalang lainnya dan seks oral tanpa metode penghalang adalah penularan utama klamidia.

Penetrasi tidak harus terjadi untuk menularkannya. Menyentuh alat kelamin juga bisa menularkan bakteri. Selain itu, bayi yang baru lahir bisa mendapat klamidia dari ibunya selama kelahiran. Klamidia juga bisa terjadi pada orang yang pernah mengalami IMS ini sebelumnya dan berhasil mengobatinya.

Klamidia dilaporkan lebih sering dialami perempuan. Tingkat infeksi tertinggi terjadi pada perempuan yang lebih muda antara 15 dan 24 tahun.

Center for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan agar perempuan yang aktif secara seksual yang berusia 25 tahun ke bawah dan yang berusia di atas 25 tahun dengan faktor risiko klamidia untuk melakukan skrining setiap tahunnya.

Secara statistik, seseorang lebih mungkin untuk terkena IMS jika pernah berhubungan seks dengan lebih dari satu orang. Faktor risiko lainnya yaitu riwayat IMS sebelumnya atau sedang mengalami infeksi karena hal ini bisa menurunkan resistansi. Selain itu, memiliki pasangan seksual yang berhubungan seks dengan orang lain juga bisa meningkatkan risiko klamidia.

Klamidia merupakan "silent infection" karena kebanyakan penderitanya tidak memiliki gejala apa pun. Jika muncul gejala, ini bisa berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Banyak pria tidak memperhatikan gejala klamidia. Bahkan, banyak laki-laki yang tidak memiliki gejala sama sekali. Inilah gejala klamidia yang paling umum pada laki-laki:

  • Sensasi terbakar ketika buang air kecil.
  • Cairan kuning atau hijau dari penis.
  • Nyeri di perut bagian bawah.
  • Nyeri pada testis.

Selain itu, dimungkinkan juga laki-laki mendapatkan infeksi klamidia di anus. Dalam kondisi ini, gejala utamanya yaitu nyeri dan pendarahan di area anus.

Melakukan seks oral dengan seseorang yang memiliki infeksi meningkatkan risiko terkena klamidia di tenggorokan. Gejalanya yaitu sakit tenggorokan, batuk, atau demam. Kemungkinan seseorang membawa bakteri di tenggorokan tanpa mengetahuinya.

Pada perempuan, inilah beberapa gejala klamidia yang paling umum:

  • Hubungan seksual yang menyakitkan (dispareunia).
  • Keputihan.
  • Sensasi terbakar ketika buang air kecil.
  • Nyeri di perut bagian bawah.
  • Radang serviks (servisitis).
  • Pendarahan di antara periode haid.

Pada beberapa perempuan, infeksi bisa menyebar ke saluran tuba, yang mengakibatkan penyakit radang panggul. Radang panggul merupakan keadaan darurat medis. Gejalanya meliputi demam, nyeri panggul yang parah, mual, dan pendarahan vagina abnormal di antara periode.

Klamidia juga bisa menginfeksi rektum dan kemungkinan perempuan tidak mengalami gejala. Namun, jika infeksi benar-benar terjadi, maka gejala yang mungkin muncul di antaranya nyeri dubur, keluarnya cairan, dan pendarahan.

Klamidia bisa diobati dengan antibiotik. Azitromisin merupakan antibiotik yang biasanya diresepkan dalam dosis tunggal yang besar. 

Jika tidak diobati, klamidia pada perempuan bisa menyebabkan radang panggul, yang mana infeksinya dapat merusak rahim, leher rahim, dan ovarium. Klamidia yang dibiarkan juga bisa menyebabkan infertilitas.

Laki-laki juga bisa mengalami kompikasi kalau klamidia tidak diobati, misalnya uretritis dan epididimitis. Infeksi juga bisa menyebar ke kelenjar prostat, mengakibatkan demam, hubungan seksual yang menyakitkan, dan sensasi tidak nyaman di punggung bawah.

Baca Juga: Apa yang Terjadi Kalau Tidak Pipis setelah Berhubungan Seks?

3. Gonore

5 Penyakit yang Dapat Menyerang Pelaku Seks Bebas, Hati-Hati!ilustrasi mengalami sakit perut (freepik.com/benzoix)

Gonore adalah IMS yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Penyakit ini bisa mengakibatkan infeksi pada alat kelamin, rektum, dan tenggorokan. Penyakit ini sering menyerang individu yang berusia 15 hingga 24 tahun. Kamu bisa mendapatkannya dari seks vaginal, oral, atau anal tanpa kondom dengan orang yang memiliki penyakit ini.

Orang dengan gonore kemungkinan tidak selalu memiliki gejala. Namun, walaupun tanpa gejala namun penderitanya masih bisa menularkan penyakit. Menurut Planned  Parenthood, seseorang lebih mungkin memperhatikan gejala gonore pada pagi hari.

Gejala pada laki-laki muncul dalam 2 hingga 30 hari sesudah terpapar gonore. Meskipun demikian, mungkin perlu beberapa minggu hingga gejala muncul atau mungkin tidak  sama sekali. Gejala gonore pada pria dapat meliputi:

  • Rasa terbakar atau nyeri ketika buang air kecil (gejala pertama yang biasa diperhatikan).
  • Frekuensi atau urgensi buang air kecil yang lebih besar.
  • Cairan atau tetesan seperti nanah dari penis (kotoran bisa berwarna kuning, putih, krem atau kehijauan).
  • Perubahan warna dan pembengkakan pada pembukaan testis.
  • Pembengkakan atau nyeri testis.
  • Gatal dan nyeri di anus.
  • Nyeri ketika buang air besar.

Kebanyakan perempuan dengan gonore tidak memiliki gejala apa pun. Bahkan ketika memiliki gejala, sering kali gejalanya ringan dan dapat disalahartikan sebagai infeksi kandung kemih atau infeksi vagina. Gejala gonore pada perempuan dapat meliputi:

  • Sensasi menyakitkan atau terbakar saat buang air kecil.
  • Peningkatan keputihan.
  • Pendarahan vagina di antara periode haid.

Gonore juga bisa memengaruhi mulut dan tenggorokan. Gejala gonore oral meliputi sakit tenggorokan yang menetap, peradangan dan kemerahan di tenggorokan, dan pembengkakan di kelenjar getah bening di leher. Demam juga bisa terjadi.

Gonore bisa diobati dengan antibiotik. Kalau tidak diobati, gonore bisa menyebabkan masalah kesehatan yang serius dan permanen. 

Pada perempuan, gonore yang tidak diobati dapat menyebabkan penyakit radang panggul, yang mana ini bisa menyebabkan komplikasi sebagai berikut:

  • Pembentukan jaringan parut yang menyumbat saluran tuba.
  • Kehamilan ektopik.
  • Infertilitas.
  • Nyeri panggul/perut jangka panjang.

Pada laki-laki, gonore dapat menyebabkan kondisi yang menyakitkan pada saluran yang menempel pada testis, yang dalam kasus yang jarang dapat menyebabkan kemandulan.

Jarang, gonore yang tidak diobati juga dapat menyebar ke darah atau persendian. Kondisi ini bisa mengancam jiwa.

4. Hepatitis B

5 Penyakit yang Dapat Menyerang Pelaku Seks Bebas, Hati-Hati!ilustrasi mengalami kelelahan (freepik.com/jcomp)

Hepatitis B merupakan jenis IMS yang menyerang hati, menyebabkan infeksi. Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). Kontak darah, air mani, dan cairan tubuh ketika berhubungan seks tanpa kondom bisa menyebarkan virus. Banyak orang terlahir dengan penyakit ini dari ibu mereka yang sebelumnya telah terinfeksi.

Virus juga bisa menyebar dengan mudah melalui jarum suntik yang terkontaminasi dengan darah yang terinfeksi. Hepatitis B tidak menyebar melalui ciuman, makanan atau air, batuk atau bersin, peralatan makan, atau sentuhan.

Dilansir WebMD, hepatitis B sering menyerang individu usia antara 20 dan 49 tahun. Sekitar 90 persen bayi dan 25–50 persen anak usia 1–5 tahun akan terinfeksi secara kronis. Pada orang dewasa, sekitar 95 persen pulih sepenuhnya dan tidak akan mengalami infeksi kronis.

Infeksi hepatitis B jangka pendek (akut) tidak selalu menimbulkan gejala. Misalnya, anak-anak di bawah usia 5 tahun jarang mengalami gejala jika mereka terinfeksi. Jika memiliki gejala, ini kemungkinan termasuk:

  • Penyakit kuning.
  • Feses berwarna terang.
  • Demam.
  • Kelelahan.
  • Masalah perut seperti kehilangan nafsu makan, mual, dan muntah.
  • Sakit perut.
  • Nyeri sendi.

Gejala kemungkinan tidak muncul hingga 1 sampai 6 bulan sesudah tertular virus. Penderita hepatitis B kemungkinan tidak merasakan apa pun. Sekitar sepertiga penderita hepatitis B tidak memiliki gejala. Mereka mengetahuinya melalui tes darah. Selain itu, gejala infeksi hepatitis B kronis juga tidak selalu muncul. Jika muncul, gejala mungkin seperti infeksi jangka pendek (akut).

Dokter akan memberikan pengobatan berdasarkan status infeksi. Kalau kamu yakin baru terpapar HBV, dokter mungkin merekomendasikan perawatan profilaksis untuk membantu mencegah infeksi. Ini meliputi vaksinasi hepatitis B dan hepatitis B imunoglobulin (HBIG).

Pada hepatitis B akut, pengobatan tidak dibutuhkan karena akan hilang dengan sendirinya. Namun, jika gejalanya parah, dokter mungkin memantau komplikasi dan menawarkan perawatan suportif seperti pemberian infus cairan dan gizi serta penghilang rasa sakit.

Pengobatan hepatitis B kronis yang tersedia yaitu obat modulator imun atau interferon, obat antivirus oral. Prognosis untuk pasien dengan hepatitis B akut biasanya baik. Setelah sembuh dari infeksi akut, seseorang tidak akan mendapatkannya lagi di kemudian hari.

Namun, jika seseorang tidak bisa mengatasinya selama fase akut, maka ia akan mengembangkan infeksi kronis yang berlangsung seumur hidup dan tidak bisa disembuhkan. Akan tetapi, hepatitis B kronis bisa ditangani dengan pengobatan.

Salah satu cara terbaik untuk terhindar dari hepatitis B adalah dengan mendapatkan vaksinasi. Jika belum divaksinasi, lakukan praktik seks yang aman dan hindari semua pemicunya dan pertimbangkan untuk segera mendapatkannya.

5. Kanker serviks

5 Penyakit yang Dapat Menyerang Pelaku Seks Bebas, Hati-Hati!ilustrasi kanker serviks (pexels.com/Anna Tarazevich)

Kanker serviks adalah jenis kanker yang terjadi pada sel-sel leher rahim, bagian bawah rahim yang terhubung ke vagina. Tidak jelas apa yang menyebabkan kanker serviks, tetapi yang pasti HPV berperan. HPV sangat umum, dan kebanyakan orang dengan virus tidak pernah mengembangkan kanker. Ini berarti faktor lain, seperti lingkungan atau pilihan gaya hidup, juga menentukan apakah kamu akan terkena kanker serviks.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker serviks antara lain: memiliki banyak pasangan seks, aktivitas seks pada usia dini, memiliki IMS (seperti klamidia, gonore, sifilis, serta HIV/AIDS), sistem kekebalan tubuh yang lemah, merokok, dan paparan obat pencegah kesuburan (diethylstilbestrol).

Dilansir Mayo Clinic, kanker serviks stadium awal umumnya tidak menunjukkan tanda atau gejala. Tanda dan gejala kanker serviks stadium lanjut meliputi:

  • Pendarahan vagina setelah hubungan seksual, antara periode haid atau setelah menopause.
  • Keputihan encer dan berdarah yang mungkin berat dan berbau busuk.
  • Nyeri panggul atau nyeri saat berhubungan intim.

Pengobatan untuk kanker serviks meliputi kemoterapi, terapi radiasi, operasi, imunoterapi, terapi yang ditargetkan, dan perawatan suportif.

Kanker serviks adalah salah satu kanker yang paling mematikan. Menurut data dari Global Cancer Observatory (Globocan), di Indonesia terdapat sekitar 36.633 kasus baru dan 21.003 kematian terkait kanker serviks pada tahun 2020. Angka ini menunjukkan bahwa terdapat sekitar 50 kasus kanker serviks terdeteksi setiap harinya dengan lebih dari dua kematian setiap jamnya.

Untuk mencegah kanker serviks, segera dapatkan vaksinasi HPV dan rutin Pap smear yang bisa dimulai pada usia 21 tahun. Pap smear bisa mendeteksi kondisi prakanker, sehingga bisa dipantau atau diobati untuk mencegah kanker serviks.

Selain itu, lakukan hubungan seks aman dengan menggunakan kondom dan membatasi jumlah pasangan seksual. Sebaiknya tidak lebih dari 1 dan pastikan ia tidak memiliki IMS dan tidak memiliki pasangan seks lain. Setialah pada satu pasangan.

Itulah beberapa penyakit yang dapat menyerang pelaku seks bebas. Cara terbaik untuk terhindar dari penyakit-penyakit tersebut adalah dengan menghindari perilaku tersebut, apalagi dengan banyak pasangan seksual. Apabila kamu merasa berisiko, segera konsultasi dengan dokter.

Baca Juga: Studi: Aktivitas Seksual Bisa Picu Serangan Asma

Eliza Ustman Photo Verified Writer Eliza Ustman

'Menulislah dengan hati, maka kamu akan mendapatkan apresiasi yang lebih berarti'

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya