Misophonia: Gejala, Penyebab, dan Perawatan

Saat suara tertentu terdengar sangat menjengkelkan

Secara harfiah misophonia atau misofonia berarti membenci suara. Misophonia atau sindrom sensitivitas suara selektif (selective sound sensitivity syndrome) adalah kondisi yang ditandai dengan kepekaan berlebih terhadap suara tertentu di sekitar. Individu dengan kondisi ini cenderung menunjukkan gelagat seperti sifat lekas marah atau jengkel ketika mendengar suara pemicu.

Misophonia tampaknya belum banyak dikaji para ahli. Meskipun demikian, kondisi ini sebetulnya sudah teridentifikasi sejak tahun 2000-an dan kesadaran akan gangguan ini diketahui meningkat. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini ulasan seputar penyebab, gejala, dan perawatan misophonia.

1. Gejala

Misophonia: Gejala, Penyebab, dan Perawatanilustrasi misophonia (pexels.com/Ivan Samkov)

Ciri utama misophonia adalah reaksi ekstrem, seperti kemarahan atau agresi terhadap orang yang mengeluarkan suara tertentu, mengutip Medical News Today.

Sekuat apa reaksi dan bagaimana seseorang dengan kondisi tersebut meresponsnya sangat bervariasi. Beberapa orang mungkin merasa terganggu atau lekas marah, sementara yang lain bisa menjadi sangat marah.

Baik laki-laki maupun perempuan dapat mengembangkan misophonia pada usia berapa pun, meskipun gejala biasanya mulai muncul pada akhir masa kanak-anak atau awal masa remaja.

Bagi banyak orang, episode pertama misophonia dipicu oleh satu suara tertentu, tetapi suara tambahan dapat menimbulkan respons seiring waktu. Penderitanya menyadari bahwa reaksi mereka terhadap suara tertentu berlebihan, dan intensitas perasaan mereka bisa membuat mereka berpikir bahwa mereka kehilangan kendali.

Studi telah mengidentifikasi reaksi berikut sebagai gejala misophonia:

  • Kekesalan yang berubah menjadi kemarahan.
  • Rasa jijik berubah menjadi marah.
  • Menjadi agresif secara verbal kepada orang yang membuat kebisingan.
  • Menjadi agresif secara fisik dengan objek karena kebisingan.
  • Secara fisik menyerang orang yang membuat kebisingan.
  • Mengambil tindakan mengelak di sekitar orang yang membuat suara pemicu.

Beberapa orang dengan kepekaan suara semacam ini mungkin mulai meniru suara-suara yang memicu reaksi marah dan agresif mereka.

Memikirkan tentang menghadapi suara yang memicu misophonia dapat membuat orang dengan kondisi tersebut merasa stres dan tidak nyaman. Secara umum, mereka mungkin memiliki lebih banyak gejala kecemasan, depresi, dan neurosis daripada yang lain.

Selain respons emosional, penelitian telah menemukan bahwa individu dengan misophonia umumnya mengalami sejumlah reaksi fisik, termasuk:

  • Tekanan ke seluruh tubuh, terutama dada.
  • Otot mengencang.
  • Peningkatan tekanan darah.
  • Detak jantung lebih cepat.
  • Peningkatan suhu tubuh.

Laporan berjudul "Misophonia: Diagnostic Criteria for a New Psychiatric Disorder" dalam jurnal PLOS ONE tahun 2013 menemukan bahwa 52,4 persen partisipan dengan misophonia juga bisa didiagnosis dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif (OCPD).

2. Kaitannya dengan respons tubuh

Misophonia: Gejala, Penyebab, dan Perawatanilustrasi perempuan sedang mengembangkan gejala misophonia (pexels.com/Liza Summer)

Studi dalam jurnal Frontiers in Human Neuroscience tahun 2013 menunjukkan, orang dengan misophonia dapat mengalami peningkatan detak jantung, tekanan darah, bahkan suhu tubuh.

Respons tersebut merupakan mekanisme tubuh untuk bersiap menghadapi stimulus yang dirasa mengancam. Belum jelas alasannya mengapa pengidap misophonia menunjukkan respons tersebut, tetapi para ahli percaya bahwa hal ini merupakan unsur ketidaksengajaan.

Sementara studi yang lebih baru dalam jurnal Frontiers in Psychology tahun 2018 mengaitkan reaksi pengidap misophonia dengan autonomic atau respons stres akut. Ini juga memiliki pola kemiripan dengan respons fight or flight. Adapun karakteristik tubuh yang sedang mengembangkan respons stres akut di antaranya:

  • Otot menegang.
  • Pupil mata membesar.
  • Pelepasan hormon adrenalin dan norepinerfrin.
  • Laju pernapasan dan detak jantung meningkat.
  • Penyempitan pembuluh darah.
  • Peningkatan kewaspadaan.

Baca Juga: Ileus Paralitik: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

3. Penyebab

Misophonia: Gejala, Penyebab, dan Perawatanilustrasi anak sedang dinasehati oleh orang tuanya (pexels.com/Monstera)

Penyebab pasti misophonia belum diketahui hingga saat ini. Namun, beberapa faktor mulai dari genetika hingga masalah kesehatan mental telah dikaitkan dengan peningkatan risikonya. Ini melibatkan beberapa kondisi, di antaranya:

  • Genetika: Anak yang terlahir dari keluarga dengan riwayat misophonia lebih mungkin mengembangkan kondisi tersebut di kemudian hari.
  • Ketidakseimbangan kimiawi otak: Menurut studi dalam jurnal Current Biology, individu dengan misophonia mungkin memiliki sambungan selular yang lebih tinggi antara insula anterior, amigdala, dan korteks area pendengaran.
  • Tinitus: Misophonia lebih sering terjadi pada orang yang sebelumnya pernah mengalami tinitus atau telinga berdenging.
  • Kondisi mental tertentu: Studi dalam jurnal PLOS ONE menjelaskan bahwa individu dengan OCPD, gangguan kecemasan, dan sindrom Tourette lebih rentan mengalami misophonia.

4. Perawatan

Misophonia: Gejala, Penyebab, dan Perawatanilustrasi sesi terapi dengan ahli psikologi (pexels.com/cottonbro)

Perawatan akan tergantung pada penyebab yang melatarbelakanginya. Beberapa bentuk perawatan guna membantu mengelola kondisi ini meliputi:

  • Terapi perilaku kognitif (CBT): Melibatkan tenaga profesional di bidangnya untuk membantu mengelola pola pikir terkait asosiasi suara pemicu yang memunculkan gejala. Bukti ilmiah yang termaktub dalam Journal of Affective Disorders menunjukkan, hampir 50 persen partisipan dengan misophonia yang mendapatkan perawatan CBT mengalami penurunan gejala yang cukup signifikan.
  • Terapi pelatihan ulang tinitus (TRT): Pendekatan perawatan ini melibatkan pemakaian alat untuk menghasilkan suara yang mengalihkan perhatian. Terapi ini dapat membantu pengidap mengabaikan suara-suara yang dirasa mengganggu. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan teknik relaksasi untuk meminimalkan respons stres otomatis.
  • Konsumsi obat-obatan tertentu: Obat yang diresepkan dokter berkaitan dengan kondisi yang terjadi bersamaan dengan misophonia, misalnya depresi atau gangguan kecemasan.

5. Cara mengatasi misophonia

Misophonia: Gejala, Penyebab, dan Perawatanilustrasi perempuan sedang memejamkan mata untuk fokus (pexels.com/Engin Akyurt)

Terdapat beberapa strategi koping untuk meminimalkan dampak negatif misophonia. Pilihan strategi tersebut mencakup:

  • Menggunakan penyuara telinga ketika berada dalam situasi yang memicu suara-suara mengganggu.
  • Menggunakan mesin white noise untuk membantu mengatasi gejala.
  • Menyalakan televisi atau musik untuk mengalihkan suara latar belakang.
  • Mempraktikkan teknik manajemen stres yang positif, misalnya dengan meditasi.
  • Menetapkan perencanaan terkait tindakan yang harus dilakukan saat suara-suara tersebut mulai mengganggu, misalnya dengan izin meninggalkan ruangan atau mempraktikkan teknik pengaturan napas.

Misophonia adalah bentuk gangguan yang menyebabkan penderitanya merasa terganggu dengan suara-suara orang sekitar. Mereka bisa menunjukkan gejala negatif berupa kemarahan, agresivitas, dan perasaan jengkel. Tidak jarang juga mereka memilih untuk menghindari situasi keramaian untuk menghindari respons berlebih dari kondisi tersebut.

Penting untuk dipahami bahwa penelitian yang secara spesifik mengkaji tentang misophonia sifatnya masih terbatas. Sebagian besar kajian pun berasal dari studi kasus dalam lingkup kecil. Dengan demikian, masih diperlukan lagi studi-studi lanjutan untuk menguak fakta lain kondisi ini.

Baca Juga: Esotropia: Gejala, Jenis, Penyebab, dan Pengobatan

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya