Penyakit Autoimun: Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnya

Lebih banyak menyerang perempuan

Sistem kekebalan yang sehat melindungi tubuh dari penyakit dan infeksi. Namun, jika mengalami malafungsi, maka sistem kekebalan tubuh akan secara keliru menyerang sel, jaringan, dan organ yang sehat. Ini disebut sebagai penyakit autoimun, yang dapat menyerang bagian tubuh mana pun, melemahkan fungsi tubuh, dan bahkan bisa mengancam jiwa.

Para ilmuwan mengetahui lebih dari 80 penyakit autoimun. Beberapa di antaranya sudah diketahui, seperti diabetes tipe 1, multiple sclerosis, lupus, dan artritis reumatoid, sementara yang lainnya jarang dan sulit didiagnosis. Dengan penyakit autoimun yang tidak umum, seseorang bisa menderita selama bertahun-tahun sebelum mendapatkan diagnosis yang tepat. Sebagian besar dari penyakit autoimun belum ada obatnya. Beberapa perlu pengobatan seumur hidup untuk meringankan gejala.

Sebuah studi berbasis populasi baru terhadap 22 juta orang menunjukkan bahwa gangguan autoimun kini memengaruhi sekitar 1 dari 10 orang, dengan perempuan lebih terkena dampaknya dibandingkan laki-laki (The Lancet, 2023).

1. Penyebab dan faktor risiko

Ada sejumlah faktor yang diduga mendasari berkembangnya penyakit autoimun serta faktor yang berhubungan dengan peningkatan risiko. Kemungkinan penyebab penyakit autoimun dan/atau kekambuhannya (Journal of Internal Medicine, 2015) meliputi:

  • Penyakit infeksius: Autoimunitas diperkirakan terjadi ketika komponen virus atau bakteri menyerupai protein dalam tubuh, atau karena infeksi yang "meningkatkan" sistem kekebalan tubuh. Beberapa mikroorganisme spesifik yang terkait dengan penyakit autoimun termasuk virus Epstein-Barr (EBV), cytomegalovirus (CMV), dan bakteri Streptococcus grup A.
  • Faktor lingkungan: Kurangnya sinar matahari, kekurangan vitamin D, paparan bahan kimia, dan faktor lingkungan lainnya telah dikaitkan dengan berbagai jenis penyakit autoimun. Sejumlah penelitian juga mengaitkan penyakit autoimun dengan lingkungan yang terlalu steril. “Hipotesis kebersihan” adalah teori yang menyatakan bahwa orang yang terpapar antigen dalam jumlah lebih sedikit cenderung memiliki respons imun yang tidak berfungsi dan terlalu aktif (Clinical & Experimental Immunology, 2010).
  • Gaya hidup: Merokok tampaknya meningkatkan risiko tiga kali lipat terkena artritis reumatoid dan juga dikaitkan dengan kondisi autoimun lainnya seperti penyakit Graves dan multiple sclerosis. Obesitas dianggap sebagai kondisi pro inflamasi yang mungkin berperan sebagai faktor risiko. Pola makan Barat (tinggi lemak, gula, protein, dan garam) juga diduga mendorong berkembangnya penyakit autoimun.
  • Bakteri usus: Makin banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara keseimbangan bakteri di saluran pencernaan (flora usus) dan sejumlah kondisi kesehatan, termasuk penyakit autoimun, dilansir National Institutes of Health.
  • Genetika: Beberapa penyakit autoimun tampaknya diturunkan dalam keluarga dengan tingkat yang berbeda-beda, dengan penelitian yang sedang berlangsung untuk mengamati gen tertentu.

Faktor penyakit autoimun risiko bervariasi tergantung pada kondisi tertentu, tetapi ini dapat meliputi:

  • Jenis kelamin: Banyak kondisi autoimun yang lebih umum terjadi pada perempuan. Selain itu, faktor hormonal dapat berperan dalam timbulnya sebagian besar kondisi ini.
  • Usia: Banyak kondisi autoimun yang pertama kali muncul pada masa subur.
  • Berat badan: Beberapa kondisi autoimun lebih sering terjadi pada orang yang kelebihan berat badan, sementara kondisi lain lebih sering terjadi pada orang yang memiliki riwayat gangguan makan (Autoimmunity Reviews, 2014).
  • Etnis: Kondisi penyakit berbeda-beda, diabetes tipe 1 lebih umum terjadi pada orang kulit putih, dan kondisi autoimun parah lebih umum terjadi pada perempuan kulit hitam, Hispanik, dan penduduk asli Amerika sebagai contoh.
  • Geografi: Beberapa penyakit autoimun seperti multiple sclerosis, penyakit radang usus, dan diabetes tipe 1 lebih umum terjadi di wilayah lintang utara, di mana kurangnya sinar matahari dapat menyebabkan kekurangan vitamin D.
  • Merokok: Penggunaan tembakau dikaitkan dengan peningkatan risiko berbagai kondisi ini.
  • Pengobatan: Beberapa obat dapat meningkatkan risiko kondisi tertentu, seperti pada kasus procainamide dan lupus.

2. Jenis

Penyakit Autoimun: Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnyailustrasi psoriasis vulgaris atau psoriasis plak (vecteezy.com/Werayuth Piriyapornprapa)

Penyakit autoimun dapat menyerang satu organ atau banyak organ. Setiap penyakit ditandai dengan antibodi unik yang mendeteksi dan menargetkan protein spesifik pada sel yang disebut antigen. Beberapa antigen ini berada pada satu organ (menyebabkan penyakit autoimun spesifik organ), sementara antigen lainnya terdapat pada banyak organ (menyebabkan penyakit autoimun sistemik atau umum).

Berikut ini beberapa contohnya.

Penyakit autoimun spesifik organ

Beberapa penyakit autoimun spesifik organ yang umum meliputi:

  • Penyakit tiroid autoimun

Autoantibodi dapat mengakibatkan kerusakan jaringan tiroid dan hipotiroidisme, seperti pada tiroiditis Hashimoto, atau pada rangsangan jaringan tiroid dan hipertiroidisme, seperti pada penyakit Graves. Dengan kedua kondisi ini, gejala dapat berkembang dengan cepat atau secara perlahan. Penyakit tiroid autoimun sangat umum dan dianggap kurang terdiagnosis, dilansir National Institute of Environmental Health Sciences.

Sebaliknya, hipertiroidisme sering kali menyebabkan rasa gugup, cemas, berkeringat, dan intoleransi terhadap panas, dan dapat diobati dengan obat antitiroid, pembedahan, atau terapi yodium radioaktif untuk menghancurkan kelenjar tersebut.

  • Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 terjadi ketika autoantibodi menghancurkan sel beta di pankreas yang bertanggung jawab untuk memproduksi insulin. Kondisi ini sering muncul pada masa kanak-kanak atau dewasa muda. Gejalanya bisa berupa rasa haus, peningkatan buang air kecil, dan bila parah koma diabetes, menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases.

Diabetes tipe 1 diobati dengan penggantian insulin seumur hidup, dan pemantauan yang cermat diperlukan untuk menghindari komplikasi seperti gagal ginjal, retinopati, dan penyakit jantung.

  • Psoriasis

Psoriasis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru mengirimkan sinyal ke sel-sel kulit untuk tumbuh terlalu cepat. Ada beberapa bentuk psoriasis, yang paling umum adalah psoriasis plak, ditandai dengan bercak merah yang menonjol (sering kali terasa gatal) yang disebut plak, dan paling sering terjadi pada lutut, punggung bawah, kulit kepala, dan siku.

Pilihan pengobatan untuk psoriasis bergantung pada jenis dan tingkat keparahannya. Bagi orang dengan psoriasis, penting untuk melakukan skrining terhadap kondisi autoimun terkait yang disebut artritis psoriasis.

  • Multiple sclerosis

Multiple sclerosis (MS) adalah suatu kondisi saat autoantibodi menyerang selubung lemak (mielin) yang menutupi saraf dan diperlukan agar saraf dapat bekerja dengan baik.

Penyakit ini dapat memiliki banyak gejala yang berbeda tergantung area tertentu dari sistem saraf yang terkena, tetapi bisa mencakup masalah penglihatan, gangguan sensoris seperti mati rasa dan kesemutan, masalah kandung kemih, kelemahan, kehilangan koordinasi, gemetar, dan lain-lain.

  • Sindrom Guillain-Barré 

Sindrom Guillain-Barré (GBS) adalah suatu kondisi saat autoantibodi menyerang sel pendukung yang melapisi saraf. Sindrom ini sering terjadi setelah infeksi virus (jarang, terjadi setelah vaksinasi flu), dan diperkirakan bahwa bagian dari organisme yang menularkan penyakit tersebut menyerupai bagian dari sistem saraf. Sindrom Miller Fisher adalah salah satu subtipe GBS.

GBS sering diawali dengan kelemahan dan perubahan sensasi pada kaki dan tangan. Ketika kondisi ini meningkat ke seluruh tubuh, kondisi ini dapat mengancam jiwa tanpa perawatan medis yang segera.

 

Penyakit autoimun sistemik

Penyakit autoimun sistemik dapat menimbulkan banyak masalah berbeda, karena dampaknya dapat dirasakan di seluruh tubuh. Contohnya termasuk:

  • Lupus eritematosis sistemik

Lupus eritematosus sistemik (lupus) merupakan penyakit autoimun yang menyerang banyak organ dan mempunyai dampak luas. Gejalanya bisa termasuk nyeri sendi, ruam kulit, masalah ginjal, radang paru-paru dan/atau jantung, anemia, peningkatan pembekuan (trombosis), masalah memori, dan banyak lagi.

Perawatan mencakup perubahan gaya hidup dan obat-obatan seperti kortikosteroid, obat antimalaria, dan obat imunosupresif.

  • Artritis reumatoid

Artritis reumatoid ditandai dengan nyeri, bengkak, dan kerusakan sendi. Kerusakan pada artritis reumatoid disebabkan oleh peradangan dan gejalanya lebih parah dibanding osteoartritis.

Tanpa pengobatan dini dan agresif, kelainan bentuk sendi bisa terjadi. Sendi yang sama biasanya terkena pada kedua sisi tubuh, dan sendi kecil pada tangan dan kaki sering terkena. Selain peradangan sendi (sinovitis), orang dengan artritis reumatoid mungkin mengalami benjolan di bawah kulit (nodul subkutan), efusi pleura, radang selaput jantung (perikarditis), dan banyak lagi.

  • Penyakit radang usus

Penyakit radang usus (IBD), yang meliputi penyakit Crohn dan kolitis ulseratif, mengacu pada peradangan kronis pada saluran pencernaan. Meskipun penyakit Crohn dapat menyebabkan peradangan dari mulut hingga anus, tetapi peradangan pada kolitis ulseratif hanya menyerang usus besar dan rektum. Gejalanya bisa meliputi diare, sakit perut, tinja berdarah, penurunan berat badan, dan kelelahan.

Perawatan sering mencakup kombinasi obat-obatan dan pembedahan, serta pemantauan yang cermat karena kedua kondisi tersebut dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker usus besar.

  • Sindrom Sjögren

Pada sindrom Sjögren, autoantibodi menyerang kelenjar yang memproduksi air mata dan air liur. Hal ini menyebabkan mata kering, mulut kering, dan konsekuensi terkait seperti kerusakan gigi, hilangnya indra perasa, dan banyak lagi. Nyeri sendi dan gejala lainnya juga dapat terjadi.

Sekitar setengah dari pasien SJS, sindrom ini terjadi sendiri. Namun, kondisi ini berkaitan dengan kondisi autoimun lainnya seperti lupus, artritis reumatoid, atau skleroderma.

  • Sindrom antifosfolipid

Sindrom antifosfolipid merupakan kondisi autoimun umum yang melibatkan autoantibodi terhadap protein tertentu dalam darah, mengakibatkan pembekuan tidak normal. Penyakit ini pertama kali didiagnosis pada perempuan sebagai penyebab seringnya keguguran atau kelahiran prematur, atau ketika pembekuan darah dan/atau memar terjadi tanpa penyebab yang jelas (British Journal of Haematology, 2012).

Pembentukan bekuan darah juga dapat menyebabkan serangan jantung (bila terjadi di pembuluh darah jantung) atau stroke (bila bekuan terjadi di otak).

Baca Juga: Super Langka, 7 Penyakit Ini Cuma Diderita oleh Sedikit Orang di Dunia

3. Gejala

Dijelaskan dalam laman Healthline, penyakit autoimun yang berbeda bisa memiliki gejala awal yang serupa. Ini dapat mencakup:

  • Kelelahan.
  • Pusing atau merasa akan pingsan.
  • Demam ringan.
  • Nyeri otot.
  • Pembengkakan.
  • Kesulitan berkonsentrasi.
  • Mati rasa dan kesemutan di tangan dan kaki.
  • Rambut rontok.
  • Ruam kulit.

Pada beberapa penyakit autoimun, termasuk psoriasis atau artritis reumatoid, gejalanya bisa datang dan pergi. Suatu periode gejala disebut flare up. Masa ketika gejala hilang disebut remisi.

Penyakit autoimun individu juga dapat memiliki gejala uniknya sendiri tergantung pada sistem tubuh yang terkena. Misalnya, dalam kasus diabetes tipe 1, seseorang mungkin mengalami rasa haus yang ekstrem dan penurunan berat badan. IBD dapat menyebabkan kembung dan diare.

Baca Juga: 7 Rekomendasi Diet untuk Pasien Penyakit Autoimun

4. Diagnosis

Penyakit Autoimun: Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnyailustrasi konsultasi dokter (freepik.com/tirachardz)

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan memeriksa gejala. Mengutip dari MedlinePlus, tes yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis gangguan autoimun meliputi:

  • Tes antibodi antinuklir (ANA).
  • Tes autoantibodi.
  • Hitung darah lengkap dengan diferensial sel darah putih.
  • Panel metabolik yang komprehensif.
  • Protein C-reaktif (CRP).
  • Laju endap darah.
  • Urinalisis.

5. Pengobatan

Meskipun belum ada obat untuk penyakit autoimun, tetapi ada banyak jenis pengobatan yang membantu mengontrol respons sistem kekebalan dan mengatasi gejala.

Perawatan untuk penyakit autoimun berbeda-beda tergantung penyakitnya. Untuk sebagian besar kondisi ini, perjalanan penyakitnya tidak dapat diprediksi, dan pengobatannya mungkin perlu diubah seiring berjalannya waktu.

Secara umum, pengobatan dianggap terdiri dari:

  • Mengelola gejala: Misalnya, obat antiinflamasi nonsteroid untuk mengendalikan nyeri sendi.
  • Penggantian hormon: Untuk kondisi seperti diabetes tipe 1 atau hipotiroidisme autoimun, diberikan insulin atau hormon tiroid.
  • Mengontrol peradangan: Obat-obatan seperti kortikosteroid dan penghambat faktor nekrosis tumor (obat biologis) diperlukan untuk mengendalikan peradangan yang berhubungan dengan banyak kondisi autoimun.
  • Mencegah komplikasi: Pengendalian gula darah yang cermat diperlukan pada pasien diabetes tipe 1 untuk mengurangi komplikasi, sedangkan pengobatan dini dan agresif diperlukan pada artritis reumatoid untuk mencegah kelainan bentuk sendi.

Dalam beberapa kasus, penyakit autoimun mungkin dapat disembuhkan, tetapi bagi sebagian besar, remisi atau pengendalian penyakit adalah tujuan utamanya.

6. Pencegahan

Penyakit Autoimun: Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnyailustrasi jogging (freepik.com/pressfoto)

Penyakit autoimun mungkin tidak dapat dicegah. Namun, beberapa ahli menyarankan beberapa langkah ini:

  • Rutin olahraga.
  • Menjauhi rokok.
  • Menghindari racun.
  • Makan makanan yang sehat.
  • Membatasi makanan olahan.

7. Komplikasi yang dapat terjadi

Komplikasi tergantung pada penyakitnya. Obat-obatan yang digunakan untuk menekan sistem kekebalan tubuh dapat menyebabkan efek samping yang parah, seperti risiko infeksi yang lebih tinggi.

8. Hidup dengan penyakit autoimun

Penyakit Autoimun: Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnyailustrasi pola makan sehat bergizi seimbang (pexels.com/Ba Tik)

Sebagian besar kondisi autoimun adalah penyakit yang bisa kambuh. Sulit untuk memprediksi kapan akan merasa sehat dan kapan tidak. Selain itu, banyak orang dengan kelainan ini tampak sehat secara fisik, terkadang menyebabkan kurangnya pengertian dan dukungan dari teman dan orang sekitar.

Meskipun demikian, ada banyak hal yang dapat dilakukan sendiri oleh pasien penyakit autoimun untuk mengatasi rasa frustrasi dan gejala sehari-hari dengan lebih baik:

  • Makan makanan sehat: Bagi orang dengan diabetes, memantau pola makan sangat penting. Bagi orang dengan penyakit autoimun, pola makan yang meningkatkan bakteri usus yang sehat mungkin bisa membantu.
  • Praktikkan sleep hygiene yang baik: Istirahat cukup setiap malam. Usahakan untuk bangun dan tidur pada waktu yang sama setiap hari.
  • Olahraga: Olahraga ringan hingga sedang penting bagi kebanyakan orang. Namun, penting juga untuk tidak memaksakan diri dan tahu kapan harus berhenti.
  • Praktikkan manajemen stres: Manajemen stres sangat membantu saat menghadapi kondisi medis apa pun.
  • Ketahui pemicu: Pada beberapa kondisi, ada pemicu yang berhubungan dengan kambuhnya penyakit. Penting untuk mengidentifikasi dan menghindarinya.

Siapa pun yang menghadapi kondisi medis serius perlu dukungan, tetapi hal ini lebih berlaku lagi bagi mereka yang hidup dengan "penyakit yang tidak terlihat". Support group dapat membantu karena mereka memberikan kesempatan untuk terhubung dengan orang lain yang juga menghadapi kondisi serupa.

Hidup dengan penyakit autoimun bisa menantang. Penyakit seperti lupus, artritis reumatoid, dan MS sifatnya kompleks dan serius. Walaupun tidak ada obatnya, tetapi banyak gejala yang bisa diobati dan pasien kadang mengalami remisi. Tetap bekerja sama dengan dokter untuk mengelola penyakit.

Jika merasa memiliki penyakit autoimun, temui dokter sesegera mungkin untuk diagnosis dan pengobatan.

Baca Juga: 7 Gejala Penyakit Autoimun yang Paling Umum, Penting Diketahui!

Topik:

  • Izza Namira
  • Bayu D. Wicaksono
  • Nurulia
  • Bayu Nur Seto

Berita Terkini Lainnya