Menyoroti Childhood Trauma dan Dampaknya pada Kesehatan

Semua anak berhak untuk tumbuh dengan bahagia

Peristiwa traumatis pada masa kecil memang tidak selalu menimbulkan luka fisik, tetapi ini bisa menyisakan luka emosional.

Studi dalam American Journal of Preventive Medicine menemukan bahwa ternyata tidak hanya efek psikologis, anak yang mengalami trauma pada masa kecil memiliki risiko kesehatan serius.

Trauma yang dialami oleh anak bisa berasal dari mengalami atau menyaksikan kekerasan, pengabaian dan penelantaran, perundungan atau bullying, bencana alam, kecelakaan, dan berbagai jenis disfungsi dalam lingkungan keluarga.

Tidak semua anak mengalami efek jangka panjang dari childhood trauma, tetapi ini tergantung seberapa parah tingkat trauma yang dialami. Namun, tetap saja tidak menutup kemungkinan anak tersebut mengembangkan risiko penyakit serius pada kemudian hari. Apa saja penyakit yang mungkin berpotensi mengintai penyintas childhood trauma? Yuk, kita belajar bersama!

1. Fibromialgia

Menyoroti Childhood Trauma dan Dampaknya pada Kesehatanilustrasi gejala pagi pada pasien fibromialgia (pexels.com/Karolina Grabowska)

Saat anak mengalami trauma, mereka bisa mengalami tekanan emosional yang berkepanjangan atau berulang kali. Anak akan menghadapi situasi yang menakutkan atau menyebabkan ketegangan setiap hari yang menyebabkan mereka mengalami stres kronis.

Penelitian dalam jurnal Clinical and experimental rheumatology terhadap penyintas Holocaust menemukan adanya indikasi hubungan antara stres parah dan perkembangan fibromialgia.

Penyintas Holocaust telah mengalami stres yang luar biasa selama masa kecil dan masa dewasa awal mereka. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan fibromialgia dalam jangka waktu yang panjang.

Ketika mengalami trauma masa kecil, seperti yang dialami oleh korban Holocaust, tekanan dan ketegangan yang berkepanjangan bisa menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Tubuh mungkin merasa tidak nyaman dan tegang secara konstan, dan ini dapat mengganggu sistem saraf dan sistem kekebalan tubuh.

Respons sistem saraf yang terganggu dapat memengaruhi cara otak memproses dan merespons nyeri. Tubuh bisa menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri, sehingga bahkan rangsangan yang seharusnya tidak menimbulkan rasa sakit bisa terasa lebih menyakitkan.

Sebagai catatan, fibromialgia adalah kondisi kronis yang ditandai dengan nyeri muskuloskeletal (otot dan tulang), sehingga menyebabkan penderitanya merasa kesakitan di seluruh tubuh.

2. Kanker paru-paru

Menyoroti Childhood Trauma dan Dampaknya pada Kesehatanilustrasi kanker paru-paru (pexels.com/Anna Tarazevich)

Orang yang mengalami trauma masa kecil yang berkepanjangan cenderung mengandalkan cara yang kurang tidak tepat untuk menangani stres yang dialami. Mereka akan cenderung melakukan kebiasaan buruk seperti merokok.

Penelitian dalam jurnal BMC Public Health tahun 2010 menemukan bahwa makin tinggi skor stres akibat trauma yang dialami saat kecil, makin tinggi pula risiko terkena kanker paru-paru bahkan hingga tiga kali lipat.

Mekanisme koping stres yang tidak sehat diduga menjadi salah satu faktor penyebab, yang mana kebiasaan merokok terlalu awal kerap ditemui pada anak yang mengalami trauma masa kecil. Selain itu, inflamasi akibat terlalu seringnya terpapar stres berkepanjangan juga menjadi salah satu penyebab.

Studi neuroimaging menunjukkan bahwa childhood trauma memengaruhi wilayah otak (hipokampus, amigdala, dan korteks prefrontal), sirkuit seperti sistem aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA aksis) dan sistem norepinefrin yang mengatur respons terhadap stres.

Stres berkepanjangan akibat trauma masa kecil dapat berdampak buruk pada sumbu HPA dengan meningkatnya respons glukokortikoid terhadap stres, yang menyebabkan sensitisasi aktivitas faktor pelepas kortikotropin (CRF) pada sistem saraf pusat. Dan, gangguan dalam sinyal HPA dapat mempertahankan proses inflamasi menjadi lebih lama.

Inflamasi terjadi melalui pelepasan hormon glukokortikoid yang terganggu dan gangguan keseimbangan antara mekanisme pro dan antiinflamasi yang pada akhirnya berperan besar dalam proses pembentukan sel kanker.

Baca Juga: Tanoto Foundation Luncurkan Buku Stunting-pedia, Bisa Diunduh Gratis!

3. Penyakit hati

Menyoroti Childhood Trauma dan Dampaknya pada Kesehatanilustrasi penyakit hati (pixabay.com/mohamed Hassan)

Ketika seorang anak tumbuh dalam keadaan trauma, ini bisa berdampak negatif pada perkembangan otak serta kesejahteraan emosional dan sosial. Penelitian dalam jurnal Archives of Internal Medicine tahun 2003 menemukan bahwa anak yang tumbuh dengan trauma masa kecil akan lebih tertarik untuk mengobati rasa sakitnya menggunakan cara yang tidak tepat, seperti merokok, penyalahgunaan alkohol, penyalahgunaan obat-obatan, dan memiliki perilaku seksual berisiko tinggi.

Aktivitas tidak sehat tersebut meningkatkan risiko terjadinya gangguan pada organ hati. Saat seseorang mengonsumsi alkohol atau obat-obatan secara berlebihan, hati menjadi terbebani.

Hati bertanggung jawab untuk memetabolisme dan membersihkan zat-zat berbahaya dari tubuh. Akan tetapi, ketika terus-menerus mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan, hati harus bekerja lebih keras dan lebih lama untuk membersihkan tubuh dari racun-racun ini.

Lama-kelamaan, hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati dan akhirnya dapat menyebabkan penyakit hati. Penting untuk diingat bahwa tidak semua orang yang mengalami trauma masa kecil akan mengembangkan penyakit hati, karena penyakit ini juga tak lepas dari gaya hidup yang buruk.

Namun, tidak ada salahnya untuk mencari bantuan profesional jika merasa childhood trauma yang dialami dirasa sudah mengganggu dan berpotensi merugikan kesehatan fisik dan mental.

4. Diabetes

Menyoroti Childhood Trauma dan Dampaknya pada Kesehatanilustrasi diabetes (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Saat anak mengalami trauma masa kecil, itu dapat mengubah perkembangan reaksi stres dan inflamasi melalui sistem HPA aksis. Ini memengaruhi respons metabolik dan inflamasi seseorang dalam menghadapi stres dari waktu ke waktu.

Studi dalam Journal of Global Health menemukan bahwa ketika anak mengalami kondisi traumatis dalam waktu yang lama, sistem HPA yang tidak teratur menghasilkan kadar glukokortikoid dan katekolamin. Ini dapat mengakibatkan resistansi insulin dan inflamasi yang dapat berakibat buruk untuk metabolisme gula dalam tubuh.

Selain itu faktor psikologis seperti depresi dan gangguan stres pasca trauma (PTSD) juga turut menjadi salah satu alasan mengapa anak yang mengalami peristiwa traumatis lebih rentan mengembangkan diabetes. Mekanisme koping stres yang tidak baik memengaruhi perkembangan individu tersebut dalam mengembangkan diabetes.

5. Penyakit autoimun

Menyoroti Childhood Trauma dan Dampaknya pada KesehatanIlustrasi childhood trauma (Pexels.com/Mikhail Nilov)

Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi ketika antibodi tubuh justru menyerang sel sehat pada organ dan jaringan tubuh. Penyakit ini bisa saja muncul pada usia muda dan mencapai puncaknya pada umur 30-an hingga 60-an.

Peristiwa traumatis yang dialami anak pada awal masa kehidupan mereka meningkatkan risiko mereka mengalami penyakit autoimun di kemudian hari. Studi dalam jurnal Psychosomatic Medicine tahun 2009 menemukan bahwa stresor seperti trauma psikologis dapat menyebabkan HPA aksis melepaskan hormon pelepas kortikoid (CRH), yang menghasilkan peningkatan kadar kortikosteroid sistemik, seperti glukokortikoid.

Ketika mengalami stres akut, tubuh merespons dengan meningkatkan peradangan. Ini terjadi melalui zat-zat kimia yang disebut mediator fase akut, seperti IL-1, IL-6, dan CRP. Peradangan ini sebenarnya adalah respons normal tubuh untuk melawan infeksi atau cedera.

Penyintas childhood trauma memiliki peningkatan kadar CRP, jumlah sel darah putih, dan tanda-tanda penyakit autoimun bahkan setelah 20 tahun. Ini menunjukkan bahwa pengalaman traumatis dapat mengubah cara tubuh kita merespons dan meningkatkan peradangan dalam jangka panjang yang dapat menyebabkan penyakit autoimun.

Childhood trauma dapat memiliki dampak yang destruktif bagi hidup penyintasnya. Sebagai orang dewasa, kita bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang layak untuk setiap anak tumbuh dan berkembang. Kalau kamu menemui kasus kekerasan pada anak dalam bentuk apa pun, segera cari pertolongan.

Penting untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak buruk kekerasan dan peristiwa traumatis pada anak. Selain itu, diperlukan upaya untuk mencari solusi dan membantu penyintas childhood trauma untuk membentuk gaya hidup yang sehat.

Baca Juga: 6 Cara Mencegah ISPA pada Anak yang Wajib Diketahui Orang Tua

Masrurotul Hikmah Photo Verified Writer Masrurotul Hikmah

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya