Hempas Stigma Kusta dengan Informasi yang Benar

Stigma membuat kondisi pasien kusta makin drop

Setiap hari, kita menghadapi gempuran informasi yang tak berkesudahan, baik dari media sosial, media online, maupun media konvensional. Tidak semua informasi itu benar, terkadang ada yang dilebih-lebihkan atau bahkan menyesatkan atau bohong!

Salah satunya adalah tentang kusta, yang dianggap sebagai penyakit kutukan atau akibat dari perbuatan dosa. Padahal, kusta disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, KBR dan NLR Indonesia mengadakan media gathering bertema "Suara untuk Indonesia Bebas Kusta: Stigma dan Mental Wellbeing pada Kusta" pada Selasa (23/8/2022).

Beberapa pembicara yang dihadirkan ialah Paulan Aji, Communications Officer NLR Indonesia; Achmad Mutiul Alim, Praktisi Media; serta Nadhila Beladina dari Yayasan Satu Jalan Bersama. Simak, yuk!

1. Ini adalah penyakit menular kronis akibat bakteri Mycobacterium leprae

Kusta atau lepra merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Ini adalah bakteri berbentuk batang yang tahan terhadap asam.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), ada 127.558 kasus kusta baru yang terdeteksi secara global pada tahun 2020. Ini adalah data resmi dari 139 negara. Mirisnya, Indonesia adalah negara dengan kasus kusta terbesar ketiga di dunia.

2. Yang diserang bukan hanya kulit, tetapi juga organ lain

Penyakit kusta memengaruhi kulit, saraf tepi, mukosa saluran pernapasan atas, dan mata. Selain itu, juga menyerang saraf perifer, yaitu saraf di luar otak dan sumsum tulang belakang, mengutip WebMD.

Gejala utamanya adalah luka pada kulit, muncul benjolan, lesi atau borok, hingga hipopigmentasi makula (kondisi yang mengubah warna kulit menjadi lebih terang karena jumlah melanin yang rendah). Kusta bisa menyebabkan kerusakan progresif dan permanen jika tidak diobati.

3. Ditransmisikan lewat droplet ketika batuk atau bersin

Hempas Stigma Kusta dengan Informasi yang Benarilustrasi batuk (unsplash.com/Towfiqu barbhuiya)

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), orang yang sehat akan tertular jika menghirup droplet yang mengandung bakteri. Droplet tersebut keluar ketika pasien kusta batuk atau bersin.

Yang rentan tertular adalah orang yang kontak erat dalam waktu yang lama dengan pasien kusta. Kita tidak akan tertular kusta dari kontak kasual seperti duduk bersebelahan, berjabat tangan, atau berpelukan.

Bakteri Mycobacterium leprae berlipat ganda sangat lambat dan memiliki masa inkubasi yang sangat lama, rata-rata sekitar 5 tahun, sehingga sulit untuk mendeteksi sumber infeksi.

Baca Juga: Pertama Kali, Penyakit Kusta Terdeteksi pada Simpanse!

4. Beban pasien kusta menjadi lebih berat karena adanya stigma

Karena kurangnya pengetahuan, tidak sedikit yang menganggap kusta sebagai kutukan atau aib. Ini yang menyebabkan pasien kusta dijauhi oleh keluarganya sendiri. Bahkan, ada yang terpaksa tinggal di kandang!

"Mengapa ada stigma? Karena kurangnya informasi atau pengetahuan yang benar tentang kusta. Itu yang menimbulkan pikiran negatif," Paulan menjelaskan.

Divonis kusta sudah cukup berat dan membuat seseorang hancur. Apalagi jika ditambah stigma, membuat mental pasien makin down.

Media massa bisa membantu mengikis stigma kusta dengan meng-highlight sisi positifnya. Misalnya, mengisahkan perjuangan pasien kusta untuk bangkit, berdamai dengan kondisinya, dan menginspirasi orang lain. Jangan menceritakan kesengsaraan dan kehancurannya saja.

Selain itu, harus lebih berhati-hati dalam memilih foto, gambar, dan video. Hindari penyebutan "mantan penderita kusta" atau "pengidap kusta" karena akan melanggengkan stigma.

5. Kusta bisa disembuhkan

Hempas Stigma Kusta dengan Informasi yang Benarilustrasi obat-obatan (unsplash.com/Ksenia Yakovleva)

Berbanding terbalik dengan anggapan masyarakat, kusta sebenarnya bisa disembuhkan dengan terapi multidrug (MDT). Jika seseorang mengalami kusta paucibacillary, pasien perlu mengonsumsi dapson setiap hari dan rifampisin sebulan sekali.

Jika yang diidap adalah kusta multibacillary, maka mereka harus mengonsumsi klofazimin setiap hari bersamaan dengan dapson dan rifampisin. Obat-obatan tersebut telah disetujui dan direkomendasikan oleh WHO. Pengobatan kusta bersifat jangka panjang, antara 1–2 tahun, sehingga harus disiplin jika ingin sembuh.

Baca Juga: Indonesia Penyumbang Kasus Kusta Nomor 3 di Dunia  

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya