Petani dan Pekebun Rentan Terkena Leptospirosis

Apa langkah pencegahan yang harus dilakukan?

Akhir-akhir ini, terjadi peningkatan kasus leptospirosis di sejumlah daerah di Indonesia. Penyakit yang menghebohkan masyarakat ini disebabkan oleh bakteri Leptospira. Kita bisa terkena leptospirosis jika terpapar urine hewan yang terinfeksi.

Selain itu, kita juga bisa terinfeksi jika berkontak dengan tanah atau air yang terkontaminasi. Itulah mengapa, profesi tertentu seperti petani, pekebun, dan pembersih selokan lebih rentan terkena leptospirosis.

Menyikapi kenaikan kasus leptospirosis, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menghelat virtual media group interview pada Rabu (8/3/2023). Narasumber yang dihadirkan ialah Dr. dr. Muchlis Achsan Udji Sofro, SpPD, KPTI, MKM, FINASIM, yang merupakan Pengurus IDI Cabang Semarang. Berikut pemaparannya!

1. Kasus leptospirosis cenderung meningkat di musim hujan

Menurut Dr. Muchlis, kasus leptospirosis biasanya meningkat pada musim hujan, antara bulan November hingga Februari. Apalagi, jika terjadi banjir. Setelah itu, kasusnya cenderung turun, bahkan mendekati nol.

Berdasarkan studi dalam jurnal Emerging Infectious Diseases pada Februari 2020, risiko terkena leptospirosis yang memerlukan rawat inap lebih besar pada bulan-bulan dengan curah hujan tinggi.

2. Kalangan tertentu lebih rentan terkena leptospirosis

Petani dan Pekebun Rentan Terkena Leptospirosisilustrasi petani (pexels.com/Sorapong Chaipanya)

Dokter Muchlis mengatakan bahwa sebagian besar pasien leptospirosis adalah petani, disusul dengan pekebun, pembersih selokan, hingga personel militer. Kalangan lain yang rentan terkena leptospirosis adalah penambang, nelayan, dokter hewan, dan pekerja rumah potong hewan (RPH).

Mengapa mereka lebih berisiko? Ini karena pekerjaan mereka melibatkan kontak langsung dengan tanah, lumpur, atau air yang mungkin dikencingi tikus yang terinfeksi bakteri Leptospira.

3. Kebanyakan kasus leptospirosis terjadi pada orang dewasa berusia di atas 18 tahun

Berbicara mengenai rentang usia, Dr. Muchlis mengungkapkan bahwa kebanyakan kasus leptospirosis terjadi pada orang dewasa berusia di atas 18 tahun. Menurutnya, sejauh ini belum ada laporan kasus leptospirosis pada anak-anak.

Hal yang senada diutarakan oleh Louisiana Department of Health, yang mengatakan bahwa kasus leptospirosis paling sering terjadi pada kelompok usia 25-44 tahun.

Baca Juga: 7 Gejala Leptospirosis yang Perlu Kamu Ketahui

4. Yang meninggal rata-rata memiliki komorbid

Petani dan Pekebun Rentan Terkena Leptospirosisilustrasi diabetes (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Sebagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri, leptospirosis bisa diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau doksisiklin. Akan tetapi, mengapa sampai ada yang meninggal dunia? Menurut Dr. Muchlis, yang meninggal rata-rata memiliki komorbid atau penyakit penyerta yang sudah ada sebelumnya.

"Seperti diabetes melitus yang tidak terkontrol, hipertensi yang tidak terkendali, penyakit ginjal kronis, penyakit hati kronis, sedang menjalani kemoterapi, penyakit lupus, dan menggunakan obat penekan sistem imun dalam jangka panjang," jelasnya.

5. Cegah dengan meningkatkan kebersihan pribadi dan lingkungan

Menurut Dr. Muchlis, upaya pencegahan leptospirosis bisa dilakukan dengan meningkatkan kebersihan pribadi dan lingkungan. Seperti memakai sarung tangan atau sepatu bot saat beraktivitas di dekat air atau tanah yang mungkin terkontaminasi oleh urine tikus.

Selain itu, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), sumber air yang dicurigai terkontaminasi tidak boleh langsung diminum, tetapi harus direbus atau diolah secara kimiawi terlebih dahulu.

Baca Juga: 8 Cara Mencegah Infeksi Penyakit Leptospirosis, Waspada!

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya