Resistensi Antimikroba, Tantangan Global yang Perlu Segera Diatasi

Bisa membuat infeksi lebih sulit diobati

Resistansi atau resistensi antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) merujuk pada kondisi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit mengalami perubahan dan tidak lagi merespons obat-obatan. Kondisi ini membuat infeksi lebih sulit untuk diobati serta meningkatkan risiko penyebaran penyakit dan kematian.

Bukan hal sepele, pasalnya resistensi antimikroba adalah tantangan berskala global di bidang kesehatan, sehingga perlu ditekan penyebarannya. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan aksi nyata dan sinergi semua sektor.

Atas dasar itu, Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN) menyelenggarakan virtual media briefing "Meminimalisasi Risiko Resistensi Antimikroba pada Pasien Infeksi di ICU" pada Kamis (7/10/2021).

Narasumber yang dihadirkan adalah Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, SpA(K), M.TropPaed, Ketua Umum PERDALIN; dr. Anis Karuniawati, PhD, SpMK(K), Koordinator Bidang Organisasi PERDALIN; dan dr. Dini Arini, Senior Medical Affairs Manager Pfizer Indonesia. Simak, yuk!

1. Penggunaan antibiotik sembarangan bisa menyebabkan bakteri kebal

Resistensi Antimikroba, Tantangan Global yang Perlu Segera Diatasiilustrasi resistensi antibiotik (antibioticresearch.org.uk)

Dalam pemaparannya, Prof. Hinky mewanti-wanti agar antibiotik digunakan dengan bijak dan tidak sembarangan. Pasalnya, penggunaan antibiotik yang tidak tepat bisa membuat bakteri berubah menjadi kebal atau resistan.

Simpelnya, ketika kita menggunakan antibiotik, sebagian bakteri akan mati namun bakteri resistan bisa bertahan dan bahkan berkembang biak. Pemakaian antibiotik berlebihan akan memperbanyak bakteri resistan ini. Artinya, makin besar kemungkinan bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik!

"Antimicrobial resistance merupakan masalah kesehatan global yang sangat serius. Ini dapat terjadi karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Terdapat kekhawatiran tentang makin meningkatnya superbug yang resistan terhadap beberapa antimikroba sekaligus (multidrugs resistance atau MDR)," ujar Prof. Hinky.

Bagaimana cara penyebaran bakteri yang membawa sifat antimicrobial resistance? Menurut Prof. Hinky, penyebarannya bisa lewat infeksi, makanan, dan lingkungan. Ini bisa membuat pasien tidak responsif terhadap pengobatan. Yang paling rentan dan dirugikan adalah pasien yang dirawat di ICU.

2. Resistensi bakteri muncul lebih cepat dibandingkan penemuan agen antimikroba baru

Resistensi Antimikroba, Tantangan Global yang Perlu Segera Diatasiilustrasi antibiotik (pexels.com/Anna Shvets)

Mengapa kita perlu mengkhawatirkan masalah resistensi antimikroba? Sebab, munculnya resistensi bakteri jauh lebih cepat daripada penemuan agen antimikroba baru. Dijelaskan oleh Prof. Hinky, resistensi antimikroba menjadi masalah keamanan global karena bisa menyebabkan bahaya serius bagi kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.

Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) pada tahun 2013, resistensi terlihat pada hampir semua antibiotik yang telah dikembangkan. Contohnya adalah bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus koagulase negatif yang resistan terhadap methicillin. Kemudian, antibiotik vancomycin diperkenalkan pada tahun 1972 untuk mengatasinya.

Baca Juga: 7 Manfaat Antibiotik dalam Proses Pengobatan Penyakit

3. Penggunaan antibiotik berlebihan adalah penyebab resistensi

Resistensi Antimikroba, Tantangan Global yang Perlu Segera Diatasiilustrasi minum obat (sanfordhealth.org)

Berdasarkan riset yang diterbitkan dalam Pharmacy and Therapeutics di tahun 2015, krisis resistensi antibiotik dikaitkan dengan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan antibiotik. Situasi semakin sulit karena kurangnya pengembangan obat baru oleh industri farmasi.

Oleh karena itu, gunakan antibiotik hanya jika diresepkan oleh tenaga medis. Jangan meminta antibiotik jika dokter mengatakan kita tidak membutuhkannya, mengutip laman Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Tidak cuma untuk pasien, WHO juga memberi saran kepada tenaga medis untuk hanya meresepkan antibiotik bila dibutuhkan. Tenaga medis juga perlu menjelaskan kepada pasien tentang aturan minum antibiotik yang benar serta risiko resistensi antibiotik jika obat tersebut disalahgunakan.

Selain itu, WHO mendorong industri kesehatan untuk berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan antibiotik baru. Sektor agrikultur juga diingatkan agar tidak menggunakan antibiotik untuk meningkatkan pertumbuhan atau mencegah penyakit pada hewan yang sehat.

4. Untuk mengatasinya, diperlukan koordinasi dari berbagai sektor

Resistensi Antimikroba, Tantangan Global yang Perlu Segera Diatasiilustrasi pendekatan one health (researchgate.net)

Untuk menekan antimicrobial resistance, perlu dengan pendekatan One Health, yaitu melibatkan koordinasi berbagai sektor, termasuk pakar kesehatan manusia dan hewan, agrikultur, lingkungan, hingga finansial. Tanpa aksi nyata dan koordinasi seluruh sektor, dunia akan bergerak ke era pasca antibiotik, membuat infeksi sulit ditangani, dan menyebabkan kematian.

"Pemerintah dapat turut andil dalam melawan antimicrobial resistance dengan meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan penyebaran penyakit infeksi melalui higiene, sanitasi, dan vaksinasi. Serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, di antaranya menyediakan laboratorium mikrobiologi untuk mendukung diagnosis penyakit infeksi dan menentukan jenis antibiotik yang diperlukan," tegas dr. Anis.

Tak kalah penting, Rencana Aksi Nasional (RAN) AMR 2020-2024 diharapkan bisa dilaksanakan. Visi utama dalam RAN adalah terwujudnya Indonesia sehat dan bebas dari dampak resistensi antimikroba melalui pendekatan One Health, dr. Anis menambahkan.

Baca Juga: Hati-hati, 7 Bakteri Ini Bisa Menular lewat Toilet!

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya