Retensi Urine: Definisi, Penyebab, Gejala, dan Penanganan

Kandung kemih tidak sepenuhnya kosong setelah kencing

Masalah kandung kemih ada banyak macamnya. Salah satunya adalah retensi urine. Ini adalah kondisi saat kandung kemih tidak sepenuhnya kosong setelah buang air kecil. Tentu kondisi ini cukup mengganggu dan terasa tidak nyaman.

Ingin tahu serba-serbi seputar retensi urine, mulai dari definisi, penyebab, gejala, dan penanganan? Berikut kami rangkumkan untukmu!

1. Apa itu retensi urine?

Retensi Urine: Definisi, Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi retensi urine (multiplesclerosisnewstoday.com)

Mengutip Cleveland Clinic, retensi urine adalah kondisi ketika kandung kemih tidak kosong sepenuhnya setelah buang air kecil. Ini membuat seseorang merasa tidak nyaman karena rasanya seperti belum tuntas berkemih.

Retensi urine dibagi menjadi dua, yaitu akut (mendadak) dan kronis (jangka panjang). Sederhananya, akut berarti datang dengan cepat dan bisa menjadi parah. Sementara itu, kronis berarti diidap dalam jangka waktu yang lama (menahun) dan lebih sering dialami oleh laki-laki lanjut usia (lansia).

2. Berapa banyak orang yang mengalami kondisi ini?

Retensi Urine: Definisi, Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi lansia (pexels.com/Brett Sayles)

Berdasarkan data dari National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK), sekitar 1 dari 10 laki-laki berusia di atas 70 tahun dan hampir 1 dari 3 laki-laki berusia 80-an akan mengalami retensi urine akut.

Sementara itu, menurut buku berjudul Male Urinary Retention yang diterbitkan pada tahun 2020, retensi urine akut pada laki-laki paling sering terjadi akibat hiperplasia prostat jinak.

Retensi urine akut lebih jarang terjadi pada perempuan. Sekitar 3 dari 100.000 perempuan mengalami retensi urine akut setiap tahun. Di sisi lain, kondisi ini jarang terjadi pada anak-anak.

3. Penyebab

Retensi Urine: Definisi, Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi retensi urine pada laki-laki (pixabay.com/derneuemann)

Ada banyak penyebab retensi urine. Beberapa di antaranya adalah:

  • Penyumbatan yang memengaruhi cara urine meninggalkan tubuh.
  • Obat yang dikonsumsi untuk kondisi medis tertentu.
  • Masalah saraf yang mengganggu cara otak dan sistem saluran kemih berkomunikasi.
  • Komplikasi dan efek samping obat yang diberikan untuk prosedur pembedahan.
  • Infeksi dan pembengkakan yang mencegah urine keluar dari tubuh.

Namun, yang paling umum adalah adanya sesuatu yang menghalangi aliran urine antara kandung kemih dan uretra. Pada laki-laki, penyumbatan dapat terjadi ketika kelenjar prostat membesar dan menekan uretra.

Sementara itu, salah satu penyebab retensi urine pada perempuan ialah kandung kemih yang melorot (sistokel). Bisa juga karena rektokel, yaitu rektum melorot ke dinding belakang vagina.

Penyebab lainnya adalah striktur (penyempitan uretra karena jaringan parut) dan adanya batu pada saluran kemih yang menghalangi urine keluar dari tubuh. Keduanya bisa terjadi pada perempuan maupun laki-laki.

Baca Juga: Kenali Penyakit Urine Sirup Maple, Mengubah Kencing Jadi Berbau Manis!

4. Gejala

Retensi Urine: Definisi, Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi mengompol (womenshealthmag.com)

Gejala yang dirasakan bermacam-macam. Pada retensi urine kronis, beberapa orang memiliki aliran yang lemah atau justru ingin kencing, tetapi tidak bisa mengeluarkannya.

Ada pula yang merasa perlu buang air kecil lagi, padahal mereka baru saja melakukannya. Bahkan, ada yang mengalami kebocoran urine alias mengompol karena kandung kemih penuh.

Sementara pada retensi urine akut, ada yang hanya mengeluarkan urine dalam jumlah yang sangat kecil atau bahkan tidak bisa melakukannya sama sekali meski kandung kemihnya penuh. Jika ini terjadi, segera temui dokter sebelum makin parah!

5. Diagnosis

Retensi Urine: Definisi, Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi ultrasonografi (affiliatedurologists.com)

Untuk menegakkan diagnosis, seseorang perlu menjalani pemeriksaan seperti:

  • Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan: Dokter akan bertanya tentang gejala dan sudah berapa lama kita mengalaminya. Pemeriksaan perut bagian bawah dan dubur (untuk memeriksa ukuran prostat pada laki-laki) terkadang dilakukan untuk mencari tambahan petunjuk.
  • Ultrasonografi (USG) kandung kemih: Tes postvoid residual dan pemindaian kandung kemih (bladder scan) dilakukan untuk memeriksa jumlah urine yang tertinggal di kandung kemih setelah buang air kecil.
  • Sistoskopi: Merupakan tes di mana tabung tipis dengan kamera kecil di ujungnya dimasukkan ke dalam uretra supaya dokter bisa melihat gambar lapisan uretra dan kandung kemih. Selain itu, juga bisa menunjukkan penyumbatan yang disebabkan oleh batu, bekas luka uretra, pembesaran prostat, hingga tumor.
  • Tes elektromiografi (EMG): Menggunakan sensor untuk mengukur aktivitas listrik otot dan saraf di dalam atau di dekat kandung kemih dan sfingter (otot berbentuk cincin yang bisa membuka dan menutup) uretra. Tes ini dilakukan jika retensi urine dicurigai karena adanya masalah pada saraf.
  • Pengujian urodinamik: Menggunakan kateter untuk mencatat tekanan di dalam kandung kemih. Dengan tes ini, bisa diketahui seberapa baik kandung kemih mengosongkan isinya. Selain itu, kecepatan aliran urine juga bisa diukur.

6. Penanganan

Retensi Urine: Definisi, Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi pembedahan (pexels.com/Vidal Balielo Jr.)

Secara umum, perawatan retensi urine tergantung apakah pasien mengalami yang akut atau kronis, serta penyebabnya.

Jika akut, kateter dimasukkan ke dalam uretra untuk mengalirkan urine ke luar tubuh. Pada kasus kronis, pengobatan disesuaikan dengan penyebabnya. Misal, bila penyebabnya adalah pembesaran prostat, maka menggunakan obat untuk mengecilkan ukurannya. Bisa juga dengan prostatektomi, yakni pembedahan untuk mengangkat sebagian atau seluruh kelenjar prostat.

Untuk perempuan yang mengalami retensi urine ringan atau sedang, bisa diobati dengan latihan yang memperkuat otot dasar panggul. Bisa juga dengan memasang vaginal pessary, yaitu cincin untuk menopang kandung kemih.

Demikianlah informasi penting seputar rentensi urine. Apabila kamu merasa mengalami gejala-gejala yang mengarah pada kondisi ini, sebaiknya jangan menunda-nunda untuk periksa ke dokter, ya.

Baca Juga: Inkontinensia Urine atau Mengompol, Bisa Dialami Semua Usia

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya