12 Mitos seputar Diabetes Tipe 2 dan Insulin, Cek Faktanya!

Apa benar orang dengan diabetes selalu butuh insulin?

Tidak seperti diabetes tipe 1 yang butuh insulin untuk perawatan, orang dengan diabetes tipe 2 tidak selalu memerlukan insulin.

Namun, kalau kamu didiagnosis dengan diabetes tipe 2 dan baru diresepkan insulin oleh dokter, mungkin ini awalnya tampak menakutkan. Mengetahui informasi yang tepat bisa membantu meredakan kecemasan dan mencegah ancaman dari kesalahan informasi.

Yuk, ketahui beberapa mitos seputar diabetes tipe 2 dan insulin, cek faktanya di sini!

Mitos 1: Orang dengan diabetes selalu butuh insulin

Ini bisa benar, bisa juga salah. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), orang dengan diabetes tipe 1 memang butuh insulin. Namun, pada orang dengan diabetes tipe 2, insulin tidak selalu diperlukan.

Disebutkan dalam laman National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK), pada orang dewasa dengan diabetes, hanya 14 persen pasien menggunakan insulin, 13 persen menggunakan insulin dan obat diabetes oral, 57 persen hanya menggunakan obat diabetes oral, dan 16 persen mengontrol gula darah dengan diet dan olahraga saja.

Inti dari insulin adalah untuk mendapatkan gula darah, yang bisa berbahaya bagi tubuh dalam jumlah yang salah, ke tingkat yang aman.

Mitos 2: Insulin adalah tanda pengobatan diabetes sebelumnya telah gagal

Ini adalah mitos. Faktanya, dilansir Health, banyak orang yang berusaha keras untuk mengikuti diet, olahraga, dan menurunkan berat badan tetap masih butuh insulin. 

Diabetes tipe 2 adalah penyakit progresif, artinya seiring waktu seseorang mungkin perlu mengubah apa yang dilakukan untuk memastikan gula darah berada dalam kisaran yang sehat. Makan makanan yang sehat dan olahraga akan selalu penting, tetapi kebutuhan pengobatan dapat bervariasi.

American Diabetes Association (ADA) melaporkan bahwa makin sulit untuk mencapai target pengobatan diabetesmeskipun pengobatan, rutinitas olahraga, diet, atau hal-hal lain tidak berubah—dan ini normal.

Sebagian besar orang dengan diabetes tipe 2 pada akhirnya membutuhkan insulin, dan dokter tidak menganggap ini sebagai kegagalan.

Mitos 3: Suntik insulin sakit

12 Mitos seputar Diabetes Tipe 2 dan Insulin, Cek Faktanya!ilustrasi insulin pen (pixabay.com/Peter Stanic)

Ini juga dianggap tidak benar. Dengan jarum halus kecil yang ada saat ini, injeksi insulin hampir tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan, banyak yang bilang kalau tusukan untuk cek kadar glukosa darah lebih sakit daripada tusukan dari injeksi insulin.

Mitos 4: Insulin digunakan seumur hidup

Ini juga bisa salah, bisa benar. Beberapa orang dengan diabetes tipe 2 mungkin butuh insulin untuk sementara, seperti saat didiagnosis diabetes selama kehamilan, sementara sebagian lainnya mungkin perlu tetap menggunakannya tanpa batas waktu, mengutip Joslin Diabetes Center.

Orang yang kehilangan banyak berat badan mungkin menemukan bahwa mereka tidak lagi membutuhkan insulin, seementara yang lain yang menurunkan berat badan mungkin masih membutuhkannya. Johns Hopkins Medicine menjelaskan bahwa penurunan berat badan dan olahraga dapat berkontribusi dalam meningkatkan kontrol gula darah.

Mitos 5: Insulin dapat menyebabkan gula darah rendah yang berbahaya

Ini juga bisa benar. Akan tetapi, menurut gula darah rendah (hipoglikemia) biasanya hanya terjadi jika kamu menggunakan insulin atau obat lain yang dapat menurunkan gula darah untuk mengobati diabetes tipe 2.

Studi dalam jurnal Diabetes, Obesity, & Metabolism (2016) memeriksa tingkat dan prediktor hipoglikemia pada orang-orang dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2. Partisipan adalah pasien yang menggunakan insulin untuk mengontrol diabetes. Dalam periode 4 minggu, 83 persen pasien diabetes tipe 1 dan 46,5 persen pasien diabetes tipe 2 mengalami kejadian hipoglikemik (gula darah rendah).

Kalau kamu menggunakan insulin untuk mengelola diabetes, penting untuk diperhatikan bahwa reaksi setiap orang terhadap gula darah rendah mungkin berbeda. Namun, banyak orang dengan diabetes tipe 2 dapat mengenali gejalanya.

Gejala gula darah rendah dapat meliputi kecemasan, tangan gemetar, berkeringat, dan keinginan untuk makanan. Episode gula darah rendah yang berkepanjangan dapat menyebabkan ketidaksadaran.

Menurut ADA, aturan 15–15, yang sering digunakan untuk mengobati gula darah rendah (gula darah di bawah 70 mg/dL), melibatkan konsumsi 15 gram karbohidrat—seperti permen keras, jus encer, atau tablet glukosa—lalu memeriksa gula darah lagi setelah 15 menit. Jika masih rendah, lanjutkan prosesnya hingga mencapai 70 mg/dL atau lebih—lalu ikuti proses ini dengan makanan atau kudapan untuk membantu gula darah tetap terjaga.

Mungkin ada perbedaan jumlah karbohidrat yang harus dikonsumsi jika yang mengalami gula darah rendah adalah seorang anak, atau jika gula darahnya sangat rendah sehingga pasien tidak dapat mengonsumsi makanan dengan aman. Komunikasi yang baik dengan tim perawatan diabetes sangat penting untuk memahami pendekatan individu.

Apabila seseorang tidak sadar atau tidak dapat merawat dirinya sendiri, anggap ini sebagai keadaan darurat dan cari pertolongan medis segera.

Mitos 6: Obat diabetes oral lebih baik daripada insulin

12 Mitos seputar Diabetes Tipe 2 dan Insulin, Cek Faktanya!ilustrasi pena insulin (pixabay.com/Christel Oerum)

Obat diabetes oral bisa menjadi solusi untuk menurunkan kadar glukosa darah. Metformin, salah satu obat untuk diabetes tipe 2, metformin, dianggap aman, dengan efek samping yang jarang terjadi, menurut Harvard Health Publishing.

Meskipun begitu, obat diabetes oral tidak untuk semua orang. Bagi sebagian orang, insulin adalah yang paling mudah dan terbaik karena selalu berhasil, tetapi sebagian orang merespons pil sementara sebagian lainnya tidak.

Tidak semua obat oral memiliki catatan keamanan yang terbukti benar. Misalnya,  Avandia dilarang oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA) karena penelitian menunjukkan bahwa obat tersebut meningkatkan risiko serangan jantung.

Baca Juga: Perbedaan Diabetes Insipidus dan Diabetes Melitus, Sudah Tahu?

Mitos 7: Insulin menyebabkan berat badan naik

Mitos ini setengah benar. Beberapa orang dengan diabetes tipe 2 mungkin akan mengalami kenaikan berat badan setelah memulai terapi insulin. Ini karena ketika perawatan dengan insulin bekerja, tubuh mulai memproses glukosa darah secara benar. Hasilnya adalah penambahkan berat badan, dan ini juga menjelaskan mengapa penurunan berat badan bisa menjadi gejala awal diabetes.

Studi dalam jurnal Diabetes Care (2017) melihat kaitan antara kenaikan berat badan dan peningkatan perilaku tidak aktif pada orang setelah memulai terapi insulin.

Kabar baiknya, kenaikan berat badan cenderung berhenti saat terapi insulin berlanjut, dan kenaikan berat badan mungkin bersifat jangka pendek.

Mitos 8: Injeksi insulin sulit digunakan

Faktanya, saat ini insulin hadir dalam bentuk pena injeksi yang mudah dibawa, tidak perlu lemari es, dan bisa digunakan diam-diam, sering kali hanya sekali sehari. Ada berbagai macam insulin dan rejimen insulin yang jauh lebih nyaman daripada sebelumnya.

Mitos 9: Tubuh orang dengan diabetes tipe 2 tidak memproduksi insulin

12 Mitos seputar Diabetes Tipe 2 dan Insulin, Cek Faktanya!ilustrasi diabetes (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Ini cuma mitos. Orang dengan diabetes tipe 2 mungkin sebenarnya dapat menghasilkan tingkat insulin yang lebih tinggi dari normal pada awal perjalanan menderita diabetes, suatu kondisi yang disebut hiperinsulinemia. Ini terjadi karena diabetes tipe 2 disebabkan oleh resistansi insulin, suatu kondisi saat tubuh kehilangan kemampuan untuk merespons hormon secara normal.

Mengambil insulin dapat membantu mengatasi resistansi insulin dan menggantikan produksi insulin yang terjadi secara alami, yang cenderung menurun seiring waktu.

Mitos 10: Menggunakan insulin berarti diabetes yang diidap serius

Faktanya, diabetes adalah kondisi yang serius, tetapi bisa diobati dan dikelola.

Gula darah tinggi tidak sehat bagi tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah yang sangat kecil. Menurut National Kidney Foundation, gula "menempel" pada pembuluh darah kecil, yang membuat darah sulit masuk ke organ. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada jantung, ginjal, mata, saraf, dan kaki.

Itulah mengapa kontrol gula darah—baik melalui diet, olahraga, obat-obatan seperti obat oral atau insulin, atau kombinasi dari metode-metode ini—sangat penting.

Mitos 11: Insulin digunakan berkali-kali dalam sehari

Jawabannya tidak selalu.

Menurut ADA, kalau kamu butuh insulin, kamu punya pilihan. Kamu bisa mencoba insulin sekali sehari yang bekerja lama (biasanya diberikan pada malam hari), yang meniru kadar insulin rendah yang biasanya ditemukan dalam tubuh sepanjang hari. Ini mungkin cukup untuk mengontrol gula darah sendiri, atau dapat dikombinasikan dengan obat-obatan oral.

Namun, jika gula darah masih terlalu tinggi setelah makan, kamu mungkin perlu menggunakan insulin beberapa kali sehari, tepat sebelum makan.

Kalau insulin adalah bagian dari perawatan diabetes kamu, dokter akan membantu kamu menentukan jenis dan frekuensi penggunaannya.

Mitos 12: Insulin adalah pilihan pengobatan terakhir

12 Mitos seputar Diabetes Tipe 2 dan Insulin, Cek Faktanya!ilustrasi suntik insulin (unsplash.com/Dennis Klicker)

Meskipun beberapa orang menjalani semua perawatan diabetes sebelum menggunakan insulin, tetapi ini mungkin bukan strategi terbaik. Mengutip Health, saat seseorang dengan diabetes tipe 2 memulai terapi insulin, kemungkinan besar mereka sudah mengalami komplikasi terkait diabetes karena kontrol gula darah yang buruk.

Kontrol gula darah yang buruk dapat meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, dan masalah kesehatan lainnya. Jadi, penting untuk bekerja sama dengan dokter untuk membuat rencana perawatan yang sesuai dengan kebutuhan khusus kamu.

Faktanya, memulai insulin lebih awal dapat menghindari komplikasi, membantu pengobatan oral bekerja lebih baik (dan efektif lebih lama), atau memungkinkan kamu menggunakan rejimen insulin yang tidak terlalu rumit untuk jangka waktu yang lebih lama.

Itulah mitos seputar diabetes tipe 2 dan insulin. Tahu informasi yang tepat bisa mencegah ancaman dari kesalahan informasi.

Baca Juga: Studi: 10.000 Langkah per Hari Bisa Cegah Diabetes Tipe 2

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Nur Seto

Berita Terkini Lainnya