Dari tahun 2010 hingga saat ini, Dr. Antonia mengatakan bahwa biomarker yang digunakan adalah high sensitivity Troponin (hs-Troponin). Biasanya, hs-Tropinin digunakan untuk menakar kerusakan otot jantung di tingkat mikroskopis.
"[hs-Troponin] dapat membantu kita melihat apakah ada kerusakan otot jantung secara cepat," kata Dr. Antonia.
Pemeriksaan ini akan membantu dokter melihat kerusakan otot jantung pada pasien bahkan sebelum timbulnya gejala atau saat gejala gangguan jantung tidak jelas dan menyerupai gejala-gejala lain.
ilustrasi tes darah (hopkinsmedicine.org)
Selain hs-Troponin, biomarker lain untuk mendeteksi dan memonitor gagal jantung adalah NT-proBNP. NT-proBNP sendiri adalah hormon yang dihasilkan oleh jantung saat berada dalam posisi teregang. Posisi ini dapat terjadi akibat tekanan jantung melebihi batas wajar atau kelebihan cairan di dalam jantung.
Jika jumlah cairan dalam jantung normal, maka NT-proBNP akan ikut normal (kurang dari 125 pg/mL). Namun, saat gagal jantung dan cairan berlebih, maka NT-proBNP akan ikut naik. Hal ini dapat membantu dokter untuk menyesuaikan pengobatan dan memantau keadaan pasien.
"Setelah diberi obat oleh dokter, jika kondisi normal, maka kadar NT-proBNP juga akan ikut turun. Namun, jika pasiennya abai, tak diawasi, atau lansia (sehingga susah mengurus diri sendiri), maka NT-proBNP bisa meningkat atau kondisi semakin memburuk," Dr. Antonia menjelaskan.
ilustrasi segelas air (pixabay.com/Baudolino)
Banyak orang yang menganggap kalau minum banyak, maka dapat melindungi ginjal. Tidak sepenuhnya benar, Dr. Antonia justru mengingatkan bahwa untuk pasien jantung, kebiasaan tersebut malah menambah kerja jantung, sehingga risiko gagal jantung makin besar dan angka NT-proBNP naik.
Oleh karena itu, banyak dokter jantung menyarankan pasien penyakit jantung tertentu (terutama gagal jantung) untuk tidak minum cairan atau mengonsumsi cairan dari buah atau sup terlalu banyak. Cukup dengan jumlah yang dianjurkan.