ilustrasi sleep apnea (unsplash.com/Kinga Howard)
Penelitian telah menunjukkan bagaimana pendeknya siklus tidur yang dialami penderita sleep apnea dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas.
Pertambahan berat badan akibat sleep apnea bisa menjadi proses yang sangat kompleks yang meningkatkan peradangan dalam tubuh, dikombinasikan dengan intoleransi glukosa, resistensi insulin, dan ketidakseimbangan hormon, dilansir National Heart, Lung, and Blood Institute.
Hormon leptin disimpan dalam sel lemak di tubuh. Ini memberi sinyal ke hipotalamus (di otak) untuk memberi tahu otak bahwa tubuh sudah kenyang dan tidak perlu makan. Sleep apnea dapat menyebabkan penurunan produksi leptin sehingga otak tidak mendapatkan sinyal bahwa tubuh sudah kenyang.
Orang dengan obesitas mungkin juga memiliki kadar leptin yang lebih tinggi karena meningkatnya jumlah sel lemak dalam tubuh. Terkadang, otak menjadi tidak peka terhadap aksi leptin, dan sinyal tidak tersampaikan.
Ada hormon lain dan protein pemberi sinyal yang ditemukan dalam sel lemak yang dapat memengaruhi fungsi otak saat tidur. Ini dapat menyebabkan saraf dan otot di dada dan saluran napas bagian atas menjadi lemah dan tidak mampu menjaga saluran napas tetap terbuka saat tidur.
Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya peradangan yang dapat menyebabkan penambahan berat badan. Ini bisa menjadi siklus yang sulit untuk diputus.
Hormon lain, grelin, merangsang nafsu makan. Hormon ini dilepaskan dari perut untuk memberi tahu otak bahwa ia lapar. Dengan berkurangnya waktu tidur, seperti yang dialami pada sleep apnea, jumlah grelin meningkat sehingga menyebabkan nafsu makan meningkat.