Waspadai Depresi dengan Perasaan Bunuh Diri, Kenali Tandanya

Bisa dicegah dengan bantuan orang sekitar

Kesehatan mental menjadi salah satu masalah kesehatan terbesar di berbagai belahan dunia. Badan Kesehatan Dunia melaporkan bahwa seseorang mengambil nyawanya setiap 45 detik dengan 703.000 korban bunuh diri per tahun.

Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ada sekitar 5.787 korban bunuh diri dan percobaan bunuh diri pada tahun 2021.

Untuk memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia (World Suicide Prevention Day) pada Sabtu (10/9/2022), PT Johnson & Johnson Indonesia berkolaborasi bersama Kementerian Kesehatan RI menyelenggarakan "Webinar Awam: Depresi Dengan Pikiran Hingga Perilaku Bunuh Diri".

Acara menghadirkan dr. Lahargo Kembaren, SpKJ untuk menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan terkait depresi dengan kecenderungan untuk bunuh diri. 

1. Depresi dan perasaan bunuh diri

Waspadai Depresi dengan Perasaan Bunuh Diri, Kenali Tandanyailustrasi keinginan bunuh diri (unsplash.com/Damir Samatkulov)

Menurut pemaparan dr. Lahargo, depresi merupakan gangguan medis serius yang secara negatif memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Dalam tingkat yang berat, depresi dapat memicu munculnya pikiran dan perilaku melukai diri sendiri (self-harm) dan mengakhiri hidup (suicide).

Depresi berat membuat penderitanya tidak mampu meneruskan kegiatan, pekerjaan, atau kegiatan rumah tangga. Dalam beberapa kasus, depresi berat juga disertai halusinasi dan/atau delusi. 

"Berbagai riset serta penelitian menunjukkan bahwa pandemi ini ternyata memicu munculnya suatu peningkatan angka kecemasan dan juga depresi di seluruh dunia, sehingga pandemi ini harusnya memang menjadi suatu wake up call bahwa ternyata kesehatan jiwa itu sama pentingnya dengan kesehatan fisik kita," tambah dr. Lahargo. 

2. Beban emosional sebabkan keinginan untuk menyakiti diri sendiri

Dokter Lahargo menjelaskan bahwa depresi yang mengarah ke menyakiti diri dan percobaan bunuh diri dimulai dari emotional suffering atau penderitaan emosional. Ini adalah fase ketika orang dengan depresi mengalami stres, masalah mental emosional, stresor (pemicu stres) berat. Saat perasaan ini makin berlarut-larut, ini akan menyebabkan emotional overload.

Emotional overload yang terlalu lama kemudian menjadi kepanikan. Orang yang mengalami kepanikan akan mencari jalan keluar, seperti menyakiti diri sendiri. Menurut dr. Lahargo, self-harm bisa memberikan ketenangan sesaat, tetapi tidak menyelesaikan solusi dari depresi.

Perasaan ketenangan sesaat ini akan diikuti rasa malu, bersalah, dan kecewa yang makin memperberat beban mental emosional. Siklus ini akan terus berputar jika mereka tidak mendapatkan pertolongan. 

"Jadi self-harm itu adalah suatu cry for help. Ketika orang melukai dirinya atau sampai melakukan tindakan bunuh diri, mereka mereka sebenarnya sedang menangis minta tolong," ucap dr. Lahargo. 

3. Tanda-tanda bunuh diri

Waspadai Depresi dengan Perasaan Bunuh Diri, Kenali Tandanyailustrasi rasa ingin bunuh diri (unsplash.com/Ephraim Mayrena)

Seseorang yang berpikir atau ingin bunuh diri tidak memiliki tanda-tanda yang spesifik. Menurut pemaparan dr. Lahargo, orang yang ingin bunuh diri umumnya berbicara tentang keinginan untuk mati, perasaan kosong, dan tidak punya alasan untuk hidup. 

Tidak hanya berbicara, mereka mungkin sudah membuat rencana untuk bunuh diri. Mereka juga cenderung membicarakan masalah yang sedang dialami dan merasa tidak memiliki jalan keluar. 

"Merasa menjadi beban kepada orang lain. Bahkan sampai ada yang melepas posisi-posisi penting dalam hidupnya, berhenti kuliah, berhenti bekerja, meminta maaf dan mengucapkan selamat tinggal, menuliskan di media sosial tentang keinginan ingin mati, itu merupakan tanda dari gejala yang harus kita waspadai," ucap dr. Lahargo. 

Baca Juga: Suicidal Thought: Tanda, Pengobatan, Pencegahan

4. Terapi

Ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi depresi dengan perasaan ingin bunuh diri. Menurut dr. Lahargo, cara-cara tersebut meliputi:

  • Mengatur pola hidup sehat: Ini bisa meliputi mengonsumsi makanan bernutrisi, aktivitas fisik teratur, tidur cukup, menjauhi alkohol dan narkoba.
  • Melakukan manajemen stres dan coping: Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan teknik napas dalam, relaksasi otot progresif, dan grounding technique.
  • Psikofarmaka: Cara ini bisa menggunakan obat antidepresan, antikecemasan, antipsikotik, dan mood stabilizer. Obat-obat tersebut tentunya harus diresepkan oleh dokter.
  • Psikoterapi: Cara-cara ini meliputi cognitive behavioral therapy (CBT), psikodinamik, psikoanalisis, dan terapi interpersonal.
  • Rehabilitasi psikososial: Orang dengan depresi juga bisa diberikan latihan keterampilan sosial, remedi kognitif, latihan keterampilan hidup, dan supported employment.

5. Pentingnya meningkatakan faktor protektif

Waspadai Depresi dengan Perasaan Bunuh Diri, Kenali Tandanyailustrasi pertolongan (unsplash.com/Toa Heftiba)

Selain terapi, dr. Lahargo menjelaskan bahwa faktor protektif memiliki peran yang penting dalam menangani perasaan ingin bunuh diri. Faktor protektif ini bisa datang dari berbagai aspek, seperti teman-teman yang suportif, lingkungan yang aman, dan hubungan dengan komunitas sekitar.

Faktor protektif juga bisa datang dari dalam diri orang yang mengalami depresi. Salah satunya adalah budaya atau kepercayaan yang menghalangi seseorang untuk bunuh diri. Membangun ketahanan dan kesadaran diri juga bisa membantu seseorang keluar dari siklus depresi yang menyebabkan self-harm atau bunuh diri.

"Baik itu keluarga, peer group, ataupun komunitas. Kita perlu meningkatkan protektif faktor agar orang ini kemudian bisa terhindar dari depresi atau bahkan dari pikiran atau perilaku bunuh diri. Jadi, ketika seseorang mengalami depresi atau perasaan bunuh diri ada harapan bisa pulih dan berfungsi  kembali," tutup dr. Lahargo. 

Depresi merupakan masalah kesehatan yang bisa merenggut nyawa seseorang. Carilah bantuan kepada orang terdekat atau layanan kesehatan jika kamu mengalami gejala depresi. Seseorang yang mengalami depresi bisa disembuhkan dengan cara-cara yang efektif.

Baca Juga: Depresi pada Anak: Gejala, Penyebab, Diagnosis, Pengobatan

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya