Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi jamaah umrah di depan Ka'bah (pexels.com/Yasir Gürbüz)
ilustrasi jamaah umrah di depan Ka'bah (pexels.com/Yasir Gürbüz)

Intinya sih...

  • Data menunjukkan bahwa tiga dari empat jemaah yang berangkat ke Tanah Suci sejak 2017 hingga 2024 memiliki penyakit bawaan (komorbid). Di antaranya, asma, bronkitis, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

  • Kondisi-kondisi tersebut meningkatkan risiko jemaah mengalami pneumonia selama beribadah.

  • Risiko penularan penyakit infeksi saluran pernapasan seperti RSV tidak hanya meningkat saat ibadah umrah, tetapi juga dalam aktivitas perjalanan lain yang melibatkan kerumunan besar.

Jumlah jemaah haji dan umrah asal Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data Kementerian Agama Republik Indonesia, hingga Maret 2025 saja, sebanyak 547.122 jemaah umrah telah diberangkatkan ke Tanah Suci.

Lonjakan ini menjadi pengingat akan pentingnya kesiapan kesehatan, terutama bagi jemaah berusia di atas 50 tahun dan lansia.

Dalam konteks ini, berbagai faktor risiko perlu diwaspadai. Ini termasuk cuaca ekstrem di Arab Saudi, kepadatan populasi jemaah, hingga kondisi komorbiditas yang umum dimiliki kelompok usia lanjut.

1. Komorbiditas dan risiko infeksi pernapasan di kalangan jemaah

Data dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menunjukkan bahwa tiga dari empat jemaah yang berangkat ke Tanah Suci sejak 2017 hingga 2024 memiliki penyakit bawaan (komorbid). Di antaranya, asma, bronkitis, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) termasuk dalam sepuluh besar penyakit penyerta.

Kondisi-kondisi tersebut meningkatkan risiko jemaah mengalami pneumonia selama beribadah. Selain itu, lingkungan yang padat dan sirkulasi udara terbatas meningkatkan kemungkinan penularan penyakit infeksi saluran pernapasan seperti influenza, coronavirus, dan respiratory syncytial virus (RSV).

Ketiganya bisa bersirkulasi bersamaan dalam fenomena yang dikenal sebagai tripledemic, yang dapat berbahaya bagi jemaah lanjut usia dan mereka dengan sistem imun lemah.

Dalam diskusi media GSK pada Rabu (16/7/2025), Dr. dr. Endy M. Astiwata dari AMPHURI menekankan bahwa kesiapan fisik dan spiritual sangat penting sebelum menjalankan ibadah haji maupun umrah.

“Tiap tahunnya, penanganan terhadap jemaah lansia menjadi tantangan tersendiri, khususnya dalam aspek kesehatan. Oleh karena itu, kesiapan spiritual dan fisik harus dipersiapkan secara seimbang,” ujarnya.

2. Lansia lebih rentan karena penurunan sistem imun

Melengkapi penjelasan sebelumnya, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), pakar kesehatan masyarakat dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menyoroti pentingnya perhatian khusus terhadap jemaah lansia.

"Perhatian terhadap kesehatan lansia  ketika menjalani Umrah perlu ditingkatkan, seiring bertambahnya usia, sistem kekebalan tubuh kita mengalami  penurunan fungsi secara alami, kondisi ini dikenal sebagai Age-Related Decline in Immunity atau ARDI", jelasnya.

Penurunan ini membuat lansia jauh lebih rentan terhadap berbagai infeksi, terutama infeksi saluran pernapasan seperti RSV, influenza, dan COVID-19.

Prof. Tjandra juga menekankan bahwa meskipun RSV merupakan virus yang sudah tersebar luas secara global, tetapi tingkat pemahaman masyarakat terhadap penyakit ini masih relatif rendah. Padahal, infeksi RSV pada lansia dapat memicu komplikasi serius, terutama bila disertai penyakit penyerta seperti asma atau PPOK.

3. Pentingnya proteksi melalui vaksinasi

Diskusi media GSK 16 Juli 2025 (IDN Times/Rifki Wuda)

Risiko penularan penyakit infeksi saluran pernapasan seperti RSV tidak hanya meningkat saat ibadah umrah, tetapi juga dalam aktivitas perjalanan lain yang melibatkan kerumunan besar.

Vaksinolog dan anggota PP Peralmuni, dr. Dirga Sakti Rambe, M. Sc, SpPD, menjelaskan bahwa RSV bisa menyebar melalui droplet pernapasan maupun kontak langsung dengan sekresi dari orang yang terinfeksi. Kondisi ini umum terjadi dalam penerbangan panjang, perjalanan bus atau kereta, yang sering kali tidak memungkinkan ventilasi optimal.

“Mengingat seiring bertambahnya usia, daya tahan atau kekebalan tubuh seseorang cenderung menurun dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit infeksi menular, sehingga perlu dilakukan proteksi lebih untuk populasi rentan seperti dewasa di atas 50 tahun termasuk lansia,” dr. Dirga menjelaskan.

Ia juga menekankan bahwa vaksinasi harus dipandang sebagai langkah kolektif, bukan sekadar perlindungan individu.

“Makin banyak jemaah yang terlindungi sejak awal, makin kecil pula risiko terjadinya kondisi berat yang memerlukan perawatan selama di Tanah Suci,” tutupnya.

Perlu diingat bahwa vaksinasi harus dikonsultasikan dengan dokter dan kondisi kesehatan jemaah.

Meningkatnya jumlah jemaah, khususnya lansia, menjadi pengingat pentingnya kesiapan kesehatan sebelum menunaikan ibadah ke Tanah Suci. Upaya pencegahan melalui edukasi, hingga vaksinasi perlu menjadi bagian dari persiapan ibadah agar jemaah dapat menjalankan ritual dengan aman dan khusyuk.

Editorial Team