ilustrasi konsultasi dokter (pexels.com/cottonbro studio)
Para peneliti menekankan bahwa insomnia tidak boleh dianggap wajar hanya karena usia bertambah.
“Pasien lansia sering mengira sulit tidur adalah hal normal seiring menua. Padahal, insomnia kronis jauh melampaui perubahan tidur akibat usia,” kata Carvalho.
Bahkan, insomnia jangka panjang dapat melacak perubahan fungsi otak, dari mulai perhatian, memori, hingga kecepatan berpikir. Mengatasi insomnia seharusnya menjadi bagian dari pencegahan penurunan fungsi otak, bukan hanya untuk mengurangi rasa lelah.
Insomnia bisa diobati. Terapi standar emas saat ini adalah cognitive behavioral therapy for insomnia (CBT-I). Terapi ini dapat membantu pasien bukan hanya tidur lebih nyenyak, tetapi juga melindungi otak dari penuaan dini.
Studi ini membuka peluang besar dalam kesehatan masyarakat, bahwa memperbaiki tidur berarti memberi kesempatan otak tetap sehat lebih lama, sekaligus menurunkan risiko demensia di masa depan. Namun, tetap butuh penelitian lanjutan, misalnya uji coba intervensional, pengukuran tidur objektif, dan kelompok yang lebih luas, lebih lama, dan lebih beragam.
Referensi
Adam V Benjafield et al., “Estimation of the Global Prevalence and Burden of Insomnia: A Systematic Literature Review-based Analysis,” Sleep Medicine Reviews 82 (June 25, 2025): 102121, https://doi.org/10.1016/j.smrv.2025.102121.
Susan McNamara, Benjamin C. Spurling, and Pradeep C. Bollu, “Chronic Insomnia,” StatPearls - NCBI Bookshelf, March 28, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526136/.
Diego Z. Carvalho et al., “Associations of Chronic Insomnia, Longitudinal Cognitive Outcomes, Amyloid-PET, and White Matter Changes in Cognitively Normal Older Adults,” Neurology 105, no. 7 (September 10, 2025), https://doi.org/10.1212/wnl.0000000000214155.
"Chronic insomnia may raise dementia risk by 40%, lead to 3.5 years faster aging." Medical News Today. Diakses September 2025.