Tren ‘Fibermaxxing’, saat Asupan Serat Berlebih Justru Bisa Berbahaya

- Serat adalah kunci pola makan seimbang dan membantu menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.
- Kebutuhan serat sudah jelas, tetapi tren fibermaxxing memicu kekhawatiran karena dapat mengganggu asupan nutrisi penting lainnya.
- Beberapa penggiat fibermaxxing mendorong orang makan 50–100 gram serat per hari. Sampai saat ini, belum ada studi kuat pada manusia tentang dampak jangka panjang konsumsi serat di atas 40 gram per hari.
Serat adalah salah satu kunci pola makan sehat seimbang. Tidak hanya membantu pencernaan lancar, serat juga menjaga gula darah stabil, menurunkan kolesterol jahat, hingga membuat kamu merasa kenyang lebih lama.
Namun, di era tren wellness yang viral di media sosial, saran makan cukup serat kini menjadi cukup ekstrem. Orang-orang saling menantang diri untuk “fibermaxxing”, istilah untuk ambisi menambah asupan serat sebanyak-banyaknya.
Padahal, kebutuhan serat sudah jelas. Angka kecukupan gizi (AKG) serat bagi laki-laki usia 16-19 tahun yaitu sebesar 37 gram, sedangkan AKG serat bagi perempuan pada rentang usia yang sama sebesar 29 gram.
Ironisnya, meski targetnya terbilang masuk akal, tetapi sebagian besar orang justru tidak mencapainya. Salah satu alasannya adalah karena pola makan modern yang makin diwarnai makanan ultra proses atau ultra-processed food (UPF). Ini tentu mengkhawatirkan karena UPF biasanya rendah serat dan miskin gizi mikro, tetapi tinggi gula, garam, dan lemak jenuh. Ketika jenis makanan ini mendominasi isi piring, makanan alami yang kaya akan serat, seperti biji-bijian utuh, sayuran, dan kacang-kacangan, perlahan terpinggirkan.
Penelitian pun memperkuat sinyal bahaya: makin tinggi konsumsi UPF, makin rendah pula asupan serat harian, juga nutrisi penting lain yang mendukung kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Padahal, memenuhi kebutuhan serat sebetulnya bukan hal rumit. Kamu cuma perlu sedikit cermat dalam memilih makanan sehari-hari. Alih-alih roti putih, pilih roti gandum utuh. Untuk camilan, kamu bisa makan buah beserta kulitnya agar kandungan seratnya maksimal, atau bisa juga ngemil kacang-kacangan. Dengan cara ini, target kebutuhan serat harian bisa terpenuhi tanpa harus ikut-ikutan tren fibermaxxing yang berlebihan.
Risiko kesehatan di balik tren fibermaxxing
Masalah muncul ketika tren fibermaxxing mendorong orang mengganti kelompok makanan lain (protein, karbohidrat, lemak) dengan dengan makanan tinggi serat, suplemen, atau bubuk serat instan. Di sinilah potensi risikonya.
Beberapa penggiat fibermaxxing mendorong orang makan 50–100 gram serat per hari. Sampai saat ini, belum ada studi kuat pada manusia tentang dampak jangka panjang konsumsi serat di atas 40 gram per hari.
Kelebihan serat yang dikonsumsi terlalu cepat tanpa cukup air bisa memicu perut kembung, kram, atau sembelit. Gas berlebih juga bisa membuat situasi jadi tak nyaman, misalnya kalau kamu harus naik transportasi umum setiap hari, atau sedang ada presentasi penting di kantor.
Tak hanya itu, lonjakan asupan serat juga bisa menghambat penyerapan zat besi dan mikronutrien penting lain, bahkan mengganggu penyerapan makronutrien yang dibutuhkan untuk energi dan pemulihan tubuh.
Meski begitu, penting diingat bahwa serat tetap membawa banyak manfaat. Serat membantu pencernaan tetap lancar, mengurangi risiko penyakit radang usus, membantu mengontrol gula darah, menurunkan kolesterol jahat (LDL), dan membuat kamu merasa kenyang lebih lama, yang mendukung pengaturan berat badan secara alami. Bahkan, pola makan tinggi serat telah dikaitkan dengan risiko lebih rendah terhadap beberapa jenis kanker, terutama kanker usus besar.
Kuncinya adalah meningkatkan asupan serat secara perlahan ke angka ideal, dan pilihlah sumber alami, bukan bubuk atau suplemen. Sampai ada bukti lebih jauh, sebaiknya dapatkan asupan serat dari makanan saja. Ingat, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Konsumsilah gandum utuh, sayur dan buah, kacang-kacangan, dan biji-bijian agar kebutuhan harian serat kamu terpenuhi.
Referensi
Miftah Nur Hasanah and Ikeu Tanziha, “Pengetahuan Gizi, Konsumsi Fast Food, Asupan Serat, Dan Status Gizi Siswa SMA KORNITA,” Jurnal Ilmu Gizi Dan Dietetik 2, no. 2 (June 29, 2023): 74–82, https://doi.org/10.25182/jigd.2023.2.2.74-82.
Flurina Von Blumenthal et al., “Dietary Fibre Intake in the Adult Swiss Population: A Comprehensive Analysis of Timing and Sources,” Journal of Nutritional Science 14 (January 1, 2025), https://doi.org/10.1017/jns.2025.6.
"Eating a balanced diet." National Health Service. Diakses Juli 2025.
Thomas M. Barber et al., “The Health Benefits of Dietary Fibre,” Nutrients 12, no. 10 (October 21, 2020): 3209, https://doi.org/10.3390/nu12103209.
"High-Fiber Foods." National Cancer Institute. Diakses Juli 2025.
"Need More Fiber in Your Diet? Health Experts Say the Viral "Fibermaxxing" Trend Can Help. Good Housekeeping. Diakses Juli 2025.
L. Shen et al., “Lower Dietary Fibre Intake, but Not Total Water Consumption, Is Associated With Constipation: A Population‐based Analysis,” Journal of Human Nutrition and Dietetics 32, no. 4 (May 13, 2019): 422–31, https://doi.org/10.1111/jhn.12589.
Winston John Craig, “Nutrition Concerns and Health Effects of Vegetarian Diets,” Nutrition in Clinical Practice 25, no. 6 (December 1, 2010): 613–20, https://doi.org/10.1177/0884533610385707.
Daniela Martini et al., “Ultra-Processed Foods and Nutritional Dietary Profile: A Meta-Analysis of Nationally Representative Samples,” Nutrients 13, no. 10 (September 27, 2021): 3390, https://doi.org/10.3390/nu13103390.
Carlos A Monteiro et al., “Ultra-processed Foods: What They Are and How to Identify Them,” Public Health Nutrition 22, no. 5 (February 12, 2019): 936–41, https://doi.org/10.1017/s1368980018003762.
"‘Fibremaxxing’ is trending – here’s why that could be a problem." The Conversation. Diakses Juli 2025.