TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ejakulasi Retrograde: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan

Kondisi ini juga dikenal sebagai 'ejakulasi kering'

ilustrasi semen retention atau menahan cairan ejakulasi keluar (unsplash.com/Scott Sanker)

Untuk memiliki anak, terkadang beberapa pasangan harus melewati tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah kemandulan atau infertilitas. Pada laki-laki, ada banyak faktor yang mendasari hal ini, salah satunya adalah ejakulasi retrograde.

Juga dikenal sebagai "ejakulasi kering", pada ejakulasi retrograde, sperma yang harusnya dikeluarkan malah berbalik ke kandung kemih. Alhasil, pembuahan jadi tidak maksimal hingga bisa menyebabkan kemandulan.

1. Gejala

Perlu kamu ketahui, ejakulasi retrograde bukan menyebabkan laki-laki tidak bisa ejakulasi, melainkan ketika akan ejakulasi, sperma malah berbalik ke kandung kemih, bukan dikeluarkan dari penis. 

Gejala-gejala ejakulasi retrograde yang perlu diketahui antara lain:

  • Ejakulasi yang sangat sedikit atau nihil (maka dari itu disebut "ejakulasi kering").
  • Urine keruh setelah ejakulasi (ini karena sperma bercampur dengan urine).
  • Kesulitan untuk memiliki keturunan.

2. Penyebab

ilustrasi pria dengan ejakulasi retrograde (es.familydoctor.org)

Dilansir Cleveland Clinic, ejakulasi retrograde disebabkan oleh gangguan pada otot sfingter di kandung kemih. Otot ini menutup dan membuka jalur untuk mengeluarkan sperma dan menahan urine. Namun, karena sfingter terganggu, leher kemih terbuka saat ejakulasi, membuat sperma masuk ke kandung kemih.

Mengapa kondisi ini bisa terjadi? Mengutip WebMD, terdapat beberapa faktor penyebab ejakulasi retrograde yang meliputi:

  • Efek samping pengobatan:
    - Pengobatan hipertensi
    - Pengobatan depresi
    - Gangguan prostat
  • Efek operasi:
    - Operasi uretra
    - Operasi prostat
    - Pengangkatan prostat
    - Pengangkatan kantong kemih
  • Kerusakan saraf (akibat multiple sclerosis atau cedera sumsum tulang belakang).
  • Gangguan produksi sperma.
  • Terapi radiasi pada daerah pelvis.

Menambahkan dari Medical News Today, diabetes juga berkaitan dengan ejakulasi retrograde. Apabila gula darah tidak terkontrol, hal ini dapat merusak organ dan saraf, sehingga memengaruhi kerja sfingter pada kandung kemih.

Baca Juga: 13 Cara Meningkatkan Orgasme Pria, Makin Dahsyat!

3. Kapan harus konsultasi?

Ejakulasi retrograde bukanlah kondisi yang menyakitkan atau membutuhkan penanganan segera. Namun, jika dibiarkan, selain bisa memengaruhi keharmonisan dengan pasangan, gejala-gejalanya bisa mencerminkan kondisi medis lainnya. Temuilah dokter apabila:

  • Orgasme tidak diikuti ejakulasi.
  • Ejakulasi kurang dari biasanya saat orgasme.
  • Tidak kunjung memiliki anak meski sudah berusaha (minimal setahun).

Sebuah penelitian pada Australia yang dimuat dalam jurnal Urology Case Reports pada 2017 menceritakan kasus ejakulasi retrograde yang menjadi satu-satunya gejala diabetes tipe 1. Oleh karena itu, jika ejakulasi retrograde terjadi dalam jangka panjang, segera konsultasi ke dokter untuk diagnosis lebih lanjut.

4. Diagnosis

ilustrasi tes sampel urine (freepik.com/drobotdean)

Jika kamu merasakan gejala dan curiga itu merupakan ejakulasi retrograde, kamu bisa konsultasi dengan dokter spesialis urologi. Tahap pertama, dokter akan melakukan anamnesis, yaitu dengan menanyakan gejala, riwayat kesehatan seksual, dan pemeriksaan fisik.

Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan meminta pasien untuk memberikan:

  • Sampel sperma: Jika volume sperma rendah (minimal dua sampel), pasien kemungkinan memiliki ejakulasi retrograde.
  • Sampel urine setelah orgasme: Jika fruktosa ditemukan pada urine, maka dipastikan pasien memiliki ejakulasi retrograde. Selain itu, laboratorium juga akan menganalisis jumlah sperma dalam urine.

5. Pengobatan

Umumnya, ejakulasi retrograde tidak membutuhkan pengobatan, kecuali jika kondisi sudah mengganggu fertilitas. Terapi obat berpotensi ampuh bila kondisi tersebut disebabkan oleh kerusakan saraf, tetapi tidak efektif bila kondisi ini disebabkan oleh operasi.

Selain itu, jika obat (seperti untuk hipertensi, prostat, dan kondisi psikis) yang menyebabkan ejakulasi retrograde, maka dokter mungkin akan menyesuaikan program pengobatan.

Dilansir Mayo Clinic, beberapa pengobatan untuk ejakulasi retrograde umumnya digunakan untuk mengobati kondisi lain yang mendasarinya. Jadi, obat yang umum digunakan meliputi:

  • Imipramin (antidepresan).
  • Midodrine (untuk mempersempit pembuluh darah).
  • Chlorpheniramine dan brompheniramine (antihistamin).
  • Ephedrine, pseudoephedrine, dan phenylephrine (untuk meringankan gejala batuk pilek).

Obat-obatan tersebut membantu menjaga sfingter tetap tertutup selama ejakulasi. Meski begitu, efek samping pengobatan tersebut (peningkatan tekanan darah dan detak jantung) juga harus diwaspadai, terutama untuk pasien penyakit jantung dan hipertensi. Oleh karena itu, konsultasikan ke dokter sebelum memilih pengobatan.

Baca Juga: Jaga Kesehatan Reproduksi, Jangan Lakukan 5 Hal Ini

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya