6 Gaya Hubungan Intim Suami Istri yang Dilarang dalam Islam

Sebaiknya tidak dilakukan, ya!

Dalam perspektif Islam, hubungan seksual (jima') antara suami istri dipandang sebagai fitrah yang bernilai pahala tinggi. Oleh karena itu, Islam mengatur tata cara bersanggama demi menjaga keselarasan hubungan yang tidak mengganggu peribadatan lainnya. 

Di antara adab dan sunnah yang berlaku, terdapat gaya hubungan suami istri yang dilarang dalam Islam. Larangan ini memiliki tujuan tersendiri, dengan mengacu pada syariat yang diatur oleh Al-Qur'an dan hadis, serta fatwa ulama. 

Artikel ini akan menyajikan beberapa informasi yang berkaitan dengan larangan hubungan intim berdasarkan hukum Islam.

1. Hubungan seks saat menstruasi

6 Gaya Hubungan Intim Suami Istri yang Dilarang dalam Islamilustrasi menstruasi (unsplash.com/Oana Cristina)

Islam melarang umatnya untuk melakukan hubungan seks ketika istri sedang menstruasi. Larangan itu tertulis dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 222, yang berbunyi: 

"Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, 'Itu adalah sesuatu yang kotor.' Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri."

Menurut buku Penyimpangan Seksual yang Dilarang Al-Qur'an karya Didi Junaedi, batasan aktivitas intim yang dilarang adalah persetubuhan. Para ulama tafsir menyepakati bahwa perintah menjauhi itu hanya berlaku untuk kontak seksual, sementara interaksi lain seperti berkumpul bersama keluarga berjalan seperti biasa. 

Tafsir itu mempertegas bahwa tidak ada anjuran yang menyuruh untuk menjauhi dan mengasingkan istri dalam pergaulan, melainkan perintah menunda hubungan seks ketika haid. 

Berkenaan dengan ayat itu, Nabi Muhammad SAW menjelaskan dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah: 

"Barang siapa datang kepada dukun (paranormal) lalu ia mempercayai apa yang dikatakannya, atau bersanggama dengan perempuan sedang haid, atau bersanggama pada dubur perempuan, maka sesungguhnya ia telah melepaskan dirinya dari apa yang telah Allah turunkan kepada Muhammad."

Maka jelas posisi Islam dalam memandang hubungan seks yang dilakukan ketika haid adalah haram. Gaya hubungan suami istri apa pun yang dilakukan dalam masa menstruasi juga tidak diperkenankan. 

Sementara dari sudut pandang medis modern, seks ketika menstruasi cederung tidak dipermasalahkan. Meski temuan studi telah membuktikan bahwa terdapat risiko yang dikhawatirkan, seperti yang ditinjau dalam jurnal Maedica (Bucur) tahun 2018. 

Risiko kesehatan dari seks saat menstruasi adalah penularan HIV, terinfeksi penyakit menular seksual seperti klamidia atau gonore, penurunan gairah seksual pada laki-laki, hingga pengembangan penyakit endometriosis. Endometriosis adalah kelainan pada sel-sel endometrium yang tumbuh di luar rahim yang memengaruhi kesuburan perempuan.

Hal ini berarti bahwa seks saat haid bisa menyebabkan terbentuknya penyakit endometriosis yang dapat menyebabkan kemandulan, mengacu pada riset Association between Sexual Activity during Menstruation and Endometriosis: A Case-Control Study International dalam Journal of Fertility and Sterility tahun 2019. 

2. Seks anal atau penetrasi melalui dubur

6 Gaya Hubungan Intim Suami Istri yang Dilarang dalam Islamilustrasi gaya hubungan suami istri yang dilarang Islam (pexels.com/MART PRODUCTION)

Dalam memandang hubungan seks melalui anal, ada perbedaan pendapat antara ulama. Menurut publikasi jurnal Al-Islamiyah berjudul Anal Seks dengan Istri dalam Perspektif Ulama Fiqh dan Tafsir oleh M. Roy Purwanto, kedudukan pro kontra anal seks memiliki kelemahan serta kekuatan argumen masing-masing. 

Ulama yang memperbolehkan berpegang pada keumuman surah Al-Baqarah ayat 223 dengan bunyi:

"Istri-istrimu adalah (ibarat) ladang bagimu, maka datangilah ladang-ladangmu itu sebagaimana kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”

Mengacu pada keumuman perintah ayat tersebut, sebagian ulama mengizinkan suami istri untuk berhubungan badan lewat anal. Pendapat itu diperkuat dengan kisah yang diriwayatkan Ibn Umar dalam kitab Mu'tashir al-Mukhtashar tentang suami yang menyesal telah mendatangi istrinya dari dubur. Lalu Allah menurunkan ayat di atas, dan dari situ Ibn Umar serta ulama lain menganggap diperbolehkannya seks anal. 

Sementara itu, lebih banyak ulama yang menentang seks anal dengan penafsiran berbeda terhadap surah Al-Baqarah ayat 223. Misalnya dalam buku 120 Tanya Jawab Seksual: Fatwa Kontemporer Hubungan Suami Istri yang ditulis Ali bin Naef ash-Shuhuud, alasan penurunan ayat tersebut adalah ketika Umar bin Khattab mengungkapkan penyesalannya kepada Nabi Muhammad SAW karena telah menyutubuhi istrinya dari arah belakang. 

Nabi tidak langsung merespons, lalu turunlah surah Al-Baqarah ayat 223 dan bersabdalah Nabi: 

"Datanglah dari depan atau dari arah belakang, jauhilah dubur dan pada saat haid." (HR at-Tirmidzi). 

Selain itu, masih terdapat riwayat hadis lain yang melarang seks anal secara tegas, seperti:

"Terkutuk siapa yang menyetubuhi istri pada duburnya." (HR Abu Hurairah).

Argumen lain yang memperkuat larangan itu adalah tafsir dari kata "ladang". Penjelasan dalam buku Penyimpangan Seksual yang Dilarang Al-Qur'an mengatakan bahwa "ladang" dalam ayat tersebut merupakan upaya memperhalus (eufemisme) yang merujuk pada tempat lahirnya anak, yaitu vagina.

Hal itu juga disepakati Imam al-Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghaib, perumpaan "ladang" harus merujuk pada sesuatu yang bisa menghasilkan. Dengan konteks hubungan seksual, "ladang" yang dimaksud adalah vagina, bukan dubur, karena dubur tidak bisa menghasilkan apa pun dari penetrasi seksual. 

Dengan demikian, kehendak bebas yang diserahkan kepada laki-laki menurut Tafsir Ibnu Katsir bukan berarti bebas tanpa aturan, melainkan tetap merujuk hubungan suami isti melalui vagina. Jadi, perintah menggauli istri diperbolehkan melalui beragam cara asalkan tujuannya sama, yaitu vagina. 

Dari sisi medis, seks anal dianggap sebagai aktivitas seksual yang berisiko karena risikonya kesehatannya lebih banyak. Seks anal berisiko 30 kali lipat menyebarkan HIV dibanding seks vaginal, meningkatkan risiko infeksi bakteri dan penyakit menular seksual, hingga bisa memperparah wasir

Mengingat bahwa dubur tidak memproduksi pelumas seperti vagina, penetrasi yang dilakukan bisa terasa menyakitkan dan berisiko melukai lapisan rektrum perempuan. Dengan menimbang lebih banyak kerugian dari seks anal daripada manfaatnya, serta tafsir dalil yang berkaitan, para ulama sepakat bahwa seks anal termasuk gaya hubungan suami istri yang dilarang Islam.

3. Melakukan hubungan intim tanpa penutup apa pun

6 Gaya Hubungan Intim Suami Istri yang Dilarang dalam Islamilustrasi suami dan istri (freepik.com/Racool_studio)

Gaya hubungan intim yang dinilai sebaiknya dihindari dalam Islam adalah seks yang dilakukan tanpa adanya penghalang aurat. Suami maupun istri boleh menanggalkan semua pakaiannya, tetapi hendaknya tubuh keduanya tertutup oleh kain atau selimut selama bersanggama.

Anjuran itu merupakan salah satu cara Islam mengatur jalannya hubungan seksual agar tetap sakral dan terhormat. Tentu berbeda dengan makhluk Allah lain, misalnya binatang yang bebas berhubungan badan tanpa perlu repot menutupi aurat. 

Hal ini tercermin dalam hadis Nabi Muhammad SAW, yang sabdanya berbunyi: 

"Dari 'Atabah bin Abdi As-Sulami' bahwa apabula kalian mendatangi istrinya (berjima'), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar." (HR Ibnu Majah).

Namun, dalam buku 120 Tanya Jawab Seksual: Fatwa Kontemporer Hubungan Suami Istri, Ali bin Naef ash-Shuhuud berpendapat bahwa hadis yang dirujuk itu adalah hadis yang lemah. Karena dalam rangkaian perawi hadis tersebut ada al-Ahwash bin Hakim yang dilemahkan oleh Ahmad, Abu Hatim, an-Nasa'i dan lainnya. 

Menurut penulis buku di atas, hadis yang disanadkan Ibnu Majah itu tidak bisa dijadikan landasan hukum Islam. Penulis menyimpulkan, tidak masalah suami istri berhadapan saling telanjang ketika berhubungan badan, karena tidak berlawanan dengan etika dan adab hubungan seksual dalam Islam. 

Bila kamu dan pasangan merasa nyaman untuk melepas semua pakaian, maka kalian bisa melakukannya selama saling menyetujui. Akan tetapi, kalau merasa, ragu mungkin sebaiknya tetap pakai satu selimut bersama ketika berhubungan intim.

Baca Juga: Hukum Menjilat Kemaluan Istri dalam Islam, Ini Penjelasannya!

4. Seks oral

6 Gaya Hubungan Intim Suami Istri yang Dilarang dalam Islamilustrasi gaya hubungan suami istri yang dilarang Islam (pexels.com/KoolShooters)

Sebenarnya tidak ada dalil yang secara eksplisit menerangkan bahwa praktik seks oral dilarang dalam Islam. Meski begitu, Al-Qur'an telah memberi panduan dasar mengenai etika dan tata cara berhubungan seksual, karena begitu pentingnya permasalahan itu dalam rumah tangga muslim.

Nah, berdasarkan adab itu, mayoritas ulama memandang bahwa perilaku seksual yang melibatkan interaksi mulut dengan alat genital adalah hal yang tidak pantas. Itu karena seks oral berlawanan dengan fitrah yang lurus dan tidak sesuai yang dicontohkan oleh Nabi Muhammas SAW. 

Ditambah, seks oral mendorong orang untuk berpotensi menyentuh najis yang mungkin menempel di alat kelamin pasangan. Padahal, hukum menelan najis sendiri adalah haram, sehingga alangkah lebih baik bagi suami istri untuk menghindari aktivitas intim ini dan mencari alternatif lain. 

Dengan menjauhi aktivitas seks oral, kamu sudah berkontribusi mencegah penularan HPV, herpes, HIV, dan penyakit menular seksual lainnya.

Sekali lagi, tidak ada kemutlakan yang menghukumi seks oral sebagai aktivitas yang dilarang selama najis tidak bercampur dengan ludah yang tertelan. Namun, menghindari sesuatu yang hukumnya makruh merupakan sesuatu yang bernilai ibadah, dan dengan demikian juga membuktikan komitmen untuk mematuhi tuntunan syariat.

5. Sadisme dan masokisme

6 Gaya Hubungan Intim Suami Istri yang Dilarang dalam Islamilustrasi BDSM (unsplash.com/Artem Labunsky)

Istilah sadisme dan masokisme diciptakan oleh psikiater Jerman Richard von Krafft-Ebing dalam bukunya yang berjudul Psychopathia Sexualis.

Sadisme adalah mendapat kesenangan seksual dari menimbulkan rasa sakit ke orang lain, sementara masokisme merupakan kesenangan seksual yang diperoleh dari rasa sakit yang diberikan oleh orang lain. 

Konsep sadisme dan masokisme saling berkaitan, sehingga istilah yang menaungi keduanya disebut sebagai sadomasokisme. American Psychological Associaton (APA) mendefinisikan sadomasokisme sebagai aktivitas seksual di antara pasangan yang menyetujui untuk menyakiti (sadisme) dan yang lain menikmati rasa sakit (masokisme).

Contoh aktivitas yang dilakukan dalam sadomasokisme adalah menggigit, menggores, hubungan seks yang kasar, permainan peran perbudakan, menampar, mencambuk, atau bahkan memukul. 

Sebelum adanya pembaruan Diagnostic and Statistical Manual (DSM-5), sadomasokisme dianggap sebagai penyimpangan seksual parafilia. Kini, istilah sadomasokisme muncul dalam International Classification of Diseases (ICD-10) milik Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mengacu pada preferensi aktivitas seksual yang melibatkan penderitaan dan penghinaan. 

APA maupun WHO menetapkan bahwa untuk bisa disebut sebagai gangguan seksual (sexual disorder), dibutuhkan diagnosis klinis yang diikuti oleh gejala yang signifikan dan berkelanjutan. Jadi, tidak semua pasangan yang terlibat sadomasokisme bisa disebut menyimpang. 

Lalu, bagaimana Islam meninjau aktivitas seksual yang menjadi elemen BDSM itu? Menurut Yazid Subakti dan Deri Rizki Anggarani dalam buku A-Z Tuntunan Hubungan Seksual Sehat dan Islami, tindakan sadomasokisme tidak dibenarkan dalam etika hubungan seksual islami. Allah SWT memerintahkan kepada suami untuk melakukan seks dengan istri secara baik, penuh kelembutan, dan romantisme. 

Dalam surah An-Nisa ayat 19, secara tegas Allah SWT berfirman: 

"Dan pergauilah mereka (istri-istri) dengan baik." 

Kalimat "dengan baik" ini diartikan ulama sebagai adab seusai syariat Islam, yang diperintahkan Allah SWT dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. 

Terlebih, perilaku seksual sadomasokisme dapat menimbulkan dampak psikis dan fisik. Dari sisi mental, itu bisa menimbulkan trauma dan mengubah pandangan antara suami istri. Sementara dari aspek fisik, dampaknya mungkin lebih terlihat jelas berupa cedera atau luka akibat kekerasan.

Penyaluran kebutuhan biologis dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk melampiaskan hasrat seksual, tapi juga harus diniatkan ibadah yang disesuaikan dengan aturan dan ajaran syariat. Sehingga bila sadokisme dilakukan semata-mata untuk kepuasan seksual dan berakibat mengesampingkan syariat, maka ini bisa dihukumi gaya hubuangan suami istri yang dilarang Islam.

6. Tidak melakukan foreplay

6 Gaya Hubungan Intim Suami Istri yang Dilarang dalam Islamilustrasi suami istri melakukan (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Dalam publikasi berjudul Seks dalam Perspektif Islam tahun 2013 karangan Mashur, disebutkan bahwa salah satu adab ketika jima' adalah melakukan cumbu rayu sebelum berhubungan seks.

Ini merupakan bentuk perhatian Islam agar suami tidak mementingkan kepuasannya sendiri, melainkan juga memberi perlakuan istimewa untuk memuaskan istri secara bersamaan. Ini tecermin dari hadis yang artinya: 

"Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya sebagaimana hewan menggauli sesamanya. Hendaknya ia mengadakan pemanasan (perantara) terlebih dahulu dengan jalan ciuman dan kata-kata mesra." (HR. Turmudzi). 

Anjuran untuk melakukan foreplay ini ditekankan oleh Nabi Muhammad SAW, mengingat ada banyak manfaatnya untuk memanaskan suasana intim. Jadi, sebaiknya pasangan saling mempelajari titik erotis untuk bisa mengetahui cara terbaik merangsang satu sama lain. 

Menurut penulis dalam buku A-Z Tuntunan Hubungan Seksual Sehat dan Islami, suami cenderung berfokus pada orgasme, sementara istri mendambakan perasaan dicintai dengan sentuhan. Oleh sebab itu, keterampilan foreplay sangat penting untuk dikuasai agar memperoleh keintiman yang didambakan suami istri. 

Pasangan yang tegesa-gesa melakukan hubungan intim tanpa melakukan cumbu rayu berpotensi melewatkan kepuasan pasangannya. Dalam hal ini, tidak melakukan foreplay bertentangan dengan apa yang disunahkan oleh Nabi.

Begitu penting etika dan tata cara hubungan seksual dalam Islam sehingga terdapat aturan gaya hubungan suami istri yang dilarang dalam Islam. Selain untuk memastikan kepuasan batin bagi suami istri, syariat bersanggama ditujukan untuk mengingatkan pasangan agar senantiasa bersyukur atas pemberian Allah SWT dan tidak terbutakan oleh nikmat dunia, sehingga pasangan bisa menjauhi dan terhindar dari hal-hal terlarang dalam agama. 

Penulis: Dian Rahma Fika Alnina

Baca Juga: Cari Tahu Waktu Berhubungan Seks yang Dilarang dalam Islam

Topik:

  • Bunga Semesta
  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya