13 Film Terbaik Sutradara Kulit Hitam, Punya Pesan Mendalam

Setelah tenar dan menerima pujian lewat Key & Peele, acara sketsa komedi di jaringan Comedy Central yang dibintangi oleh Keegan-Michael Key, aktor sekaligus sutradara Jordan Peele membuat lompatan besar dengan bekerja untuk layar lebar. Pada 2017, Peele melakukan debut penyutradaraannya dengan film Get Out, film thriller sosial yang dibintangi oleh Daniel Kaluuya sebagai Chris dan Allison Williams sebagai Rose.

Get Out menceritakan Chris dan Rose yang ingin bertemu orang tua Rose, Missy (Catherine Keener) dan Dean Armitage (Bradley Whitford). Awalnya, semuanya terlihat baik-baik saja. Namun, pertemuan tersebut berubah menjadi momen mencekam yang memaksa Chris untuk melarikan diri dari jeratan kematian.

Jordan Peele dalam Get Out berhasil memecahkan sejarah dengan menjadi penulis skenario kulit hitam pertama yang memenangkan Academy Awards untuk Skenario Asli Terbaik. Get Out juga mendapat nominasi Oscar untuk Sutradara Terbaik, Aktor Terbaik untuk Daniel Kaluuya, dan Film Terbaik.

Pada 2019, Peele merilis film yang sangat dinanti-nantikan. Film keduanya, yang dibintangi oleh sesama pemenang Oscar, Lupita Nyong'o dan Winston Duke, berjudul Us (2019). Us menceritakan Adelaide Wilson dan keluarganya yang diteror sekelompok doppelganger. Kisah ini memberikan pandangan  tajam terhadap budaya Amerika. Dari dua film ini, Jordan Peele berhasil menyumbangkan penggambaran dan istilah yang tak terlupakan ke dalam leksikon film. 

Karya film sutradara Barry Jenkins, Moonlight (2016), mungkin merupakan film yang paling diingat karena kesalahan penyebutan pemenang untuk kategori Film Terbaik di Academy Awards 2017 yang seharusnya jatuh kepada Moonlight. Pembaca nominasi menyatakan bahwa La La Land adalah pemenang Film Terbaik pada malam itu. Namun, hal ini tidak mengubah pandangan para kritikus tentang betapa luar biasanya film ini.

Moonlight menceritakan seorang laki-laki keturunan Afrika-Amerika bernama Chiron, yang digambarkan dalamt iga fase kehidupannya (saat masih anak-anak, remaja dan dewasa). Tiga aktor yang memerankan karakter Chiron di antaranya, Alex Hibbert, Ashton Sanders, dan Trevante Rhodes. Chiron bergulat dengan orientasi seksual dan perjuangannya menjadi LGBTQ+. Moonlight pun menjadi film pertama yang diperankan banyak orang-orang kulit hitam yang berhasil memenangkan Oscar untuk Film Terbaik.

Setelah Moonlight, Barry Jenkins melanjutkan kesuksesannya dengan If Beale Street Could Talk. Film yang mencekam secara emosional tentang seorang perempuan bernama Clementine "Tish" Rivers (yang dibintangi KiKi Layne). Tish harus membuktikan bahwa kekasihnya, Alonzo "Fonny" Hunt (yang diperankan Stephan James), tidak bersalah atas pembunuhan yang dituduhkan kepadanya. Film ini dipuji karena naskahnya, arahan Jenkins sebagai seorang sutradara, dan penampilan para pemainnya.

Pada 2013, sutradara Inggris, Steve McQueen, menunjukkan kualitas dirinya dalam 12 Years a Slave, film adaptasi dari memoar Solomon Northup. Lahir di New York, Northup diculik pada 1841 di Washington, DC dan dijual sebagai budak meskipun statusnya adalah orang bebas. Solomon Northup akhirnya terjebak dan menjadi budak di perkebunan selama 12 tahun. Hingga suatu hari, ia berhasil mendapatkan kembali kebebasannya.

Chiwetel Ejiofor meraih nominasi Academy Awards untuk Aktor Terbaik untuk perannya sebagai Northup. Selain itu, film ini juga dibintangi Brad Pitt, Sarah Paulson, Michael Fassbender, dan pemenang Aktris Pendukung Terbaik, Lupita Nyong'o (dalam debut filmnya). Film ini juga memenangkan Film Terbaik di Oscar 2014, menjadikan McQueen sebagai sutradara kulit hitam pertama yang berhasil meraih Oscar untuk Film Terbaik.

Lima tahun kemudian, Steve McQueen kembali dengan Widows, drama kriminal yang ditulis dan disutradarai oleh Steve McQueen. Selain itu, Widows dibintangi oleh Viola Davis, Liam Neeson, Brian Tyree Henry, dan Daniel Kaluuya. Widows memang tidak mendapatkan penghargaan yang sama seperti 12 Years a Slave, tapi film ini layak banget kamu tonton.

Ava DuVernay adalah salah satu tokoh paling lugas dan mencolok di Hollywood. Pasalnya, Ava DuVernay berhasil membuat kemajuan besar bagi perempuan kulit hitam di balik layar.

DuVernay membuat sejarah di Sundance Film Festival pada 2012 dengan film Middle of Nowhere sebagai perempuan kulit hitam pertama yang memenangkan penghargaan penyutradaraan. Ia juga menjadi sutradara perempuan kulit hitam pertama yang mendapatkan nominasi Film Dokumenter Terbaik di Academy Awards untuk 13th (2016) dan Golden Globes untuk film biografi berjudul Selma (2014). 

Dalam A Wrinkle in Time (2018), DuVernay menjadi perempuan kulit hitam pertama yang menyutradarai film yang sukses di box office. Pasalnya, A Wrinkle In Time berhasil meraup keuntungan lebih dari 100 juta dolar AS atau setara Rp1,5 triliun. Pada 2010, DuVernay mendirikan AFFRM, African-American Film Festival Releasing Movement untuk membantu mendukung industri perfilman bagi orang-orang kulit hitam.

Jika ingin mendalami gerakan hak-hak sipil, coba nonton Selma. Namun, jika kamu mencari film fantasi klasik yang cocok untuk keluarga, sebaiknya kamu nonton A Wrinkle In Time. Jika ingin menonton film dokumenter, coba nonton 13th. Film dokumenter DuVernay yang rilis pada 2016 ini menceritakan ras dan keadilan di Amerika Serikat.

Pada 2011, perempuan kulit hitam bernama Dee Rees bersekolah pascasarjana di Tisch School of the Arts di Universitas New York. Ia bekerja sama dengan mentornya, sutradara Spike Lee, yang sekaligus merupakan alumni NYU, untuk memproduksi karya pertamanya berjudul Pariah. Film ini ditayangkan perdana di Sundance Film Festival.

Pada 2015, Dee Rees menyutradarai Bessie, film biografi HBO tentang penyanyi bernama Bessie Smith (Queen Latifah). Film ini mendapatkan banyak pujian dan memenangkan Emmy Awards untuk kategori Film Televisi Luar Biasa. Rees juga dinominasikan untuk karya penyutradaraannya.

Pada 2017, Rees merilis Mudbound, film orisinal Netflix yang didasarkan pada novel tahun 2008 berjudul sama. Dalam film ini, Rees juga menambahkan beberapa cerita tentang keluarganya sebagai inspirasi untuk film tersebut. Mudbound memecahkan rekor sejarah bagi Rees, karena ia menjadi perempuan kulit hitam pertama yang dinominasikan di Academy Awards untuk Skenario Adaptasi Terbaik.

Pemeran film Mudbound, Mary J Blige, juga dinominasikan sebagai Aktris Pendukung Terbaik. Karena nominasi ini, Dee Rees menjadi perempuan kulit hitam pertama yang menyutradarai film yang salah satu aktrisnya dinominasikan untuk Academy Awards. Kemudian, Rees kembali bekerja sama dengan Netflix pada 2020 untuk adaptasi novel The Last Thing He Wanted karya Joan Didion.

Setelah debut penyutradaraannya pada 1986 dengan film She's Gotta Have It, Spike Lee kemudian membuat beberapa film terkenal tentang sejarah dan kehidupan komunitas Kulit Hitam lainnya, di antaranya: Do the Right Thing (1989), Mo' Better Blues (1990), Jungle Fever (1991), Malcolm X (1992), He Got Game (1998), 25th Hour (2002), Chi-Raq (2015), dan BlacKkKlansman (2018).

Empat film Lee, seperti She's Gotta Have It, Do the Right Thing, Malcolm X, dan 4 Little Girls, dipilih sebagai film yang penting secara budaya oleh Library of Congress untuk National Film Registry. Spike Lee pun menerima sejumlah penghargaan yang luar biasa sepanjang kariernya, di antaranya Peabody Awards, Emmy Awards, BAFTA, dan Grand Prix di Festival Film Cannes. Penghargaan ini menjadikannya salah satu pembuat film paling berprestasi dan produktif di Hollywood.

Lee mencapai tonggak sejarah setelah memenangkan Penghargaan Kehormatan Academy Awards pada 2015. Disamping itu, Lee juga memenangkan Academy Awards untuk Skenario Adaptasi Terbaik untuk nominasi Film Terbaiknya, BlacKkKlansman.

Pada 2018, setelah berkecimpung selama lima tahun di Hollywood, Ryan Coogler menjadi runner-up untuk penghargaan Person of the Year versi majalah TIME. Kariernya yang sangat singkat dengan penghargaan sekeren itu tentunya memberitahu kita betapa berpengaruhnya sutradara ini. Sebelumnya, Coogler masuk ke ranah film dengan debut Fruitvale Station (2013). 

Fruitvale Station merupakan film yang diangkat dari kisah nyata kehidupan Oscar Grant, pemuda kulit hitam yang dibunuh oleh polisi di stasiun kereta api di Oakland, California, kampung halaman Coogler. Film ini menandai kesuksesan artistik pertamanya. Selain itu, ia juga berkolaborasinya dengan Michael B Jordan, yang membintangi film tersebut sebagai Oscar Grant.

Pada 2015, Coogler menyutradarai Creed, sekuel dari serial film Rocky yang dibintangi Jordan sebagai putra Apollo Creed, Adonis "Donnie" Creed, yang mencoba meneruskan warisan ayahnya. Jordan dan Coogler kembali berkolaborasi pada 2018. Keduanya bersatu kembali untuk bergabung dengan Marvel Cinematic Universe dalam menggarap Black Panther. Film ini dibintangi mendiang Chadwick Boseman sebagai karakter utamanya dan Jordan sebagai sepupunya, Erik Killmonger.

Coogler membuktikan bahwa dirinya mampu menjadi sutradara arus utama. Semua filmnya layak ditonton. Terutama Black Panther yang mendapatkan banyak penghargaan dan menjadi film terlaris dalam sejarah yang disutradarai oleh sutradara kulit hitam.

Seorang aktor dan sutradara Senegal yang lahir dan besar di Paris, Mati Diop, sempat belajar di beberapa sekolah bergengsi di Prancis, salah satunya di museum seni modern Paris di The Palais de Tokyo. Diop memulai debutnya di layar lebar dalam film 35 Shots of Rum (2008) yang disutradarai Claire Denis. Kemudian, Diop terkenal sebagai sutradara berkat Atlantics (2019).

Atlantics berfokus pada hubungan romantis antara dua anak muda di pinggiran kota di Senegal. Mati Diop menjadi perempuan kulit hitam pertama yang menyutradarai film yang ditampilkan di Festival Film Cannes yang bergengsi pada 2019.

Secara keseluruhan, Atlantics menyoroti tentang krisis pengungsi di Senegal, pertanggungjawaban, dan isu LGBTQ+. Atlantics pun memenangkan hadiah Grand Prix tahun itu. Mantan Presiden Barack Obama bahkan memilih Atlantics sebagai salah satu film favoritnya.

Lahir di Haiti dan dibesarkan di Washington, D.C., aktor sekaligus sutradara Numa Perrier harus berjuang sekuat tenaga untuk mencapai mimpinya sebagai pembuat film yang sukses. Perrier sendiri pernah bekerja di industri film dewasa di Las Vegas sebelum akhirnya berhasil mencapai kesuksesan di Los Angeles dan memulai kariernya sebagai sutradara. Pengalamannya itu menginspirasi film debutnya yang berjudul Jezebel.

Jezebel ditayangkan perdana di SXSW pada 2019. Film ini terpilih sebagai salah satu film SXSW terbaik 2019 oleh The Hollywood Reporter. Jezebel dibintangi oleh Tiffany Tenille, yang berperan sebagai Jezebel, gadis yang menjadi tulang punggung keluarga dan bekerja sebagai pekerja seks online.

Aktris Perrier berperan sebagai saudara perempuan Tiffany yang bernama Sabrina, juga bekerja sebagai pekerja seks online untuk menghidupi keluarganya. Berkat peran Tenille dan Perrier, Jezebel menerima ulasan yang sangat positif.

Pembuat film kelahiran Nigeria yang pernah tinggal di Inggris dan Amerika Serikat, Julius Onah, mendapatkan gelar sarjana dari Tisch School of the Arts di Universitas New York. Onah memulai kariernya pada 2015 dengan The Girl Is in Trouble yang diproduseri Spike Lee.

Namun, film blockbuster terbesar Onah adalah The Cloverfield Paradox (2018), kelanjutan dari film yang diproduseri J.J. Abrams berjudul Cloverfield. Film The Cloverfield Paradox dirilis oleh Netflix. Film ini menghubungkan beberapa bagian dari cerita Cloverfield.

Sementara itu, Luce (2019) yang disutradarai Julius Onah, dibintangi oleh Octavia Spencer, Naomi Watts, dan Tim Roth. Film ini menceritakan tentang Luce (yang diperankan Kelvin Harris Jr), seorang siswa sekolah menengah berkulit hitam yang berbakat. Sayangnya, Luce menghadapi banyak masalah dan kesalahpahaman di sekolahnya. 

Pada 1991, Julie Dash membuat sejarah sebagai perempuan kulit hitam pertama yang membuat film layar lebar dan ditayangkan di bioskop nasional dengan film berjudul Daughters of the Dust. Film ini adalah sebuah kisah epik yang berlatarkan tiga generasi dari perempuan kulit hitam.

Daughters of the Dust menggunakan narasi non-linier yang inovatif dan pemandangan indah di Pulau Saint Helena serta penggunaan bahasa Gullah (bahasa yang berakar pada sejarah Kreol yang pernah digunakan oleh orang-orang Afrika-Amerika di daerah pesisir Carolina Selatan). Daughters of the Dust  akhirnya dipilih oleh Library of Congress sebagai National Film Registry. Film ini pun masih sangat berpengaruh hingga saat ini.

Daughters of the Dust menceritakan kisah dramatis dari keluarga Peazant, yang memiliki perbedaan keyakinan terkait spiritual kuno dengan problematika modern. Meskipun begitu, mereka tetap bersatu dalam menghadapi perselisihan tersebut.

Forest Whitaker adalah aktor pemenang Academy Awards yang berhasil meraih piala Oscar untuk Aktor Terbaik berkat film The Last King of Scotland. Namun, Whitaker juga sukses di balik layar. Pada 1995, ia debut penyutradaraannya dalam film Waiting to Exhale.

Waiting to Exhale dibintangi Whitney Houston dan Angela Bassett. Film ini diadaptasi dari novel Terry McMillan berjudul sama yang dirilis pada 1992. Waiting to Exhale menceritakan kehidupan sekelompok perempuan kulit hitam dengan masalah terkait hubungan asmaranya. Akhirnya, Savannah (Whitney Houston), Bernadine (Angela Bassett), Robin (Lela Rochon), dan Gloria (Loretta Devine) mencari solusi untuk menyelesaikan masalah mereka dengan cara yang positif.

Selain itu, Forest Whitaker kemudian menyutradarai beberapa film lagi, di antaranya film komedi romantis Hope Floats (1998) dan film komedi romantis yang dibintangi Katie Holmes, First Daughter (2004).

Pada 2018, artis hip-hop, Ghana Blitz the Ambassador (Blitz Bazawule), mengarahkan film debutnya yang berjudul The Burial of Kojo. Film tersebut menceritakan Esi (Cynthia Dankwa), yang tinggal bersama orangtuanya di pedesaan Ghana. Ia sangat dekat dengan ayahnya, Kojo (Joseph Otsiman).

The Burial of Kojo menceritakan masa kecilnya bersama sang ayah. Tak lama kemudian, kakak laki-laki Kojo, Kwabena (yang diperankan Kobina Amissah-Sam) membawa masalah yang harus diselesaikan dengan Kojo.

Sebagai film Ghana pertama yang dirilis di Netflix, The Burial of Kojo mencetak sejarah dan membuktikan bahwa Blitz the Ambassador memiliki bakat terpendam menjadi seorang sutradara profesional.

Kita tak bisa menilai seseorang dari latar belakangnya. Melalui prestasinya seharusnya seseorang itu bisa diapresiasi dan diberikan penghargaan. Nah, kebetulan banget dengan 13 sutradara kulit hitam yang pintar mendulang prestasinya lewat karya yang sangat luar biasa. Tidak kalah dengan sutradara ternama lainnya yang sudah eksis di Hollywood.