Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Film dengan Vibes seperti Monster karya Hirokazu Koreeda

film Beautiful Beings (dok. New Europe Film Sales/Beautiful Beings)
film Beautiful Beings (dok. New Europe Film Sales/Beautiful Beings)

Monster (2023) jadi salah satu film yang ramai dibicarakan pada awal 2024 ini. Sejak tayang massal, karya sinematik termutakhir dari sutradara Jepang Hirokazu Koreeda itu mengonfirmasi kepiawaiannya mengacak-acak emosi penonton. Balada dua bocah kelas 5 SD yang digambarkan lewat tiga sudut pandang berbeda ini menampar kita semua. 

Ada beberapa isu yang disenggol Koreeda dan penulis naskah Yûji Sakamoto di dalamnya. Mulai maskulinitas toksik, perundungan, hingga kekerasan pada anak. Isu yang cukup serius dan ternyata bukan pertama kalinya diangkat dalam film.

Sebelum Koreeda, ada beberapa senias yang membuat film dengan vibes mirip Monster. Berikut lima judul terbaiknya yang bisa kamu tonton.

1. Close (2022)

Close (dok. Diaphana/Close)
Close (dok. Diaphana/Close)

Close bisa dibilang salah satu film yang paling mirip dengan Monster, terutama dari bagian akhirnya. Jalan ceritanya jelas berbeda, tetapi sama-sama bikin hati sesak. Film karya Lukas Dhont itu juga mengkritik maskulinitas toksik yang mempengaruhi persahabatan antarlelaki, terutama saat mereka masuk usia pubertas. 

Close berlakonkan Leo dan Remi, tetangga dan sahabat karib sejak kecil. Hubungan mereka mulai renggang kala Leo mulai tak nyaman dengan ejekan teman-teman sekelasnya yang mencurigai mereka lebih dari sekadar teman biasa. Hingga satu hari, Leo kehilangan kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan sang sobat. 

2. Heartstone (2016)

Heartstone (dok. Films Boutique/Heartstone)

Heartstone mengulik tema yang hampir sama. Film asal Islandia ini mengikuti pertemanan dua bocah laki-laki bernama Thor dan Christian. Saat masuk usia pubertas, Thor mulai menunjukkan ketertarikan pada teman perempuannya.

Tanpa Thor sadari, sobat karibnya sendiri, Christian, menaruh hati padanya dan membuat pertemanan mereka jadi rumit. Di sisi lain, keduanya hidup di desa nelayan yang kental akan maskulinitas. Sama dengan Monster, tekanan batin lakonnya amat getir buat ditonton. 

3. Beautiful Beings (2022)

Beautiful Beings (dok. New Europe Film Sales/Beautiful Beings)

Masih dari Islandia, kamu bisa coba tonton Beautiful Beings yang juga memotret dinamika persahabatan antarlelaki. Perspektif utamanya adalah Konni, remaja laki-laki yang tergabung dalam komplotan bocah bandel di sekolah.

Namun, di balik fasad bandelnya itu, Konni diceritakan sebagai bocah yang paling berempati dibanding teman-teman satu gengnya. Ini ia tunjukkan dengan justru mengajak salah satu korban bully di sekolahnya untuk bergabung dengan gengnya, sekaligus melindunginya dari keluarganya yang toksik. 

4. Play (2011)

film Play (dok. Coproduction Office/Play)

Sebelum dikenal luas lewat Force Majeure (2014) dan Triangle of Sadness (2022), Ruben Ostlund pernah merilis Play pada 2011. Film ini menempatkan karakter-karakternya dalam posisi abu-abu. Semua bermula dari perundungan yang dilakukan sekelompok bocah laki-laki dari keluarga ekonomi pas-pasan terhadap tiga bocah laki-laki dari kelas menengah. 

Penonton akan dibuat kesal dengan perlakuan jahat para bocah perundung tadi, tetapi di sisi lain kita akan ditampakkan kehidupan sulit mereka di rumah. Play menyorot kultur bully yang tumbuh sejak kanak-kanak dan mirip dengan film Monster, bikin kita termenung. Jangan-jangan akarnya ada di orangtua dan orang dewasa di sekitar anak-anak itu. 

5. Playground (2021)

adegan film Playground (dok. Palace Films/Playground)

Isu perundungan juga disenggol film Belgia berjudul Playground. Ia ditulis lewat perspektif Nora, bocah perempuan yang menyaksikan kakak laki-lakinya beberapa kali jadi korban bully. Sang kakak membuatnya berjanji untuk tidak mengadukan kasus ini pada siapapun dan tak ikut campur, tetapi Nora tak bisa menjaga janjinya. 

Saat kasus ini diketahui orangtua dan sekolah karena Nora, ia menemukan dirinya dan sang kakak justru dirundung lebih parah. Film ini dengan cermat memperlihatkan perspektif anak-anak secara akurat, bahkan dari detail ketinggian kameranya yang dibuat selevel dengan Nora. 

Meski berbeda secara plot, isu sosial dan bagian akhir film-film di atas punya kemiripan tinggi dengan film Jepang Monster karya Hirokazu Koreeda. Siap-siap menyambut lubang ternganga di hatimu setelah nonton. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us