6 Kejadian Kontroversial di Lokasi Syuting Film Klasik Disney

Disney gak selalu sempurna, dari awal karier Walt Disney sebagai animator di Kansas hingga studionya menjadi raksasa terbesar saat ini, rupanya Disney mengalami banyak tantangan, lho. Baik itu secara teknis, aksi yang unik, dan bahkan kesalahan bodoh saat syuting. Kejadian gak terduga di lokasi syuting memang gak bisa diprediksi.
Kesalahan dan kerugian bisa saja terjadi. Lalu, apa saja ya kejadian kontroversial yang terjadi di lokasi syuting film-film Disney klasik ini?
1. Disney mencoba mengakali Undang-Undang Ketenagakerjaan Inggris demi syuting Treasure Island (1950)

Produksi live action pertama Walt Disney adalah Treasure Island, salah satu adaptasi terbaik dari novel karya Robert Louis Stevenson. Rupanya, film tersebut dibuat di Inggris setelah Perang Dunia II. Namun, biaya produksi film ini dibekukan Inggris. Biaya produksi tersebut gak bisa ditarik ke Amerika. Itu sebabnya, guna memanfaatkan dana produksi tersebut, Disney pun terpaksa menggaet aktor Inggris, kecuali Bobby Driscoll yang berperan sebagai Jim Hawkins.
Namun, lagi-lagi Disney apes, nih. Pasalnya, Bobby Driscoll masih sangat muda (12 tahun). Dia pun gak memenuhi syarat untuk bekerja di Inggris oleh Kementerian Tenaga Kerja Inggris. Nah, karena Disney melanggar aturan tersebut, masalah ini pun dibawa ke pengadilan hingga Disney didenda.
Bobby Driscoll dan ayahnya juga didenda dan Bobby dilarang untuk bekerja di Inggris. Ketika banding diajukan, Disney memanfaatkannya waktu dengan mengatur ulang jadwal film untuk menyelesaikan syuting. Bobby Driscoll kembali diajak syuting sebelum sidang. Disney kembali mendapat teguran keras dari hakim dan dianggap melanggar hukum Inggris.
Disney pun takut membawa Bobby Driscoll kembali ke Inggris untuk film-film mendatang. Namun, Disney berhasil menyelesaikan film Treasure Island tepat waktu.
2. 20.000 Leagues Under the Sea (1954) mengeluarkan biaya produksi yang mahal pada masanya

Awalnya, Disney merupakan studio kecil dengan keuangan yang gak stabil. Yap, masalah keuangan ini terjadi karena Walt Disney menggunakan kembali semua uang yang masuk untuk produksi film-filmnya yang mahal. Ia bahkan menghabiskan 9 juta dolar AS atau setara dengan Rp148 miliar (film termahal yang pernah dibuat pada saat itu) untuk film 20.000 Leagues Under the Sea.
Meskipun anggarannya besar, film The Making of 20.000 Leagues Under the Sea, justru gak sebagus yang diduga banyak orang. Sutradara Richard Fleisher bahkan gagal untuk membuat adegan pertama. Disney menggunakan latar belakang matahari terbenam berwarna merah muda yang pudar, tetapi pencahayaannya buruk. Ditambah lagi replika cumi-cumi yang dinilai sangat jelek dan hancur saat syuting.
Disney akhirnya menyuruh teknisi di Disneyland membuat cumi-cumi baru berdasarkan konsep dari penulis Earl Felton, yakni pertempuran yang berlangsung di malam hari dalam badai yang dahsyat. Replika cumi-cumi yang baru, mesin angin dan ombak buatan ini menguras anggaran film. Disney bahkan harus mendatangkan petugas bank ke lokasi syuting untuk meminjam uang di bank. Yap, hasilnya bisa kamu lihat, deh, dalam film tersebut.
3. Serial dan film dokumenter Disney palsu dan memicu kontroversi

Walt Disney mencintai binatang sejak kecil. Ia mengaku memelihara sejumlah binatang di pertanian keluarganya. Itu sebabnya, Walt Disney sering kali mengangkat tema binatang dalam film animasinya.
Film dokumenter alam yang berfokus pada satwa liar menjadi salah satu karya yang paling menantang baginya. Serial dokumenter True-Life Adventures (1948—1960) karya Gregg Mitman merupakan film pendek Disney yang paling menguntungkan, dengan biaya produksi yang murah. Pada masanya, serial tersebut menuai banyak pujian karena menghadirkan aktivitas para hewan di alam liar.
Namun, gambaran alam yang disajikan oleh serial True-Life Adventures ini gak sepenuhnya nyata. Yap, serial dokumenter ini dibuat berdasarkan naskah. Jadi, gak semua adegan bisa diambil di alam. Seperti yang dicatat Snopes, kru men-setting hewan-hewan ini terlebih dahulu.
Rupanya, hal ini juga dilakukan dalam film dokumenter Disney berjudul White Wilderness (1958). Kru film sengaja menggiring puluhan leming impor (sejenis hewan pengerat) dari tebing hingga jatuh ke laut demi sebuah adegan. Adegan menggambarkan asal-usul mitos yang bilang kalau leming pernah melakukan bunuh diri massal. Apakah Walt Disney mengetahui atau menyetujui aksi tersebut? Jawabannya masih belum diketahui, nih. Namun, adegan ini dianggap sangat kejam mengingat asal-usul tersebut juga masih mitos dan gak terbukti kebenarannya.
4. Peran Bette Davis dalam film Watcher in the Woods (1980)

Disney merilis film Watcher in the Woods yang disutradarai John Hough. John adalah seorang veteran Disney yang juga menyutradarai film horor. Watcher in the Woods dibintangi oleh aktris kawakan Betty Davis, yang merayakan ulang tahun ke-50 sebagai aktris Hollywood pada saat film ini dirilis pada 1980.
Namun, saat syuting film Watcher in the Woods, Bette Davis berusia 72 tahun dan proses syuting itu bisa dibilang cukup sulit bagi John Hough. Pasalnya, karakter yang diperankan Bette Davis muncul dalam usia yang berbeda-beda di sepanjang film. Apalagi Bette bertekad untuk memainkan semua adegannya sendiri, seperti karakter di usia yang lebih muda.
Para penata rias pun diterbangkan ke Inggris dari Hollywood untuk merias Bette Davis agar terlihat 20 tahun lebih muda dari usianya. Namun, karena dirasa kurang meyakinkan, John Hough pun memberi tahu Bette Davis, "Bette, kurasa kau gak akan cocok memerankan karakter ini." Bette Davis menanggapi dengan menghisap rokoknya dan membalas dengan ketus, "Kau benar sekali."
5. Penulis Ray Bradbury mengambil alih proses syuting Something Wicked This Way Comes (1983)

Film Disney berjudul Something Wicked This Way Comes adalah film yang sudah lama dibuat. Ray Bradbury pertama kali menulis cerita itu untuk sutradara Gene Kelly sebelum mengubahnya menjadi novel. Kisah tersebut kemudian dijadikan skenario untuk disutradarai oleh teman Ray Bradbury, yaitu Jack Clayton.
Sayangnya, ketika Disney mengambil alih proyek itu dan memulai proses syutingnya, banyak cerita yang dirombak. Ray Bradbury bahkan kesal saat mengetahui kalau teman Jack Clayton diam-diam menyewa penulis skenario yang gak berpengalaman untuk menulis genre fantasi tersebut, dan tentu saja mengubah ceritanya. Nah, antara perubahan naskah dan arahan Jack Clayton, adegan awal dalam film tersebut sangat buruk.
Lalu setelah berdiskusi dengan eksekutif Disney, Ron Miller, Ray Bradbury ngasih saran untuk merevisi naskah dan syuting ulang. Semua pemain dan kru film pun kembali menjalani proses syuting, termasuk Jack Clayton. Namun, suasana di lokasi syuting jadi canggung, nih.
Nah, karena merasa bersalah, Jack Clayton hanya mengamati di pinggir sementara Ray Bradbury yang mengarahkan pengambilan ulang untuk film tersebut. Namun, Ray tetap berhati-hati agar Jack Clayton gak tersinggung.
6. Kecelakaan di lokasi syuting

Dalam remake Mighty Joe Young (1998), gorila raksasa dibuat dengan Computer Graphics (CG). Namun, kamera harus tetap mengambil gambar di lokasi syuting. Selama pembuatan film, kamera dipasang menggunakan crane setinggi 6 meter. Sinematografer Don Peterman pasang badan untuk memastikan arahan kamera. Sayangnya, crane yang menopang kamera tersebut patah.
Akibatnya, Don Peterman dan operator kamera jatuh. Peterman mengalami patah kaki, tulang rusuknya patah, dan cedera kepala, tetapi ia dan operatornya selamat. Meskipun mengalami kecelakaan, Peterman berhasil menyelesaikan film dan membuat film How the Grinch Stole Christmas, sebelum akhirnya pensiun dari industri film.
Kejadian gak terduga memang bisa terjadi di mana pun, termasuk di lokasi syuting. Gak semua yang sudah direncanakan bisa berakhir semua. Psti selalu ada kendala hingga syuting harus diulang. Pekerjaan yang sangat melelahkan, ya!