6 Sutradara Film Dokumenter Paling Kritis, Ada yang sampai Dipenjara 

Lontarkan kritik lewat lensa kamera

Setiap orang punya cara dan mediumnya sendiri untuk mengekspresikan pendapat atau melontarkan kritik. Ada yang menggunakan tulisan, ucapan, nyanyian, gambar, dan lain sebagainya. Untuk kasus sineas, tentu lensa kamera yang mereka pilih. 

Sebenarnya tidak ada patokan untuk mengemasnya dalam bentuk film dokumenter, tetapi nyatanya format tersebut cukup ideal digunakan untuk kebutuhan menyampaikan kritik dan pesan secara lugas.

Melansir buku Introduction to Documentary karya Bill Nichols, film dokumenter bisa dibagi jadi enam tipe. Tipe paling umum adalah dokumenter ekspositori, ditandai dengan keberadaan komentar verbal tentang satu hal yang didukung dengan video footage.

Tipe kedua adalah partisipatori yang artinya sineas menunjukkan interaksi langsung dengan subjek film, bisa dalam bentuk wawancara, obrolan santai atau lainnya. Ketiga, dokumenter observasi yaitu ketika sineas memilih untuk tidak melakukan disrupsi terhadap apa pun yang dilakukan subjek film.  

Jenis keempat adalah dokumenter reflektif yang ditandai dengan interaksi antara sineas atau narator dengan penonton. Kelima, dokumenter performatif yang menyertakan footage atau pengalaman pribadi sineas dalam filmnya. Terakhir, dokumenter puitis yang diidentifikasi lewat penataan visual yang artistik. 

Keenam tipe film dokumenter di atas bisa kamu lihat sendiri dalam bentuk karya langsung. Silakan pakai daftar enam sutradara dokumenter di bawah. Mereka dikenal sebagai pegiat film dokumenter paling inovatif dan kritis.

Pertanyaan dan isu yang mereka angkat benar-benar relevan dan thought provoking. Bahkan salah satu dari mereka harus berurusan dengan hukum karena negaranya tidak menganut sistem demokrasi.

1. Jafar Panahi 

https://www.youtube.com/embed/mWx8teulomE

Di urutan pertama ada Jafar Panahi, sutradara asal Iran yang bila merujuk beberapa pemberitaan terverifikasi sedang menjalani hukuman penjara dari vonis 6 tahun yang dijatuhkan padanya. Melansir Al Jazeera, hukuman tersebut sebenarnya adalah tuntutan lama yang sudah menjeratnya pada 2010 dengan tuduhan mendukung demonstrasi antipemerintah.  

Panahi sempat dibebaskan bersyarat setelah beberapa bulan dipenjara pada 2010. Meski tak harus mendekam di penjara, satu dekade ini Panahi dilarang pergi ke luar negeri dan sebenarnya tidak diperbolehkan membuat film seumur hidupnya.

Tak ambil pusing, Panahi tetap bisa melahirkan beberapa film fenomenal, seperti Taxi Tehran (2015), Three Faces (2018), dan terbaru No Bears yang tayang perdana pada TIFF 2022 lalu.

Panahi dikenal sebagai sutradara film dokumenter yang inovatif dan tak segan memasukkan pesan sosial politik di dalamnya. Film-filmnya sering mengaburkan antara realitas dan fiksi dengan menggunakan pendekatan partisipatori dan performatif. Karyanya menunjukkan bahwa ia prodemokrasi dan antikebijakan opresif pada perempuan.

2. Nikolaus Geyrhalter 

https://www.youtube.com/embed/ebKkUIa4U-8

Berasal dari Austria, Nikolaus Geyrhalter merupakan sutradara film dokumenter yang banyak mengangkat isu-isu anthropocene, disrupsi di alam yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Beberapa judul yang paling mencolok dari filmografi Geyrhalter antara lain Earth (2019), Homo Sapiens (2016), dan The Border Fence (2018). 

Geyrhalter juga punya ciri khas menarik yang bisa diamati dari karya-karyanya, seperti kepiawaiannya meneropong objek dengan angle yang simetris sehingga menciptakan estetika yang jempolan. Itu kontras dengan narasi-narasi filmnya yang sebenarnya suram dan perlu jadi peringatan untuk keserakahan manusia. 

3. Errol Morris

https://www.youtube.com/embed/MzZROKde8Nc

Sudah aktif sejak akhir 1970-an, Morris masih rajin menelurkan karya briliannya dalam bentuk film dokumenter. Errol Morris dikenal lewat ketajamannya dalam melontarkan pertanyaan pada subjek film hingga menyuguhkan tontonan yang menghipnotis. 

Film The Thin Blue Line yang dibuat Morris bahkan membantu seorang pria lepas dari tuduhan tak berdasar yang hampir membuat sang pria mendekam di penjara seumur hidup. Morris bisa dibilang spesialis isu sosial, politik, dan hukum Amerika Serikat. Ia sudah menelurkan puluhan film, termasuk The Unknown Known, The Fog of War, dan yang terbaru American Dharma

Pada era modern seperti sekarang, Morris pun merambah berbagai platform media daring seperti bekerja sama dengan The New York Times untuk membuat serial Op-Docs dan Woodworms bareng Netflix. 

Baca Juga: 13 Film dan Serial Dokumenter Netflix November 2022, Wajib Nonton!

4. Michael Moore 

https://www.youtube.com/embed/hH0mSAjp_Jw

Ketika bicara sutradara dokumenter paling kritis, kamu juga akan diarahkan pada nama Michael Moore. Karyanya yang paling populer dan banjir pujian adalah Bowling for Columbine (2002). Dokumenter itu mengobservasi budaya senjata api di Amerika Serikat untuk menjelaskan fenomena penembakan di sekolah. 

Tidak seperti sekarang di mana orang mulai melek dengan bahaya laten senjata api yang dijual bebas, film Moore pada tahun 2002 itu bisa dibilang argumen baru. Moore juga punya ciri khas, ia menyelipkan humor dan sering kali mencari subjek secara spontan di tempat-tempat yang dilewatinya. 

Moore sendiri terbuka dengan posisi politiknya dan itu membuat pesan dalam karya-karyanya pun bisa diprediksi akan ke arah mana. Namun, tetap saja caranya membawakan sebuah isu menarik dan memantik diskusi lebih lanjut. 

5. Anand Patwardhan 

https://www.youtube.com/embed/H8o1ay1AVJc

Buat yang penasaran dengan isu-isu sosial dan politik di India, Anand Patwardhan merupakan sutradara dokumenter yang tak boleh dilewatkan. Patwardhan menggunakan metode tradisional atau ekspositori ketika membuat film dokumenter. Namun, itu tidak membuat filmnya layak disebut biasa. 

Patwardhan dengan jeli dan teliti mengumpulkan banyak bukti yang mendukung kritiknya pada isu ketidakadilan yang mendarah daging di India karena sistem kasta, korupsi, sampai intoleransi agama. Beberapa judul film terbaik Patwardhan antara lain The Name of God (1992), Jai Bhim Comrade (2011), Father, Son, and Holy War (1994), dan yang terbaru Reason (2018). 

6. Alice Diop 

https://www.youtube.com/embed/l7DHSWr9UIQ

Alice Diop lahir dari keluarga imigran Senegal di Prancis yang membuatnya peka terhadap berbagai masalah yang selama ini cenderung dilupakan atau tidak disertakan dalam film-film produksi Prancis.

Beda dengan Emily in Paris yang banyak dikritik karena tak mencerminkan Paris yang sebenarnya, dokumenter Diop yang berjudul We atau Nous dianggap jauh lebih realistis. Representasi populasinya pas, begitu pula potret sudut-sudut kotanya yang apa adanya. 

Diop adalah salah satu sutradara dokumenter prominen yang banyak mengangkat isu terkini di Prancis. Selain We, ia juga pernah merilis Towards Tenderness (2016) dan On Call (2016). Kritiknya tidak hanya terbatas pada isu ras dan imigran, tetapi juga sampai maskulinitas hingga yang terbaru tentang motherhood. 

Sedang berburu film dokumenter berkualitas? Langsung pakai kata kunci nama-nama sutradara dokumenter paling kritis di atas. Dijamin waktu luangmu tak akan terbuang sia-sia. Bisa sekalian belajar cara mengutarakan dan mengolah argumen jadi kritik yang elegan. 

Baca Juga: 6 Dokumenter Musik Non-Selebritas, Ada Pemenang Oscar

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya