Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Film Favorit Banyak Orang yang Ternyata Penuh Cela

film The Dark Knight (dok. Warner Bros/The Dark Knight)
Intinya sih...
  • Spider-Man (2002) garapan Sam Raimi memiliki kekurangan mencolok, seperti akting cenderung kaku dan pengenalan karakter yang terlalu panjang.
  • 10 Things I Hate About You (1999) terasa ketinggalan zaman dengan dialog diskriminatif dan pengembangan kisah cinta yang kurang solid.
  • Aliens (1986) mengubah monster Xenomorph menjadi musuh mudah dikalahkan, serta kehilangan daya tarik film horor pertamanya.

Ada film-film yang begitu dicintai oleh banyak orang, sehingga kritik terhadapnya nyaris dianggap sebagai penghinaan. Namun, jika diperhatikan lebih dalam, beberapa film favorit ini ternyata menyimpan banyak kelemahan. Hanya saja, hal tersebut mungkin luput dari perhatian saat pertama kali menontonnya.

Entah karena akting kurang maksimal, alur cerita lemah, atau keputusan kreatif yang justru mengurangi kualitas film, ada banyak alasan beberapa film yang dianggap sempurna sebenarnya jauh dari kata itu. Berikut deretan film yang mendapat banyak pujian dan dicintai oleh penonton, tetapi sebenarnya memiliki kelemahan mencolok.

1. Spider-Man (2002)

film Spider-Man (dok. Sony Pictures/Spider-Man)

Tanpa kesuksesan Spider-Man garapan Sam Raimi, dunia perfilman superhero mungkin tidak akan seperti sekarang. Film ini membantu membuktikan bahwa film superhero bisa menjadi blockbuster besar dan membuka jalan bagi kesuksesan Marvel Studios.

Bagi banyak orang, kisah Peter Parker (Tobey Maguire) melawan Green Goblin (Willem Dafoe) serta hubungannya dengan Mary-Jane Watson (Kirsten Dunst) adalah kenangan masa kecil yang tak tergantikan. Namun, nostalgia sering kali membuat orang lupa bahwa film ini sebenarnya penuh kekurangan.

Akting dalam Spider-Man cenderung kaku, terutama dari para pemeran muda yang sering kali terlihat seperti baru pertama kali membaca skrip. Selain itu, setengah pertama film ini terasa agak membosankan dengan pengenalan karakter yang terlalu panjang. Beruntung, Raimi berhasil memperbaiki semuanya di Spider-Man 2 yang jauh lebih solid.

2. 10 Things I Hate About You (1999)

film 10 Things I Hate About You (dok. Touchstone Pictures/10 Things I Hate About You)

Banyak film remaja dari era akhir 90-an dan awal 2000-an yang jika ditonton ulang sekarang, terasa ketinggalan zaman. 10 Things I Hate About You adalah salah satunya. Adaptasi modern dari The Taming of the Shrew ini memiliki banyak momen yang akan sulit diterima jika dibuat di era sekarang.

Dialog yang mengandung unsur diskriminatif, pandangan ketinggalan zaman terhadap seks, hingga adegan di mana seorang siswi memperlihatkan dadanya kepada guru, yang terasa tidak nyaman untuk ditonton dengan perspektif masa kini. Bukan hanya faktor sosial yang membuat film ini terasa kurang solid, tetapi juga pengembangan kisah cintanya.

Hubungan antara Kat (Julia Stiles) dan Patrick (Heath Ledger) memang terlihat manis di akhir, tetapi prosesnya terasa terburu-buru dan kurang natural. Salah satu adegan ikonik saat Patrick menyanyi di lapangan sekolah seharusnya menjadi puncak film, bukan hanya sekadar momen di tengah cerita, karena endingnya tidak sebanding dengan konflik cerita.

3. Aliens (1986)

film Aliens (dok. 20th Century Studios/Aliens)

Setelah Ridley Scott memperkenalkan dunia pada teror Alien, James Cameron membawa sekuelnya yang lebih eksplosif dan lebih penuh aksi. Jika Alien (1979) adalah film horor mencekam yang membangun ketakutan terhadap satu Xenomorph yang hampir tak terkalahkan, Aliens justru mengubah monster ini menjadi musuh yang jumlahnya lebih banyak tetapi mudah dikalahkan.

Pergeseran dari thriller psikologis menjadi film aksi membuat banyak penggemar merasa sekuel ini kehilangan daya tarik yang membuat film pertamanya begitu istimewa. Alih-alih mempertahankan misteri dan bahaya dari Xenomorph, Cameron justru membuat mereka tampak lebih lemah dan mudah dikalahkan oleh sekelompok prajurit dengan senjata berat.

Ditambah dengan karakter tentara yang terlalu stereotip dan dialog "maskulin" yang terasa klise, Aliens menjadi lebih mirip film perang daripada film horor fiksi ilmiah. Memang, film ini masih memiliki banyak penggemar, tetapi jika dibandingkan dengan Alien pertama, sekuelnya terasa jauh lebih dangkal.  

4. Black Swan (2010)

film Black Swan (dok. Fox Searchlight/Black Swan)

Darren Aronofsky dikenal dengan film-filmnya yang menggali sisi gelap manusia dan Black Swan adalah salah satu karya terbaiknya. Film ini mengikuti perjalanan Nina Sayers (Natalie Portman), seorang balerina yang terobsesi dengan kesempurnaan hingga kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

Dengan akting luar biasa dari Portman, sinematografi indah, serta atmosfer menegangkan, Black Swan seharusnya menjadi film yang sempurna. Namun, semua itu berubah ketika cerita mulai kehilangan arah di bagian akhirnya. Puncak film ini, di mana Nina secara tidak sadar menikam dirinya sendiri karena efek halusinasi, terasa tidak masuk akal.

Tidak hanya itu, transformasi Nina menjadi angsa raksasa dengan efek CGI kurang meyakinkan justru merusak atmosfer yang sebelumnya dibangun dengan baik. Bahkan, jika diperhatikan, akhir film ini memiliki kemiripan mencolok dengan film Aronofsky sebelumnya, The Wrestler, yang juga berakhir dengan karakter utama sekarat setelah mencapai puncak performanya.  

5. The Dark Knight (2008)

film The Dark Knight (dok. Warner Bros/The Dark Knight)

The Dark Knight sering disebut sebagai film superhero terbaik sepanjang masa, terutama karena performa luar biasa Heath Ledger sebagai Joker. Memang, akting Ledger begitu memikat hingga membuat banyak orang mengabaikan berbagai kekurangan dalam film ini. Namun, jika kita melihat lebih dekat, film ini sebenarnya jauh dari sempurna.

Salah satu masalah utamanya adalah bagaimana film ini memperlakukan karakter perempuan, terutama Rachel Dawes (Maggie Gyllenhaal), yang hanya dijadikan alat untuk memotivasi karakter laki-laki. Ketika dia dibunuh di tengah film, dampaknya lebih terasa sebagai pemicu bagi Bruce Wayne dan Harvey Dent, bukan sebagai kehilangan yang berarti secara emosional.

Selain itu, adegan sonar ponsel yang digunakan Batman untuk menangkap Joker terasa seperti keputusan yang terlalu absurd bahkan untuk standar dunia superhero. Dengan pendekatan terlalu serius dan beberapa elemen cerita yang kurang masuk akal, The Dark Knight mungkin bukan film buruk, tetapi jelas bukan mahakarya sempurna seperti yang banyak orang klaim.

Film-film di atas memang memiliki tempat spesial di hati banyak penonton, tetapi tidak ada film yang benar-benar sempurna jika diperhatikan lebih dalam. Namun, justru dari kekurangan itulah kita bisa lebih menghargai dunia perfilman, bahwa bahkan film terbaik sekalipun bisa memiliki cela. Jadi, apakah film favoritmu ada dalam daftar ini?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us