5 Film Soal Konflik Lahan dengan Pesan Pro Lingkungan

Evil Does Not Exist merupakan film terbaru Ryusuke Hamaguchi (Drive My Car, Wheel of Fortune and Fantasy) yang akan membawamu mendarat di sebuah pedesaan di dekat Tokyo, Jepang. Meski relatif dekat dari ibu kota, masih tersisa lahan cukup luas yang memikat pebisnis untuk membangun proyek glamping di atasnya. 

Sontak, proyek ini mengubah hidup para penduduk desa. Penempatan septic tank yang tidak tepat mulai mencemari sumber air penduduk dan memicu konflik. Dikemas dengan gaya slow cinema, kamu akan disuguhi diskursus soal etika pengembangan lahan. 

Skala konflik lahan dalam Alcarras sebenarnya cukup sempit bila dibanding Evil Does Not Exist yang melibatkan seluruh penduduk desa. Dalam Alcarras, pihak yang harus berduel adalah dua keluarga, Pinyol dan Sole. Kedua belah pihak sepakat mengadakan perjanjian kelola lahan tanpa dasar hukum jelas sebagai bentuk balas budi klan Pinyol pada klan Sole. 

Beberapa dekade kemudian, berbekal absennya hak milik Sole, keturunan klan Pinyol meminta kembali hak kelola atas tanah tersebut untuk proyek panel surya mereka. Ini membuat keluarga Sole yang selama beberapa generasi bertumpu pada hasil kebun di lahan tersebut tergusur.  

Penduduk pribumi Amerika Selatan juga sering jadi pesakitan dalam konflik lahan. Kekayaan alam melimpah di area tersebut memikat banyak korporasi untuk melakukan eksploitasi berlebih yang berdampak pada keberlangsungan hidup warga pribumi. 

Ini yang coba dipotret National Geographic dalam film The Territory. Film dokumenter ini mengikuti perjuangan suku Uru-Eu-Wau-Wau untuk melawan korporasi dan petani skala besar yang merusak tempat tinggal mereka di Rondonia, Brasil. Disadari atau tidak, para pelaku eksploitasi itu sudah menciptakan berbagai kerusakan yang membuat populasi penduduk Uru-Eu-Wau-Wau berkurang drastis. 

Sutradara asal Iran, Mohammad Rasoulof, kembali melontarkan pemikiran kritisnya soal keserakahan korporat dan korupsi pejabat dalam film bertema konflik lahan, A Man of Integrity. Balada garapannya ini tentang seorang peternak ikan yang menemukan hewan ternaknya mati karena kualitas air yang memburuk. 

Saat berusaha mencari sumber pencemaran airnya, ia ternyata harus berhadapan dengan korporasi besar dan pejabat korup yang melindungi mereka. Itu pula yang menjelaskan mengapa hanya tersisa sedikit petani dan pertenak skala kecil di desanya. Sebuah film yang saking realisnya, bikin dada terasa sesak. 

Promised Land mengikuti sudut pandang seorang salesman yang direkrut sebuah perusahaan energi untuk menghasut para petani agar bersedia menjual atau menyewakan tanah mereka. Namun, dalam prosesnya ia justru menemukan kecurangan-kecurangan dari pihak korporat yang membuatnya berubah haluan dan mengutamakan kebenaran. Film ini melibatkan nama-nama tenar macam Matt Damon, John Krasinsky, dan Francis McDormand. 

Eksploitasi lahan berlebih adalah isu serius yang bila terus terjadi tak akan menyisakan apapun untuk anak cucu kita pada masa depan. Film-film di atas kiranya bisa memotivasi kita untuk lebih bijak memperlakukan alam. Pada akhirnya, manusia lebih butuh alam, bukan sebaliknya.