Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kalis Kritik Film Vina: Komersil Tidak Sama dengan Mencari Keadilan

film Vina: Sebelum 7 Hari (Instagram.com/deecompany_official)

Sejak sebelum tayang, film Vina: Sebelum 7 Hari sudah menuai kritik di media sosial, karena dianggap mengeksploitasi tragedi. Film yang akhirnya tayang pada 8 Mei lalu ini pun meraih lebih dari 1 juta penonton dalam tiga hari penayangannya saja. 

Di tengah ramainya penonton, tak sedikit pula netizen yang menyuarakan keresahannya terhadap film garapan Anggy Umbara ini. Beberapa influencer mulai angkat bicara, salah satunya Kalis Mardiasih. 

Penulis dan aktivis yang peduli terhadap isu perempuan ini mengemukakan pendapatnya untuk film Vina. Dalam cuitannya di X, Kalis mengkritisi film yang ditulis dari peristiwa femisida atau penganiayaan, pemerkosaan berujung pembunuhan secara sadis kepada remaja perempuan ini.

1. Kalis Mardiasih menyayangkan film Vina pakai nama asli korban

film Vina: Sebelum 7 Hari (Instagram.com/deecompany_official)

Dalam unggahan di X pribadinya, @mardiasih, pada 10 Mei 2024, Kalis berpendapat bahwa film Vina memiliki unsur urban legend, yaitu ketika teman dekatnya tiba-tiba kesurupan dan memberitahukan bahwa ia dan kekasih meninggal karena dibunuh. Namun, berbeda dari sejumlah film horor urban legend lain, seperti Si Manis Jembatan Ancol atau film-film Suzzana, Kalis menyayangkan film ini menggunakan nama asli korban sebagai judulnya. 

"Film-film urban legend horor yang telah ada sebelumnya tidak memakai nama asli, misal film-film Suzanna atau Si manis jembatan ancol. Film Vina juga justru secara terang-terangan menyatakan telah mendapat izin keluarga, yang artinya menebalkan perkawinan antara orientasi profit dengan duka. Semacam duka dan kenikmatan (profit), pain and pleasure," tulisnya.

2. Tidak bisa berhenti pada pemberian izin dari pihak keluarga

film Vina: Sebelum 7 Hari (Instagram.com/deecompany_official)

Dalam cuitannya tersebut, Kalis juga mengkritisi dalih pihak produksi yang menggembor-gemborkan telah mendapat izin dari pihak keluarga. Menurutnya, masalah ini tidak bisa berhenti pada pemberian izin saja. 

"Membahas unsur relasi kuasa dari pihak PH kepada keluarga saja pastinya sudah sangat rumit. Apalagi membahas apakah keluarga punya pengetahuan untuk mempertimbangkan dampak dari produk budaya layar yang akan berumur seumur hidup seperti film? Apakah keluarga memiliki kesadaran jika peristiwa pembuatan film ini bukan hanya tentang "izin keluarga" tapi juga tentang pembentukan cara pandang masyarakat tentang sebuah peristiwa kekerasan terhadap anak? Tanggung jawab terhadap cara pandang ini tidak bisa begitu saja diserahkan kepada satu penulis laki-laki yang diragukan memiliki kapasitas dalam hal ini, apalagi penulisan akan dikemas dalam struktur teori penulisan film horor," tulisnya.

Banyak unsur lain yang bisa dipertanyakan, seperti bagaimana proses permintaan izinnya, apa saja perjanjian antara pihak produksi dan keluarga, sejauh mana keluarga terlibat dalam proses penulisan dan pembuatan filmnya, dan sebagainya.

"Sejauh mana keluarga terinformasi tentang semua struktur dan subtansi penulisan? Setelah penulisan, sejauh mana keluarga terlibat dalam proses pembuatan film? Penulisan dan pembuatan film sudah dua hal yang berbeda," katanya lagi.

3. Penayangan film Vina secara komersil berbeda dari hal mencari keadilan

film Vina: Sebelum 7 Hari (Dok. Dee Company)

Dalam sejumlah konferensi pers, pihak produksi juga menyebut bahwa film Vina dibuat untuk mencari keadilan, karena ada pelaku yang belum tertangkap. Melalui tulisan yang sama, Kalis menyebut bahwa film yang tayang secara komersil tidak bisa disamakan dengan mencari keadilan. 

"Apakah keluarga tahu jika film komersil pada akhirnya akan berhenti pada outcome XX juta penonton sudah blablabla dan hal itu tidak sama dengan mencari keadilan untuk korban melainkan valuasi profit dalam industri?" ujarnya.

Selain persoalan izin keluarga, Kalis juga menyayangkan pihak bioskop yang memberikan layar cukup banyak untuk film ini.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zahrotustianah
Erfah Nanda
Zahrotustianah
EditorZahrotustianah
Follow Us