7 Lagu yang Liriknya Diubah karena Alasan Sensitif, Ada Taylor Swift

- Taylor Swift merekam ulang lagu-lagu lamanya dan mengubah lirik yang dianggap sensitif, seperti "Better Than Revenge" dan "Picture to Burn".
- Lizzo merespons cepat kritik terhadap lirik lagunya "Grrrls" dengan mengubah kata yang dianggap merendahkan penyandang disabilitas.
- Beyoncé juga mengganti lirik lagunya "Heated" setelah mendapat kritik atas penggunaan istilah yang problematik.
Sepertinya, kepekaan sosial memang akan selalu berubah. Lirik lagu yang dulu mungkin dianggap biasa saja, kini bisa terasa problematik, entah itu karena menyinggung isu seksisme, rasisme, atau hal sensitif lainnya.
Ternyata, bukan hanya kita sebagai pendengar yang merasakannya, para musisinya sendiri pun sering kali merasa hal yang sama. Menariknya, alih-alih membiarkannya begitu saja, beberapa musisi besar justru mengambil langkah proaktif untuk "memperbaiki" karya mereka. Ada yang mengubah lirik lagu hits lamanya saat merilis versi rekaman ulang, ada pula yang dengan sigap merevisi lagu baru setelah mendapat masukan dari publik.
Penasaran lagu populer apa saja yang liriknya sudah diubah karena alasan sensitif? Simak daftarnya berikut ini, yuk!
1. "Better Than Revenge" dan "Picture to Burn" - Taylor Swift
Sebagai artis yang merekam ulang semua album lamanya, Taylor Swift punya kesempatan unik untuk "memperbaiki" lirik yang ia tulis saat remaja. Salah satu yang paling disorot adalah lagu energik "Better Than Revenge".
Lirik aslinya, "She’s better known for the things that she does on the mattress", selama bertahun-tahun menuai kritik karena dianggap slut-shaming. Menyadari hal ini, dalam versi rekaman ulangnya di album Speak Now (Taylor's Version), Taylor mengubah lirik tersebut menjadi "He was a moth to the flame, she was holding the matches", sebuah perubahan cerdas yang mengalihkan fokus dari menyalahkan sang perempuan.
Jauh sebelum itu, Taylor juga pernah mengubah lirik di lagu debutnya, "Picture to Burn". Versi paling awal dari lagu ini memuat lirik bernada homofobik sebagai bentuk balas dendam kepada mantan, "That’s fine, I’ll tell mine you’re gay, by the way". Lirik ini dengan cepat diubah menjadi "That’s fine, you won’t mind if I say, by the way" di versi-versi album selanjutnya.
2. "Grrrls" - Lizzo
Lizzo memberikan contoh respons cepat dan dewasa dalam menghadapi kritik. Hanya tiga hari setelah merilis lagu "Grrrls", ia langsung dihujani protes karena menggunakan kata "spaz" dalam liriknya. Ini berarti sebuah istilah yang dianggap sebagai hinaan yang sangat merendahkan bagi para penyandang disabilitas.
Tanpa banyak drama, Lizzo langsung merilis pernyataan maaf, menjelaskan bahwa ia tidak pernah bermaksud menggunakan bahasa yang merendahkan dan sebagai seseorang yang sering menjadi sasaran kata-kata menyakitkan, ia sangat memahami dampaknya. Ia pun segera merilis versi baru dari "Grrrls" dengan lirik yang diubah dari "I'ma spaz" menjadi "Hold me back", sebuah tindakan yang menuai banyak pujian.
3. "Heated" - Beyonce
Seolah deja vu, hanya selang beberapa minggu setelah kasus Lizzo, giliran Beyoncé yang kecolongan menggunakan kata yang sama. Dalam lagu "Heated" dari albumnya yang sangat diantisipasi, Renaissance (2022), ia juga menggunakan istilah "spaz" yang problematik. Tentu saja, kritik langsung berdatangan dari para aktivis karenanya.
Tidak butuh waktu lama, tim Beyoncé langsung sigap merespons. Mereka menyatakan bahwa penggunaan kata tersebut sama sekali tidak disengaja untuk menyakiti dan berjanji akan menggantinya. Lagu di platform streaming pun segera diperbarui, mengubah liriknya dari "Spazzin' on that ass" menjadi "Blastin' on that ass", menunjukkan bahwa bahkan Beyoncé pun bersedia mendengarkan dan melakukan perubahan.
4. "Misery Business" - Paramore
Lagu ini adalah anthem emo-pop punk yang hits pada 2007, tapi punya satu baris lirik yang kontroversial. Sang vokalis, Hayley Williams, yang menulis lirik "Once a whore, you’re nothing more" saat masih berusia 17 tahun, merasa semakin tidak nyaman dengan lirik tersebut seiring ia dewasa. Merasa kalimat itu bernada antifeminis, pada 2018 ia bahkan sempat "memensiunkan" lagu ini dan berhenti membawakannya di konser selama beberapa tahun.
Namun, setelah kembali dibawakan, Hayley punya solusi cerdas, kini setiap kali sampai di bagian lirik tersebut, ia akan mensensornya sendiri dengan tidak menyanyikan kata "whore", sebuah tindakan yang menunjukkan pertumbuhan pribadinya sebagai seorang seniman.
5. "They Don’t Care About Us" - Michael Jackson
Lagu protes paling kuat dari sang Raja Pop ini sempat menuai kontroversi besar saat dirilis, karena liriknya yang menggunakan istilah-istilah yang dianggap anti-Semit. Awalnya, Michael Jackson sempat membela diri dan menyatakan bahwa niatnya adalah justru untuk menentang rasisme, bukan menyebarkannya.
Namun, setelah mendapat tekanan dan kritik yang luas, ia akhirnya setuju untuk melakukan perubahan. Solusinya pun cukup unik, yakni ia merilis ulang lagu tersebut dengan lirik yang sudah diubah, dan untuk versi video klipnya, kata-kata yang menyinggung tersebut ditutupi dengan efek suara keras agar tidak terdengar.
6. "Money for Nothing" - Dire Straits
Lagu klasik dengan riff gitar ikonik ini punya sejarah yang kelam, karena penggunaan hinaan bernada homofobik dalam lirik aslinya. Saking kontroversialnya, lagu "Money for Nothing" ini bahkan pernah dilarang diputar di stasiun radio Kanada selama beberapa tahun.
Meskipun lirik di versi rekaman aslinya tidak pernah diubah secara resmi, sang frontman, Mark Knopfler, menunjukkan kesadarannya akan isu ini. Kini, setiap kali ia membawakan "Money for Nothing" di atas panggung, ia selalu mengganti kata yang menyinggung tersebut dengan pilihan kata lain yang lebih netral, sebuah cara untuk tetap melestarikan lagu hitsnya sambil beradaptasi dengan nilai-nilai masa kini.
7. "Ultraviolence" - Lana Del Rey
Lagu "Ultraviolence" milik Lana Del Rey memuat salah satu lirik paling kontroversial di musik pop modern, "He hit me and it felt like a kiss". Kalimat ini menuai kritik tajam karena dianggap meromantisasi dan menglorifikasi kekerasan dalam rumah tangga.
Beberapa tahun setelah lagu ini rilis, Lana Del Rey sendiri mengakui bahwa ia tidak lagi menyukai dan merasa nyaman dengan lirik tersebut. Ia menjelaskan bahwa lirik itu adalah cerminan dari hubungan-hubungan toksik yang ia kenal di masa lalunya. Sebagai bentuk pertumbuhan pribadinya, kini setiap kali membawakan "Ultraviolence" di atas panggung, ia akan melewatkan bagian lirik kontroversial tersebut sepenuhnya.
Pada akhirnya, perubahan lirik yang dilakukan oleh para musisi ini adalah sebuah cerminan positif dari pertumbuhan. Keputusan mereka buat “memperbaiki” karya masa lalunya menunjukkan adanya kepekaan dan keberanian mengakui kesalahan. Keren banget, ya!