5 Film Lawas yang Secara Aneh Meramalkan Masa Kini, Relate Banget!

- Idiocracy (2006) - Meramalkan kemerosotan kecerdasan masyarakat dan ketergantungan pada teknologi. - Cerita tentang dunia bodoh dan kacau yang terasa relevan dengan zaman sekarang.
- Gattaca (1997) - Hanya orang dengan gen sempurna yang dihargai, mirip dengan seleksi genetik masa kini. - Menampilkan elit teknologi yang memilih embrio bebas dari penyakit fisik dan mental.
- Strange Days (1995) - Teknologi merekam dan menjual pengalaman pribadi terasa nyata dengan adanya vlog ekstrem dan dokumentasi kejahatan. - Membayangkan Los Angeles masa depan dikuasai kerusuhan, mirip dengan kondisi saat ini.
Beberapa film lama sering dianggap hanya sebagai hiburan fiksi ilmiah atau satir sosial yang berlebihan. Namun seiring waktu, banyak dari cerita-cerita ini justru terasa seperti ramalan masa depan yang perlahan jadi kenyataan. Entah itu tentang kemerosotan kecerdasan masyarakat, ketergantungan pada teknologi, atau kelahiran dunia hiburan yang makin absurd.
Menariknya, prediksi-prediksi tersebut muncul jauh sebelum fenomena-fenomena itu benar-benar terjadi. Para sutradara film tersebut mungkin tidak bermaksud menjadi peramal, tapi karya mereka kini bisa dibaca ulang sebagai kritik tajam terhadap arah dunia. Kira-kira film apa saja, ya?
1. Idiocracy (2006)

Bayangkan dunia di mana orang-orang cerdas berhenti punya anak, media menjadi sangat dangkal, dan presiden adalah mantan bintang reality show yang sama sekali tidak kompeten. Kedengarannya familiar? Inilah premis Idiocracy, film satir karya Mike Judge yang awalnya dianggap lucu tapi kini terasa seperti ramalan yang jadi kenyataan.
Ceritanya mengikuti seorang pustakawan militer biasa (Luke Wilson) dan pekerja seks (Maya Rudolph) yang dibekukan dalam eksperimen militer, dan bangun 500 tahun kemudian dalam dunia yang benar-benar bodoh dan kacau. Meski awalnya berniat hanya jadi komedi fiksi ilmiah, banyak aspek Idiocracy terasa menakutkan relevan dengan dunia sekarang.
Film ini memang menyederhanakan penyebab kemunduran yakni karena "orang bodoh lebih banyak punya anak", tapi tetap memberikan gambaran tajam tentang apa yang terjadi ketika media, pendidikan, dan pemikiran kritis runtuh bersama.
2. Gattaca (1997)

Gattaca adalah film yang sangat kuat secara emosional dan penuh makna. Di masa depan, hanya orang-orang dengan gen sempurna yang boleh memegang jabatan penting, sementara mereka yang lahir secara alami jadi warga kelas dua.
Ethan Hawke memerankan seorang pria 'tidak valid' yang ingin jadi astronot, dan demi mewujudkan mimpinya, ia harus berpura-pura menjadi orang lain dengan bantuan DNA dari seorang 'valid' (Jude Law) yang kini lumpuh.
Film ini terasa makin nyata ketika dunia kita mulai berbicara soal "bayi desain" dan seleksi genetik lewat IVF. Di kalangan elit teknologi, muncul dorongan untuk menyaring embrio agar bebas dari penyakit fisik dan mental, bahkan memilih tingkat kecerdasan. Dengan tokoh seperti Elon Musk yang terang-terangan mendukung eugenika gaya baru, Gattaca bukan lagi fiksi ilmiah.
3. Strange Days (1995)

Dalam Strange Days, Los Angeles masa depan dikuasai kerusuhan dan kekerasan polisi. Teknologi di film ini memungkinkan seseorang merekam dan menjual pengalaman pribadimulai dari perasaan, penglihatan, hingga kenanganyang bisa ditransfer ke otak orang lain. Teknologi tersebut tentu saja digunakan untuk menyebarkan adegan seks, kejahatan, hingga kekerasan ekstrem.
Ketika pertama kali dirilis, banyak orang menganggap Strange Days terlalu kelam dan tidak realistis. Tapi sekarang, film ini justru terasa sangat relevan. Ide tentang memonetisasi pengalaman pribadi bukan lagi hal aneh, kita sudah melihatnya dalam bentuk vlog ekstrem, video prank kejam, dan dokumentasi kejahatan.
4. Network (1976)

Network mungkin bukan film fiksi ilmiah, tapi prediksinya tentang dunia media begitu akurat hingga terasa menyeramkan. Peter Finch memerankan Howard Beale, seorang pembawa berita yang mengalami krisis mental di siaran langsung. Alih-alih dipecat, siaran marah-marahnya justru mendapat rating tinggi.
Tak lama, ia jadi bintang utama acara sendiri sebagai “nabi gila” yang berteriak mewakili kemarahan rakyat. Ucapan terkenalnya, “I’m mad as hell, and I’m not going to take this anymore!” diulang oleh jutaan penonton dalam film, dan kini bisa ditemukan di komentar media sosial setiap hari.
Network menggambarkan bagaimana media bisa memanfaatkan kemarahan publik demi keuntungan bisnis. Lihat saja acara-opini yang menyamar sebagai berita di televisi sekarang, banyak yang seolah menjiplak karakter Howard Beale. Kalau saja film ini juga memasukkan politik dan korupsi, mungkin itu sudah bukan prediksi lagi, tapi dokumenter.
5. The Year of the Sex Olympics (1968)

Siapa sangka tayangan BBC dari tahun 1968 bisa menebak lahirnya reality show? Film ini membayangkan masa depan di mana elit yang menguasai media dan politik menciptakan program televisi untuk mengalihkan perhatian rakyat. Ada acara dimana lansia saling lempar makanan dan program yang mengisolasi keluarga di pulau terpencil sambil direkam 24 jam non-stop.
Dengan realita sekarang di mana orang sukarela dikurung di rumah Big Brother atau mencari jodoh sambil ditonton jutaan pasang mata, prediksi The Year of the Sex Olympics terasa seperti ramalan yang benar-benar terjadi. Bahkan, gagasan bahwa televisi digunakan untuk meredam keresahan publik juga tidak terdengar aneh di era media massa dan algoritma.
Dari satir kocak hingga kritik sosial yang kelam, lima film ini membuktikan bahwa imajinasi kadang bisa lebih tajam dari fakta. Meski dibuat puluhan tahun lalu, pesan-pesan mereka kini terasa sangat nyata. Mereka bukan sekadar tontonan, tapi juga cermin bagi zaman yang kita jalani sekarang. Jadi, menurutmu, film mana yang paling mendekati kenyataan hari ini?