Review Film Shutter Versi Indonesia, Horor yang Menyentuh Hati

- Film Shutter Indonesia tidak aman untuk semua orang
- Akting dan dialog natural, nyaman di mata dan telinga
- Jumpscare yang berbeda dan lebih menyentuh dari versi aslinya
Cekrek!
Falcon Pictures kembali menggarap remake. Kali ini, rumah produksi tersebut mengadaptasi film Shutter dari Thailand yang sudah dirilis pada 2004 silam. Kisahnya pun sama, hanya berganti nama karakter dan latar tempat. Menceritakan Darwin, seorang fotografer yang diteror oleh makhluk gaib.
Namun, ada sesuatu yang menyentuh dan membedakan dari versi Indonesia ini. Penasaran? Simak ulasan singkat IDN Times berikut ini yang mungkin bisa jadi bahan pertimbanganmu menonton Shutter lokal.
1. Bukan film yang aman untuk semua orang

Pertama-tama, ini bukan film yang aman untuk semua orang. Kamu gak bisa menonton bareng anak atau adik kecil, ya. Banyak kata-kata kasar yang tak disensor, begitu pula adegan yang kurang pantas bila anak di bawah 17 tahun menyaksikannya.
Selain itu, film ini juga memiliki trigger warning. Walau tidak ditampilkan dengan eksplisit, ada adegan pemerkosaan yang cukup mengganggu. Jadi, kamu bisa menyiapkan mental terlebih dahulu sebelum menontonnya.
Sepanjang film, kamera juga menjadi elemen penting, termasuk flash-nya. Layar dibuat seperti kilatan kamera sehingga berpotensi kurang nyaman untuk kamu yang punya fotofobia. Kamu mungkin bisa menyiapkan kacamata gelap dari awal untuk berjaga-jaga.
2. Akting dan dialog yang natural, nyaman di mata dan telinga

Vino G. Bastian juga tampil berbeda di sini. Kalau biasanya dia main drama atau horor dengan karakter kuat, kali ini ia sukses bikin penonton ikut tenggelam dalam dunia Darwin yang penuh tekanan dan rasa sesak. Ekspresi gelisah dan paranoidnya dapet banget.
Kehadiran Anya Geraldine dan Niken Anjani juga jadi pelengkap yang pas. Dua-duanya berhasil menghidupkan karakter mereka dengan cara yang alami, tanpa terasa dibuat-buat.
Meski adaptasi, dialog-dialognya terasa mengalir dan bukan hanya terjemahan belaka. Interaksi antara pemain juga natural sekali, seperti bukan skrip. Entah itu improvisasi atau bukan, yang pasti nyaman di mata dan tidak membuat gagal fokus selama menonton. Serasa sungguh-sungguh dibawa ke dunia Darwin, deh.
3. Jumpscare yang akhirnya berbeda dari biasanya dan lebih menyentuh dari versi aslinya

Film horor pasti punya jumpscare, tapi, Shutter versi Indonesia efektif dan gak berlebihan. Ada beberapa momen kemunculan hantu yang bikin kaget sampai melompat kecil di bangku bioskop. Namun, Sutradara Herwin berhasil membangun ketegangannya secara perlahan lewat jepretan kamera.
Shutter juga memberikan pengalaman menonton horor yang unik. Kehadiran hantunya tak selalu menyeramkan, malah menuai simpati penonton. Bagian akhirnya memiliki perbedaan dari versi asli. Ada kampanye #SafePlaceforAll yang digaungkan dalam film ini.
Jadi, buat kamu yang mau menyaksikan Shutter, perlu diperhatikan beberapa peringatan di atas. Dan untuk kamu yang sudah menonton versi Inggris dan Thailand, kamu gak usah khawatir kalau film ini akan membosankan. Jalan ceritanya memang sama, tapi sukses lebih menyentuh hati karena kedekatannya dengan masyarakat Indonesia.
Film Shutter tayang di bioskop pada 30 Oktober 2025. Cekrek!


















