Rio Dewanto Kena Culture Shock Syuting Film Keadilan, Puji Aktor Korea

- Rio Dewanto kena culture shock saat syuting film Keadilan dengan tim Korea
- Kesulitan menjaga emosi dan adaptasi dengan sistem produksi membuat Rio kagum pada profesionalisme aktor Korea
- Persiapan dan workshop yang berkesan, termasuk latihan adegan persidangan, menambah pengalaman Rio dalam film ini
Jakarta, IDN Times – Cuaca cerah seakan ikut menyambut kedatangan Rio Dewanto di kantor IDN, Jakarta, Selasa (11/11/2025). Tiba sekitar pukul 09.00 WIB, aktor kelahiran 1987 tersebut menebar senyum hangat dan langsung menyapa tim IDN Times dengan ramah. Ia terlihat begitu antusias untuk mempromosikan film terbarunya berjudul Keadilan (The Verdict).
Film yang diproduksi oleh MD Pictures ini memang cukup istimewa, karena merupakan karya kolaborasi dua negara antara Indonesia dan Korea, dengan melibatkan Lee Chang Hee, sutradara di balik drama Korea populer A Killer Paradox.
Dalam kesempatan ini, Rio mengaku excited bisa bekerja sama dengan Lee Chang Hee, karena sebelumnya, ia juga nonton drama tersebut. Menariknya, di balik antusiasmenya itu, Rio juga menceritakan ada tantangan yang ia temui selama proses syuting. Ia mengaku culture shock, karena standar kerja orang Korea yang sangat terstruktur dan disiplin. Pengalaman tersebut pun membuatnya kagum terhadap profesionalisme para aktor Korea.
1. Culture shock yang dirasakan Rio Dewanto saat kerja sama orang Korea

Banyak yang belum tahu, Rio Dewanto ternyata juga suka nonton drama-drama Korea, lho. Dari ketertarikannya itu, ia pun penasaran seperti apa rasanya ketika bekerja dengan tim produksi Korea. Saat kesempatan itu terwujud lewat film Keadilan (The Verdict), Rio justru mengaku mengalami culture shock. Menurutnya, salah satu perbedaan yang paling mencolok adalah ketertiban dan kedisiplinan mereka dalam hal menggunakan storyboard.
“Mungkin ini sudah jadi standarisasi mereka untuk menggunakan storyboard dan memang tertib banget ngikutin storyboard-nya,” kata Rio Dewanto, mengenang momen syutingnya.
Rio menjelaskan, berbeda dengan kebanyakan produksi di Indonesia, biasanya mereka mengambil master shot, kemudian memecah adegan lagi, dan tidak semua shot yang diambil pasti digunakan di film. Namun, di tim Korea, setiap adegan sudah dirancang sedetail mungkin sejak awal sehingga proses editing nantinya menjadi lebih presisi.
“Nah, kalau dia tuh bener-bener udah di editor semuanya. Jadi oke nanti editing-nya akan seperti ini, ya udah kita ngikutin dari storyboard-nya aja yang jadi patokan kita itu.”
Karena belum terbiasa dengan sistem produksi yang seperti itu, mau gak mau, Rio pun harus beradaptasi di awal-awal syuting.
2. Kesulitan jaga emosi, Rio Dewanto kagum sama aktor Korea

Rio menjelaskan, salah satu tantangan terbesar yang ia hadapi saat syuting dengan sistem produksi tersebut adalah menjaga eskalasi emosi.
“Kadang-kadang kita akting baru seperempat adegan udah di-cut, karena udah harus ganti shot. Nah, itu untuk bisa menyalakan emosi yang tadi tiba-tiba di-cut itu kan butuh dipancing lagi dan butuh fokus yang tinggi,” kata Rio Dewanto semakin serius.
Rio menceritakan, agar emosinya tetap terjaga, ia sampai harus menyendiri dulu. Meski agak tricky dan memerlukan effort lebih, Rio mengaku sangat menyadari bahwa cara kerja ini justru membuat syuting menjadi lebih cepat, efisien, dan terstruktur. Pengalaman ini pun membuat Rio semakin kagum dengan tingkat profesionalisme para aktor Korea.
“Jadi itu sih kayak, ‘Wah, ternyata hebat juga ya aktor Korea nih. Mereka dengan cara kerja kayak gini luar biasa sih menurut saya,” ujarnya sambil tersenyum.
3. Cerita soal persiapan hingga workshop yang yang berkesan

Rio Dewanto menceritakan, film Keadilan (The Verdict) memiliki adegan aksi sekitar 15-20 persen. Meski begitu, ia tetap menjalani workshop fighting sebanyak 3 sesi bersama beberapa pemain yang lain.
“Ada workshop untuk koreografinya, tapi saya juga gak tahu, harusnya kan ada pengenalan senjata, tapi gak ada sesi itu. Karena menurut sutradaranya, kayaknya kamu dari film sebelumnya udah pernah mendapatkan pengenalan senjata dan lain-lain. Jadi udah cukup mengenal lah dengan senjata,” ungkap Rio.
Namun, setelah melalui latihan dan workshop, Rio menjelaskan, ketika masuk ke set syuting, beberapa koreografi harus dikurangi karena kondisi real set memang tidak selalu sesuai dengan ekspektasi saat latihan.
Sementara itu, salah satu workshop yang paling berkesan bagi Rio adalah simulasi adegan persidangan. Karena film Keadilan (The Verdict) banyak mengambil latar di ruang-ruang persidangan, tim produksi membuat latihan untuk membangun blocking dan dinamika adegan sebelum masuk ke set sebenarnya.
“Kayak Mbak Dian sebagai hakim, terus Reza di bangku pengacara, ada Dimas Aditya jadi jaksa. Terus saya sebagai orang yang mencoba untuk mengkudeta si ruang persidangan ini. Jadi secara blocking-nya pun udah kebangun ketika workshop. Jadi ketika masuk ke real set kita gak mencari-cari lagi. Jadi sebenernya yang paling berkesan buat saya kayak secara produksi keseluruhannya,” pungkas Rio.
Siapa yang sudah gak sabar untuk menyaksikan penampilan Rio Dewanto mengkudeta persidangan untuk menuntut keadilan setelah istrinya menjadi korban kekerasan brutal oleh anak seorang konglomerat di film Keadilan (The Verdict)? Jangan lewatkan, film ini tayang di bioskop, mulai 20 November 2025.


















