6 Sinematografer yang Layak Dapat Nominasi Oscar 2025

Memasuki musim penghargaan, rasanya ini jadi momen tepat untuk mengapresiasi orang-orang yang bekerja di balik layar sebuah film, seperti sinematografer. Saking lekatnya perannya dengan sutradara, tak sedikit yang jadi kolaborator setia, seperti Christopher Nolan dan Hoyte Van Hoytema.
Khusus tahun ini, lupakan dulu duo ikonik itu dan sorot nama lain yang karyanya mencuri perhatian. Tanpa bermaksud menihilkan peran kru lain yang berkontribusi dalam berbagai elemen sinema, berikut enam sinematografer yang layak dapat nominasi Oscar 2025.
1. Lol Crawley (The Brutalist)

Disebut sebagai salah satu film terbaik 2024, The Brutalist adalah eksekusi dari naskah garapan Brady Corbet dan Mona Fastvold. Diadaptasi dari memoar seorang arsitek Yahudi-Hungaria, sinematografi pun jadi bagian krusial dalam film ini.
Sesuai judulnya yang merujuk pada gaya artistek Brutalis (aliran arsitektur yang berkembang setelah Perang Dunia II), Lol Crawley, sang sinematografer, memilih mengambil gambar dengan pencahayaan minim alias low light. Ini membuat kesan kusam dan suramnya terpampang nyata, pas dengan tema film itu sendiri.
2. Benjamin Kracun (The Substance)

Selain Coralie Fargeat, selaku sutradara dan penulis naskah, peran Benjamin Kracun dalam The Substance juga tak bisa diremehkan. Pendekatan sinematografi The Substance bisa dibilang unik dan segar.
Kracun memadukan ketidakteraturan dengan simetri, menggunakan berbagai teknik pengambilan gambar, seperti close-up, tracking shot, first-person shot, hingga zooming. Semua itu menciptakan film yang dinamis dan memanjakan mata.
3. Drew Daniels (Anora)

Sesuai dengan aliran realisme yang dianut Baker saat membuat film, Drew Daniels pun menggunakan pendekatan naturalisme saat menggarap sinematografi Anora. Ia terlihat lebih banyak memanfaatkan pencahayaan alami, ketimbang lampu-lampu studio. Bahkan untuk shot dari ketinggian, departemen kamera memilih melakukan pengambilan gambar langsung dari helikopter ketimbang memakai drone yang lebih praktis.
4. Stephane Fontaine (Conclave)

Simetri dan harmoni jadi titik berat Stéphane Fontaine saat menggarap sinematografi Conclave. Menariknya, ini dilakukannya bukan tanpa tantangan. Fontaine harus mencari akal agar film itu tetap memikat meski lebih banyak berlatarkan ruang-ruang sempit dan tertutup. Sama dengan Crawley (The Brutalist), Fontaine lebih banyak mengambil gambar dalam kondisi low light alias minim cahaya.
5. Ranabir Das (All We Imagine As Light)

Tidak seperti film India umumnya yang vibrant dan terang, Ranabir Das menggunakan pendekatan naturalisme untuk All We Imagine As Light. Ia juga berhasil membuat komposisi yang ideal untuk tiap frame film. Hebatnya lagi, Das terlihat menyertakan teknik pengambilan gambar ala found footage yang membuat filmnya makin realistis serta imersif.
6. Jomo Fray (Nickel Boys)

Sinematografer lain yang gak layak dapat nominasi Oscar 2025 lainnya adalah Jomo Fray untuk Nickel Boys. Ia banyak menggunakan first-person shot untuk film ini. Itu sesuai dengan gaya bercerita novel yang jadi rujukan utama film tersebut, yakni mempermainkan penonton lewat dinamika perspektif. Ia juga terlihat menerapkan teknik headshot dan close-up shot yang menciptakan kesan puitis dan dramatis.
Inovasi dan kejelian mengeksekusi ide sutradara adalah hal yang wajib diapresiasi dari profesi sinematografi. Boleh, deh, jadikan mereka referensi saat butuh inspirasi, terutama buat yang punya ketertarikan khusus di bidang fotografi dan videografi.