Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Isu Perempuan yang Dibahas di Drakor A Virtuous Business

Cuplikan A Virtuous Business (instagram.com/jtbcdrama)
Cuplikan A Virtuous Business (instagram.com/jtbcdrama)

Berlatar di tahun 1992, drakor A Virtuous Business menceritakan bagaimana peran perempuan selalu dianggap sebelah mata. Di zaman itu, belum ada kesetaraan gender. Seringkali perempuan hanya dianggap sebagai ibu rumah tangga yang kerjanya sekedar sumur, dapur, kasur. Perempuan juga rentan terhadap kekerasan baik fisik maupun mental.

Namun, beberapa isu tersebut masih relate loh dengan zaman sekarang. Hal ini bikin A Virtuous Business semakin seru dan patut untuk ditonton! Drakor ini sangat berani dan lugas membahas beberapa isu perempuan seperti di bawah ini. Yuk, kita simak!

1. Perempuan bekerja

Cuplikan A Virtuous Business (instagram.com/jtbcdrama)
Cuplikan A Virtuous Business (instagram.com/jtbcdrama)

Zaman dulu, perempuan sangat dianggap sebelah mata. Jarang sekali ada laki-laki atau suami yang mengizinkan istrinya bekerja. Dulu, tugas perempuan hanya sebagai istri dan mengurus rumah saja. Hampir jarang ada perempuan yang bekerja.

Hal ini juga disuarakan oleh O Geum Hui, ia bertekad ingin menjadi perempuan yang berdikari, modern dan punya kebeban individual (dalam hal positif). Hal itu terlihat dari kesehariannya yang memilih untuk berkarir daripada diam saja di rumah menunggu suami pulang.

2. Perempuan seringkali jadi simpanan dan diselingkuhi

Cuplikan A Virtuous Business (instagram.com/jtbcdrama)
Cuplikan A Virtuous Business (instagram.com/jtbcdrama)

Menyambung di poin pertama, perempuan tidak punya kedudukan spesial di suatu sistem sosial. Di saat laki-laki berpergian untuk bekerja, disitu juga laki-laki rentan mencari simpanan. Bahkan mereka berselingkuh secara terang-terangan di depan istri sahnya.

Hal ini dikuatkan juga dengan pernyataan Kwon Seung Su. Menurutnya, di zaman itu sangat wajar jika laki-laki pernah berselingkuh dan itu bukan kesalahan besar yang harus diperdebatkan. Waduh, red flag banget, ya!

3. Janda yang selalu dianggap sebelah mata

Cuplikan A Virtuous Business (instagram.com/jtbcdrama)
Cuplikan A Virtuous Business (instagram.com/jtbcdrama)

Janda seringkali dianggap sebelah mata karena tidak memiliki perlindungan dan tidak mampu menafkahi dirinya sendiri bahkan keluarga. Gak jarang, para janda ini dikucilkan di lingkungan sosial.

Namun, Han Jeong Suk dan Lee Ju Ri berusaha mendobrak batasan tersebut. Dibanding hidup dengan suami toxic, mereka lebih memilih berjuang melanjutkan kehidupan dan mencari nafkah seorang diri.

Mereka berhasil membuktikan bahwa janda juga bisa sukses dan bahagia, lho. Lee Ju Ri sukses dengan bisnis salonnya dan Han Jeong Suk berhasil mendapat upah bulanan tetap dari Manajer Cabang Lingerie Fantasy.

4. Menstruasi adalah aib dan laki-laki dilarang membelikan pembalut

Cuplikan A Virtuous Business (instagram.com/jtbcdrama)
Cuplikan A Virtuous Business (instagram.com/jtbcdrama)

Menstruasi adalah siklus rutin bagi perempuan. Tentu ini bukanlah aib yang harus ditutupi. Karena ini normal dan bagian dari tubuh perempuan, lho.

Namun, pada zaman itu, menstruasi dianggap aib. Bahkan saat seorang ayah ingin membelikan pembalut untuk istri dan anaknya pun sangat dilarang. Hal itu dianggap memalukan. Padahal, pembalut bukan hal tabu dan sudah jadi kebutuhan primer kok.

5. Value perempuan hanya dilihat dari kecantikannya

Cuplikan A Virtuous Business (instagram.com/jtbcdrama)
Cuplikan A Virtuous Business (instagram.com/jtbcdrama)

Fakta bahwa Han Jeong Suk adalah pemenang Miss Cabai (sebuah ajang kecantikan) memang gak bisa dihindari. Namun, fakta ini seringkali jadi tolak ukur dari value perempuan.

Masyarakat selalu mengagung-agungkan Han Jeong Suk yang cantik jelita. Tapi di sisi lain, prestasi Han Jeong Suk sebagai Manajer Cabang tidak ada yang peduli. Kerja kerasnya dianggap sebelah mata dan tidak membuat orang-orang tertarik.

Kelima isu tersebut kadang masih terdengar di zaman sekarang. Hadirnya drakor A Virtuous Business tentu bisa menjadi angin segar dan membantu menyuarakan peran perempuan di kehidupan sosial. Bahwa perempuan juga berhak mendapatkan kesetaraan, berdikari dan dinilai dengan nilai positif yang kita punya. Semangat para perempuan!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Juliettt Aff
EditorJuliettt Aff
Follow Us