7 Isu Sosial dalam Drakor Typhoon Family, Ada Patriarki

Drakor Typhoon Family berlatar tahun 1997-1998. Kisahnya seputar Kang Tae Poong (Lee Junho) si anak gaul dan sarjana hortikultura yang berubah jadi bertanggung jawab saat krisis ekonomi membuat hidupnya jungkir balik. Ia juga ingin menyelamatkan perusahaan ayahnya dari kebangkrutan.
Selain mengikuti kisah Kang Tae Poong, drakor ini juga menyoroti berbabai isu sosial yang jamak terjadi saat krisis moneter terjadi tahun 1997. Meski begitu, isu-isu sosial ini nyatanya juga masih relevan dengan situasi modern di era sekarang. Yuk, simak tujuh isu sosial yang dibahas dalam drakor Typhoon Family berikut ini.
1. Praktik patriarki dan misogini

Meski Typhoon Family bukan mengangkat tema woman centered, drakor ini cukup kental menyoroti budaya patriarki dan misogini. Khususnya, di tempat kerja. Hal ini tampak dari kisah Oh Mi Seon di episode 8 di mana ia diremehkan dan dihina oleh Go Ma Jin (Lee Chang Hoon).
Go Ma Jin yang saat itu masih berpikiran patriarki dan misogini menganggap perempuan tidak layak bekerja di divisi penjualan. Ia juga mengeyampingkan peran serta kontribusi Oh Mi Seon untuk perusahaan Typhoon Trading. Menurutnya, Oh Mi Seon lebih cocok melakukan tugas kecil di kantor, seperti membuat kopi dan bersih-bersih.
2. Kemiskinan dan pengangguran

Karena krisis ekonomi tahun 1997, banyak orang jatuh dalam kemiskinan. Tingkat pengangguran meningkat. Banyak perusahaan jatuh bangkrut. Orang-orang yang sebelumnya kaya dan berpenghasilan besar merasakan kejatuhan akibat krismon yang terjadi. Mereka kehilangan rumah dan harta, dikejar kreditur, hingga diabaikan oleh saudara ataupun kolega.
Permasalahan soal kemiskinan ini juga menjadi konflik dalam kehidupan keluarga Oh Mi Seon. Ia dikisahkan sudah miskin sebelum krisis ekonomi global terjadi. Sebagai putri sulung, ia mengambil tanggung jawab sebagai pencari nafkah setelah orangtuanya tiada. Bahkan ia harus mengorbankan pendidikan dan cita-citanya.
3. Stigma terhadap perempuan

Selain perlakuan misogini, drakor Typhoon Family juga menyinggung soal stigma yang kerap dilekatkan pada perempuan. Misalnya, Oh Mi Ho (Kwon Han Sol) dianggap tak baik hanya karena suka memakai baju terbuka dan modern. Selain itu, Kim Eul Nyeo (Park Sung Yeon) dicap buruk dan dijadikan bahan omongan sebab ia jadi janda cerai mati dengan satu anak di usia muda.
4. Etika dan moralitas bisnis

Typhoon Family juga menyoroti perihal etika dan moralitas bisnis dari lika-liku kisah Kang Tae Poong sebagai CEO Typhoon Trading. Caranya menjalankan bisnis berbanding terbalik dengan perusahaan Pyo Merchant Marine milik Pyo Bak Ho (Kim Sang Ho) dan Pyo Hyun Jun (Mu Jin Sung).
Meski kurang pengalaman, Kang Tae Poong perlahan tumbuh sebagai bos yang baik. Ia jujur, bisa dipercaya, dan menghargai pegawai. Berbeda dengan duo ayah dan anak Pyo yang menjalankan bisnis dengan tidak jujur. Mereka menghancurkan dan merebut perusahaan-perusahaan kecil.
5. Dampak parenting pada anak

Selain soal bisnis, drakor ini juga mengkaji tentang hubungan orangtua dan anak. Kang Tae Poong diceritakan dibesarkan dengan gentle parenting. Ia dibebaskan mencoba berbagai ekstrakulikuler, tapi tetap harus disiplin dan bertanggung jawab.
Parenting dari kedua orangtuanya ini membuat Kang Tae Poong dekat secara emosional dengan mereka. Sisi humanisnya juga kuat karena ayah ibunya. Hal ini berbeda dengan Pyo Hyun Jun yang dimanjakan oleh sang ayah. Namun, di sisi lain, ayahnya juga membandingkan Pyo Hyun Jun dengan Kang Tae Poong.
6. Aliran sesat

Drakor ini sekilas membahas mengenai aliran sesat di episode 11. Koo Myeong Gwan (Kim Song Il) adalah mantan direktur Typhoon Trading yang sempat menjadi pengikut sekte yang sebetulnya penipuan. Mirisnya, ia sebetulnya orang yang logis dan keras dalam bekerja.
Alasannya pernah terjerat sekte sebab rasa putus asanya. Saat krisis ekonomi melanda, ia kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Di periode kelam ini, ia kehilangan harapan untuk bangkit. Melalui sekte ini, ia merasa dirinya diterima dan memiliki sesuatu yang bisa dipercaya serta diharapkan untuk bertahan hidup.
7. Ageisme

Kisah Koo Myeong Gwan juga merepresentasikan soal ageisme sekaligus overqualified. Di perusahaan Typhoon Trading, ia menjabat sebagai direktur pelaksana dan merupakan pegawai senior dengan banyak pengalaman setelah bekerja selama puluhan tahun.
Sayangnya, usia yang tak muda lagi ditambah dampak krisis ekonomi membuatnya sulit mendapatkan pekerjaan baru setelah resign. Ia berusaha bekerja kasar, tapi tetap kesulitan dan bahkan tak mendapat kesempatan karena kalah dengan orang-orang yang lebih muda dan punya fisik kuat.
Typhoon Family bukan hanya membahas kisah Kang Tae Poong, tapi juga cerita orang-orang biasa yang berupaya bangkit saat terjadi krisis ekonomi tahun 1997. Dari kisah mereka, ada berbagai isu sosial yang disinggung. Mulai dari patriarki dan misogini, etika dan moralitas bisnis, kemiskinan, hingga ageisme.


















