5 Kritik Sosial dari Drakor Trigger, Sebab Maraknya Kriminal!

- Penyebaran senjata meruntuhkan rasa aman
- Ketimpangan sosial yang menjadi celah kekerasan
- Kepanikan publik karena spekulasi media
Drama Trigger turut menguji kesadaran kita akan realitas sosial yang sering diabaikan. Lewat kisah distribusi senjata ilegal di Korea Selatan, penonton diajak melihat betapa cepatnya masyarakat berubah ketika rasa aman mereka terguncang.
Cerita ini menampilkan berbagai lapisan konflik, dari kepanikan publik hingga beban moral karakter utama. Menariknya, drama ini tidak hanya menyalahkan pelaku kejahatan, tetapi juga menyinggung sistem dan budaya yang ikut memupuk kekacauan. Berikut beberapa kritik sosial dari drama ini. Patut untuk mengantisipasinya dan menjadikannya sebagai bahan pelajaran.
1. Penyebaran senjata meruntuhkan rasa aman

Di dunia nyata, Korea Selatan dikenal sebagai negara dengan aturan senjata paling ketat. Ini beberapa kali diutarakan dalam narasi atau potret poster dari beberapa tempat umum.
Drama ini kemudian memutarbalikan kondisi dengan skenario ancaman senjata yang tiba-tiba mudah didapat. Seketika, ketertiban sosial berubah menjadi kekacauan yang menakutkan.
Adegan demi adegan memperlihatkan rapuhnya keamanan ketika senjata jatuh ke tangan siapa saja. Masyarakat mulai merasa tidak aman, bahkan di tempat yang sebelumnya dianggap paling damai.
2. Ketimpangan sosial yang menjadi celah kekerasan

Trigger menyoroti kekerasan yang sering kali muncul dari luka sosial. Karakter Moon Baek (Kim Young Kwang) misalnya. Ia memilih target dari kalangan yang sudah terpinggirkan, karena ia pernah di situasi ini.
Ini menggambarkan bagaimana ketidakadilan ekonomi dan sosial bisa jadi bahan bakar bagi kejahatan. Mereka yang merasa tidak punya apa-apa, lebih rentan dihasut untuk menggunakan kekerasan.
Drama ini mengingatkan bahwa ketimpangan bukan sekadar data, tapi realitas yang bisa memicu tragedi besar. Tanpa perbaikan sistem, senjata hanyalah pemicu dasar, sementara luka sosial adalah bahan peledak yang sesungguhnya.
3. Kepanikan publik karena spekulasi media

Di tengah krisis, Trigger menunjukkan betapa cepatnya kepanikan menyebar ketika media dan pemerintah gagal mengendalikannya. Berita-berita tentang senjata ilegal membuat masyarakat panik.
Gak sedikit pula pihak yang menggoreng situasi untuk mendorong kepentingan mereka sendiri, termasuk debat legalisasi senjata. Drama ini mengkritik ketika media bisa menjadi penuntun kebenaran atau justru sebaliknya.
Konferensi pers, berita mendadak, dan perdebatan publik menjadi refleksi atas realita yang sering kita lihat. Kepanikan publik bukan semata-mata masalah psikologis, tapi masalah tata kelola informasi.
4. Dilema moral yang menghantui aparat hukum

Lewat karakter Lee Do (Kim Nam Gil), drama ini mengangkat beberapa pertanyaan yang sulit. Seperti halnya, sampai di mana sebenarnya batas kekerasan yang bisa dibenarkan?
Sebagai penegak hukum, ia percaya pada aturan dan menolak menggunakan senjata secara sembarangan. Namun, situasi yang makin berbahaya memaksanya mengangkat pistol lagi.
Di sini, Trigger menunjukkan dilema moral yang sering dialami petugas di lapangan. Terlebih setelah berhasil menyelamatkan banyak nyawa, Lee Do diberhenti tugaskan selama tiga bulan.
5. Ketidaksigapan pemerintah menghadapi krisis

Drama ini kemudian mengungkap bagaimana kekacauan semakin parah ketika negara tidak sigap mengambil keputusan. Dalam ceritanya, aparat, pejabat, dan media kerap saling lempar tanggung jawab sementara senjata ilegal terus beredar.
Situasi itu membuat masyarakat kehilangan rasa percaya pada sistem yang seharusnya melindungi mereka. Trigger mengkritik realitas bahwa dalam krisis, masyarakat sering dibiarkan bingung tanpa arahan jelas.
Alih-alih menenangkan, kebijakan yang setengah matang justru menambah kepanikan. Akibatnya, publik hanya diselimuti ketakutan tanpa diberi persiapan atas kemungkinan buruk yang terjadi.
Melalui setiap lapis cerita, Trigger lebih dari sekadar thriller kriminal. Drama ini menjadi penggugat sistem hukum, media, dan bahkan nurani kita. Memaksa penonton merenungkan apa artinya keamanan dan keadilan.