Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Karyawan Bersikap Knowledge Hiding dan Cara Menghindarinya

Ilustrasi karyawan knowledge hiding (pexels.com/Christina Morillo)

Berbagi informasi sangat penting dalam lingkup pekerjaan hingga untuk keberhasilan organisasi. Namun, terdapat sikap yang mengkhawatirkan di dunia kerja, yaitu banyak orang yang cenderung melakukan perilaku menyembunyikan pengetahuan (knowledge hiding) di tempat kerja, seperti sengaja menahan informasi dari rekan kerja.

Perilaku 'pelit ilmu' ini tidak hanya menghambat kolaborasi tetapi juga dapat mematikan inovasi dan produktivitas. Ketika karyawan bersikap seperti ini, nyatanya dapat mengurangi efisiensi, pemborosan sumber daya, dan peluang yang terlewatkan.

Seiring waktu, ini dapat menciptakan budaya kerja yang toxic, di mana tidak adanya kolaborasi, yang pada akhirnya meningkatkan tingkat turnover karyawan dan menurunkan moral kerja. Jika kamu penasaran tentang sikap knowledge hiding, simak beberapa alasannya di sini!

1. Ketidakpercayaan

Ilustrasi trust issue (pexels.com/Christina Morillo)

Giang Hoang Ph.D., seorang pengajar psikologi kewirausahaan dan manajemen di RMIT University Vietnam menjelaskan alasan mengenai alasan karyawan memiliki sikap knowledge hiding, melalui laman Psychology Today. Menurutnya, salah satu penyebab utama perilaku menyembunyikan pengetahuan adalah ketidakpercayaan antar individu.

Adapun sebagai contoh, jika seorang anggota tim sebelumnya pernah mengalami idenya dicuri atau disalahgunakan, ia mungkin akan enggan berbagi pengetahuan dalam diskusi atau pekerjaan berikutnya.

"Ketika karyawan merasa bahwa rekan kerja mereka tidak memiliki niat baik terhadap mereka, mereka cenderung enggan berbagi wawasan berharga," ujarnya. 

2. Kurangnya komitmen terhadap organisasi

Ilustrasi kurangnya komitmen karyawan (pexels.com/cottonbro studio)

Selanjutnya, alasan mengapa karyawan bersikap knowledge hiding yaitu karena mereka tidak memiliki komitmen terhadap organisasinya cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada tujuan kolektif. Ini bisa terjadi karena beberapa faktor. 

Seperti kurangnya komunikasi antara leader dengan karyawan, kurangnya penghargaan dari kantor kepada karyawannya, lingkungan kerja yang tidak mendukung, ketidaksesuaian dengan nilai atau budaya perusahaan, dan masih banyak lagi. 

Adapun contohnya, seorang karyawan di divisi sales yang merasa tidak dihargai mungkin akan menyembunyikan prospek atau strategi yang dapat membantu tim berhasil. Ini dikarenakan, ia menganggap kesuksesannya sendiri lebih penting daripada kinerja tim.

3. Karakteristik karyawan

Ilustrasi karyawan yang tertutup (pexels.com/cottonbro studio)

Beberapa sifat individu juga dapat mendorong perilaku knowledge hiding. Misalnya, karyawan yang memiliki sifat tertutup. Sebaliknya, karyawan yang sifatnya terbuka, akan cenderung mudah dalam berbagai informasi. 

Selain itu, karakteristik karyawan individualis. Karyawan dengan sifat ini merasa bahwa pengetahuan mereka terlalu berharga untuk dibagikan, sehingga menahan informasi. Sebagai contoh, seorang karyawan senior yang menolak membimbing junior karena merasa berbagi keahliannya akan mengurangi statusnya di tempat kerja.

Lalu, menurut Hoang yang dikutip dari Psychology Today, ada juga karakteristik karyawan yang tidak percaya diri. "Karyawan dengan rasa percaya diri yang rendah mungkin takut berbagi pengetahuan karena khawatir hal itu akan mengungkapkan keterbatasan mereka, sehingga mereka memilih menyembunyikan apa yang mereka ketahui," katanya. 

4. Budaya organisasi yang kompetitif

Ilustrasi budaya kompetitif (pexels.com/cottonbro studio)

Budaya organisasi yang lebih mengutamakan persaingan daripada kolaborasi dapat memperburuk perilaku menyembunyikan pengetahuan. Ketika karyawan memandang tempat kerja mereka sebagai medan pertempuran, dimana kesuksesan individu lebih penting.

Mereka cenderung menahan pengetahuan untuk mempertahankan keunggulan kompetitif. Contohnya, di sebuah startup teknologi dimana developer saling bersaing untuk mendapatkan bonus, berbagi solusi dapat dianggap sebagai kerugian, yang pada akhirnya menciptakan budaya kerahasiaan daripada kerja sama tim.

Sekelompok peneliti yang terdiri dari pengajar dan psikolog dari Australia dan Tiongkok, menerbitkan hasil risetnya melalui laman Harvard Business Review. Mereka mengungkapkan bahwa orang cenderung menyembunyikan pengetahuannya ketika mereka memiliki pemikiran "saya tidak ingin dikritik” atau “saya bisa kehilangan pekerjaan saya”.

"Jika karyawan dipaksa untuk membagikan apa yang mereka ketahui, hal itu bisa berbalik arah. Jika mereka takut kehilangan keunggulan kompetitif, mereka bahkan mungkin lebih enggan untuk mengungkapkan informasi," ungkapnya penelitian yang di-publish di laman Harvard Business Review.

5. Cara menghindari perilaku knowledge hiding

Ilustrasi kolaborasi antar tim (pexels.com/Canva Studio)

Hoang dalam Psychology Today juga menuliskan beberapa cara menghindari atau mengurangi perilaku knowledge hiding. Cara ini perlu diusahakan oleh para jajaran pemimpin, misalnya mulai dari bos, CEO, kepala divisi atau manajer, untuk menciptakan budaya kolaboratif. Berikut beberapa cara menghindari sikap knowledge hiding:

  • Membangun kepercayaan
    Pemimpin harus aktif membangun kepercayaan dalam tim. Hal ini dapat dicapai melalui komunikasi yang transparan, menunjukkan konsistensi, dan kepedulian tulus terhadap kesejahteraan karyawan. 

  • Mendorong kepemimpinan etis
    Kepemimpinan etis dalam organisasi dapat membantu mengurangi perilaku knowledge hiding. Misalnya, memberikan penghargaan, dan menciptakan budaya dimana berbagi pengetahuan dianggap penting dan dihargai.

  • Meningkatkan komitmen organisasi
    Komitmen organisasi dapat ditingkatkan dengan menyelaraskan tujuan individu dengan tujuan organisasi. Memberikan kesempatan untuk pengembangan profesional, mengapresiasi kontribusi karyawan, dan menciptakan rasa memiliki dapat memotivasi karyawan untuk berbagi pengetahuan daripada menyembunyikannya.

  • Memahami karakteristik karyawan
    Memahami karakteristik individu karyawan dapat membantu pemimpin menyesuaikan pendekatan untuk mendorong berbagi pengetahuan. Pemimpin perlu mengidentifikasi karyawan yang mungkin merasa superior atau kurang percaya diri, lalu memberikan dukungan dan pelatihan untuk meningkatkan keyakinan diri mereka. 

  • Menciptakan budaya kolaborasi
    Mengembangkan budaya yang mengutamakan kolaborasi daripada kompetisi sangat penting. Pemimpin harus menetapkan praktik manajemen pengetahuan yang jelas, seperti menyediakan platform untuk kolaborasi dan memberikan insentif bagi karyawan yang berkontribusi pada budaya keterbukaan. 

Itulah penjelasan mengenai alasan mengapa karyawan seringkali memiliki sifat knowledge hiding, atau tidak mau berbagai ilmu di kantor. Kuncinya dengan komunikasi dan kepercayaan dapat membuat lingkungan lebih transparan, sehingga dapat mencapai tujuan organisasi. Yuk, terapkan lingkungan kerja yang terbuka dan kolaboratif!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aliya
EditorAliya
Follow Us