Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Cara Kalahkan Dorongan Bersaing Secara Tidak Sehat

ilustrasi dua pria (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Bersaing secara tidak sehat dapat terjadi dalam berbagai situasi. Misalnya, di pekerjaan untuk merebut perhatian atasan dan jabatan. Atau, ketika kamu mengikuti pertandingan olahraga. Bahkan persaingan tak sehat bisa mewarnai percintaan. Saat dua orang atau lebih mencintai orang yang sama, beragam cara dilakukan agar terpilih menjadi pasangannya.

Cara culas yang ditempuh beragam. Dari memalsukan data, memfitnah, melakukan penyerangan fisik, hingga menggunakan ilmu hitam untuk mencelakakan lawan. Apa pun bentuk kecurangannya, semuanya buruk sehingga harus dihindari. Sekalipun kamu amat menginginkan sesuatu, pastikan hanya melakukan cara-cara yang baik.

Bila dirimu mesti bersaing dengan orang lain, lakukan secara sportif. Abaikan seandainya ada orang-orang di sekitar yang mencoba memengaruhimu. Yakini bahwa tanpa melakukan berbagai trik jahat pun dirimu mampu meraihnya. Jadilah lawan yang jujur dengan enam tips berikut. 

1. Hargai diri sendiri

ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Kampus Production)

Kamu mungkin berpikir persaingan yang tidak sehat merupakan tanda kurangnya rasa hormat terhadap lawan. Itu benar di satu sisi. Namun, di sisi lain sesungguhnya kamu paling gak menghargai diri sendiri. Kamu bersikap seakan-akan mustahil meraih sesuatu tanpa perbuatan curang.

Itu sama artinya dengan kamu meremehkan kemampuan diri. Percuma dirimu sudah belajar dan berlatih kalau akhirnya cuma melakukan persaingan yang gak sehat. Bukan sikap merendahkan dari orang lain yang sangat menghancurkan harga dirimu. Akan tetapi, caramu dalam memandang diri sendiri.

Hargai diri sendiri dengan menghindari macam-macam siasat curang. Pahami letak kemampuanmu dan optimalkan. Jangan pula mengorbankan reputasimu selama ini yang dibangun dengan susah payah. Beri kesempatan diri sendiri untuk berjuang habis-habisan dalam suatu kompetisi. Memberikan kepercayaan penuh terhadap diri ialah bentuk dari rasa banggamu.

2. Pikirkan konsekuensi jika ketahuan

ilustrasi bertanding (pexels.com/cottonbro studio)

Sepandai-pandainya kamu berusaha menyimpan bangkai, bau busuknya bakal tercium juga. Begitu pula dengan cara-cara curang yang dilakukan dan coba ditutupi serapat mungkin. Dirimu gak akan selamanya aman. Bakal ada saatnya orang-orang mengetahui betapa liciknya kamu. 

Ketika itu terjadi, apa yang dapat dilakukan? Hanya menyesal karena pembelaan diri seperti apa pun tak akan mengubah hal salah menjadi benar maupun sebaliknya. Tidak berhenti sampai di situ, orang-orang juga menjatuhkan sanksi terhadapmu. Sanksi sosial dengan mereka menjauh dan memberikan cap buruk yang melekat kuat padamu sudah terasa berat.

Belum lagi sanksi lain seperti kemenanganmu dalam suatu kompetisi dibatalkan atau dirimu diberhentikan dengan tidak hormat dari suatu posisi. Kalau dihitung-hitung, keuntungan dari kamu berhasil dalam sesuatu dengan cara culas masih jauh lebih kecil ketimbang konsekuensinya saat ulahmu terbongkar. Ini yang kerap tak dipikirkan baik-baik di awal.

Dirimu dikuasai hawa nafsu untuk mendapatkan sesuatu. Jika pun ada orang yang coba menasihati tentang akibat buruknya, kamu tidak memedulikan. Lebih efektif apabila diri sendiri yang memikirkannya sebelum bertindak. Ingat bahwa saat kamu menanggung konsekuensi pahit tersebut, orang-orang terdekatmu bisa berpaling. Kamu sendirian menjalani hukuman dan ini membuatmu amat merana.

3. Sudah curang tetap kalah, malunya berlipat-lipat

ilustrasi berjabat tangan (pexels.com/Mikhail Nilov)

Gak ada jaminan kamu bakal berhasil memperoleh sesuatu walau telah melakukan berbagai kecurangan. Dirimu malah bisa tetap gagal di tahap yang seharusnya paling mudah. Meski orang lain tak tahu bahwa kamu sudah berbuat gak sportif, tetap diri sendiri merasa malu sekali. 

Orang lain yang hanya mengandalkan kemampuan diri saja bisa berhasil. Sementara itu, kamu yang coba menambah kekuatan dengan kecurangan malah dengan mudah dikalahkannya. Ini menjadi pukulan telak bagimu. Artinya, kemampuanmu memang terlalu rendah dibandingkan lawan.

Rasa malu kian kuat apabila percobaanmu buat curang diketahui banyak orang. Kamu bakal menjadi lelucon dan kegagalanmu lebih diingat orang daripada kegagalan orang lain yang gak culas. Mereka mungkin akan ramai-ramai berkomentar karma itu nyata. Dirimu sudah membuktikan akibat buruk dari cara bersaing yang tidak jujur.

4. Menang tapi curang sama dengan kegagalan terburuk

ilustrasi bermain catur (pexels.com/Vlada Karpovich)

Bila tindakan curang tetap membuatmu kalah dari orang lain, rasa malu begitu besar. Namun, bagaimana seandanya dirimu berhasil? Apakah secara otomatis kamu menjadi sepenuhnya bangga dan bahagia? Malah tidak karena hatimu gak bisa dihobongi. 

Kamu tahu bahwa kesuksesan itu sesungguhnya bukan untukmu. Dirimu tidak pantas menyandang predikat pemenang. Kamu hanya terlihat berhasil. Namun, sesungguhnya dirimu menjadi peserta kompetisi yang paling gagal dibandingkan orang-orang. Selain hasil pertandingan tetap menunjukkan kamu bukan pemenangnya, dirimu juga kalah dalam banyak hal.

Kamu gagal melawan godaan untuk memakai cara-cara yang tidak semestinya. Dirimu sebenarnya juga kalah sebelum bertanding. Telah muncul perasaan yang amat kuat bahwa kamu tak akan berhasil seandainya bersaing secara sehat sehingga memilih curang. Masih lebih membanggakan seandainya dirimu kalah dengan cara yang sportif.

5. Tingkatkan optimisme dan kepercayaan diri

ilustrasi dua perempuan (pexels.com/RDNE Stock project)

Kamu gak akan terlibat persaingan yang tak sehat apabila memiliki rasa optimis dalam diri. Optimisme ini tidak terlepas dari kepercayan diri. Untukmu yang gampang rendah diri, pilihan yang kerap diambil hanya dua. Mundur dari segala bentuk kompetisi atau tetap mengikutinya, tetapi mengandalkan cara-cara curang.

Maka bangun keyakinan bahwa kamu bakal berhasil. Buang jauh-jauh rasa pesimis atau setidaknya jangan biarkan dirimu dikuasai olehnya. Katakanlah optimismemu mencapai 80 persen. Artinya, masih ada 20 persen rasa gak yakin akan sukses, tetapi juga tidak mendorongmu untuk mundur. 

Kamu tetap maju bertanding dan merasa tak perlu mengandalkan cara curang. Bergaul dengan orang-orang yang optimis serta kepercayaan dirinya sehat pun membantumu untuk memilikinya juga. Kalau ada orang yang memandang rendah kemampuanmu, terpenting kamu lebih percaya pada diri sendiri.

6. Mempelajari kelebihan serta kelemahan lawan

ilustrasi dua perempuan (pexels.com/Edmond Dantès)

Kenali lawan-lawanmu jauh sebelum pertandingan yang sesungguhnya dimulai. Bukan untuk bahan pertimbangan dalam menyusun strategi kecurangan. Namun, justru agar dirimu bisa menang dengan tetap menggunakan cara-cara terhormat. Misalnya, kamu mengenali betul apa saja yang menjadi kelebihannya.

Pilihanmu adalah berusaha lebih keras untuk mengungguli atau minimal menyamai kekuatannya. Tujuannya, biar kamu tidak kalah dengan begitu mudah olehnya. Lalu catat pula kelemahan-kelemahannya. Ini yang akan menjadi titik utama dari seranganmu. Bila dirimu cuma menggempur habis-habisan di titik kelebihannya, pertarungan akan amat sengit.

Ia terlalu sulit dikalahkan di bagian itu. Lebih cepat untukmu menguasai pertandingan dengan mengacaukan konsentrasi lawan. Satu sisi, kamu cukup tangguh menghadapi kekuatannya. Di sisi lain, dirimu piawai mengubah kelemahannya menjadi keuntunganmu. Kamu tak perlu menyogok siapa pun hanya untuk memenangkanmu darinya.

Bersaing secara tidak sehat terkadang dinormalisasi lantaran banyak orang melakukannya. Namun, bukan berarti kamu perlu melakukan hal yang sama. Jaga kehormatanmu dengan cuma berjuang dengan cara-cara yang bersih. Sportivitas bakal membuatmu lebih bangga saat berhasil meraih sesuatu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us