6 Strategi Efektif untuk Mengatasi Karyawan yang Quiet Quitting

Fenomena quiet quitting semakin marak terjadi di lingkungan kerja modern, terutama di tengah tuntutan tinggi dan tekanan profesional. Quiet quitting adalah kondisi ketika seorang karyawan bekerja dengan sekadar memenuhi tugas minimum tanpa menunjukkan antusiasme atau keterlibatan lebih, seringkali menjadi pertanda adanya masalah lebih mendalam dalam tim atau organisasi.
Karyawan yang melakukan quiet quitting mungkin tidak keluar secara fisik dari perusahaan, tetapi secara mental sudah berjarak dan tidak lagi terlibat aktif.
Sebagai manajer atau pemimpin, penting untuk mengenali gejala ini sejak awal dan mengambil tindakan yang tepat. Quiet quitting dapat berdampak buruk bagi produktivitas, moral tim, dan kesejahteraan karyawan.
Dengan strategi yang efektif, perusahaan dapat membantu karyawan untuk kembali bersemangat dalam bekerja, mencegah penurunan kinerja yang lebih besar, dan menjaga suasana kerja yang positif.
Berikut adalah enam strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi karyawan yang melakukan quiet quitting.
1. Ciptakan lingkungan kerja yang terbuka dan transparan

Komunikasi yang terbuka sangat penting untuk mengatasi quiet quitting. Sering kali, karyawan merasa tidak didengarkan atau tidak dihargai, yang memicu mereka untuk secara diam-diam menarik diri dari keterlibatan aktif. Sebagai manajer, penting untuk menciptakan budaya agar setiap orang merasa nyaman menyampaikan pendapat, keluhan, dan ide mereka.
Pemimpin tim bisa memulai dengan pertemuan rutin satu lawan satu untuk mendiskusikan kepuasan kerja, tantangan yang dihadapi, serta harapan karyawan. Dengan mendengarkan masalah mereka, manajer dapat mengidentifikasi potensi penyebab quiet quitting dan meresponsnya dengan tepat.
2. Tingkatkan penghargaan dan pengakuan karyawan

Salah satu alasan utama quiet quitting adalah kurangnya penghargaan atas upaya dan pencapaian karyawan. Ketika seseorang merasa usahanya tidak diperhatikan atau dihargai, mereka cenderung kehilangan motivasi untuk bekerja lebih keras. Oleh karena itu, meningkatkan sistem penghargaan dan pengakuan sangat penting.
Pengakuan tidak harus selalu dalam bentuk materi. Ucapan terima kasih, pengakuan di depan rekan kerja, atau bahkan peluang untuk pengembangan diri bisa menjadi cara efektif untuk membuat karyawan merasa dihargai dan termotivasi kembali.
3. Berikan kesempatan pengembangan karier

Karyawan yang merasa karirnya stagnan seringkali menjadi pelaku quiet quitting. Mereka tidak melihat peluang untuk berkembang atau mencapai tujuan karier mereka di perusahaan. Dengan menyediakan peluang pengembangan, seperti pelatihan, mentoring, atau promosi, karyawan akan melihat masa depan yang lebih cerah dan termotivasi untuk berkontribusi lebih.
Pemimpin perusahaan perlu secara aktif mendiskusikan rencana pengembangan karier dengan karyawan. Dengan demikian, mereka akan merasa didukung dan diperhatikan dalam jangka panjang, yang dapat mencegah munculnya quiet quitting.
4. Tingkatkan work-life balance

Quiet quitting bisa menjadi respons terhadap kelelahan yang berlebihan atau ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Untuk mengatasi hal ini, penting bagi perusahaan untuk mendukung keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi yang sehat.
Fleksibilitas jam kerja, opsi bekerja dari rumah, serta batasan yang jelas antara waktu kerja dan waktu istirahat bisa membantu karyawan merasa lebih berenergi dan termotivasi. Ketika karyawan merasa hidup mereka seimbang, mereka akan lebih bersemangat untuk berkontribusi di tempat kerja.
5. Tingkatkan keterlibatan karyawan dengan tugas yang bermakna

Karyawan yang merasa pekerjaan mereka tidak bermakna atau tidak sesuai dengan minat mereka cenderung menjadi kurang termotivasi. Quiet quitting sering kali terjadi ketika seseorang merasa bahwa tugas mereka monoton atau tidak memberikan tantangan. Oleh karena itu, penting untuk memberikan tugas yang bermakna dan relevan dengan minat dan kemampuan karyawan.
Dengan memberikan proyek yang menantang dan bermakna, karyawan akan merasa lebih terlibat dan termotivasi. Mereka akan merasa bahwa pekerjaan mereka memiliki tujuan yang lebih besar yang dapat memicu semangat baru dalam bekerja.
6. Tunjukkan dukungan yang konsisten

Perasaan kurang didukung oleh atasan juga bisa menjadi penyebab karyawan melakukan quiet quitting. Ketika seorang karyawan merasa tidak mendapatkan bimbingan atau dukungan yang cukup, mereka mungkin memilih untuk diam-diam mengurangi keterlibatan mereka.
Dengan mendukung secara konsisten, baik melalui umpan balik yang konstruktif atau hanya menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan, pimpinan dapat membantu memulihkan motivasi karyawan dan mencegah quiet quitting berkembang lebih jauh.
Quiet quitting bukan hanya sekadar tren, tetapi sinyal adanya masalah yang lebih mendalam dalam lingkungan kerja. Dengan strategi yang tepat, perusahaan dapat mencegah dampak negatif quiet quitting dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.
Mulai dari komunikasi yang terbuka hingga dukungan berkelanjutan, setiap tindakan kecil bisa membuat perbedaan besar dalam menangani karyawan yang menarik diri.