Dukung Konvensi ILO 190, Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja

Indonesia perlu meratifikasi Konvensi ILO 190

Bicara soal kekerasan dan pelecehan, isu ini masih menjadi polemik besar yang belum terselesaikan. Kedua hal ini gak bisa diremehkan mengingat banyaknya pekerja yang rentan mengalaminya, seperti pekerja buruh perempuan atau pekerja dengan disabilitas.

Dalam forum diskusi online bertajuk "Pekerja Bicara Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja" yang berlangsung pada Sabtu (18/6/2022), terungkap banyaknya kasus yang terjadi pada pekerja sehingga Indonesia sebenarnya perlu meratifikasi Konvensi ILO 190.  Untuk tahu ulasan lengkapnya, simak artikel berikut ini.

1. Kekerasan dan pelecehan bukan hanya terjadi di tempat kerja

Dukung Konvensi ILO 190, Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia KerjaWebinar "Pekerja Bicara Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja". Sabtu (18/6/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Pemerintah dan pengusaha harus menjamin tidak adanya kekerasan dan pelecehan di dunia kerja. Tiga tahun sejak Konvensi ILO 190 disahkan, sudah ada 18 negara yang meratifikasinya. Namun, Indonesia tak kunjung meratifikasi konvensi yang merumuskan tindakan apa saja yang bisa menghentikan dua kasus besar ini.

Dalam konvensi ini pula, ditegaskan bahwa kekerasan dan pelecehan terjadi di dunia kerja. Alih-alih menggunakan term "tempat kerja", "dunia kerja" lebih mewakili kondisi pekerja yang mengalami kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi tak hanya di tempat kerja. Tindakan ini bisa hanya berlangsung di rumah, jalan, tempat publik, dan lain-lain.

Belum ada payung hukum yang kuat untuk membebaskan pekerja informal dan nonformal dari ketakutan terhadap kekerasan maupun pelecehan yang terjadi di dunia kerja. 

"Kita sadar betul kekerasan dan pelecahan itu gak bisa dianggap remeh karena berdampak bagi pekerjaan buruh perempuan dan rentan seperti PRT, buruh dengan disabilitas, dan masih banyak kerentanan lain yang diakibatkan oleh kekerasan dan pelecahan yang mereka alami," ujar Vivi Widyawati dari Komunitas Perempuan Mahardika.

2. Data kekerasan selama 11 tahun menunjukkan peningkatan

Dukung Konvensi ILO 190, Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia KerjaWebinar "Pekerja Bicara Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja". Sabtu (18/6/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Data Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja menunjukkan bahwa kekerasan, pelecehan, diskriminasi terjadi dalam banyak bentuk. Baik secara fisik, verbal, maupun psikologis memberi dampak yang berhubungan dengan gender, ras, bentuk tubuh, agama, kelas, usia, dan kekuasaan.  

"Penting untuk meratifikasi konvensi ILO 190 karena sangat berdampak bagi pekerja perempuan. Perempuan yang memperjuangkan hak-hak orang lain dan sendiri. Kami pun pernah mengalami pelecehan secara verbal dan organisasi, tapi kami harus tetap berjuang," ujar Sri Haryati dari Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN).

Nur Khasanah dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menyebutkan bahwa data kekerasan berdasarkan laporan yang masuk dari tahun 2012--2021 semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya payung hukum di Indonesia yang tidak melindungi kondisi ini.

Dalam hal ini, PRT (pekerja rumah tangga) bukan hanya merujuk pada pembantu saja, tetapi siapa saja yang terikat pada perjanjian, memiliki upah, serta berkaitan dengan pekerjaan dan perintah. Nur Khasanah juga menyebutkan perihal RUU PRT yang belum disahkan sejak 18 tahun lalu. Padahal melalui RUU tersebut, tindakan penyalahgunaan agen-agen penyedia PRT bisa diminiminalisir.

"Ini menjadi hal yang positif apabila bisa dilakukan pemerintah untuk segera meratifikasi konvensi ILO 190. Konvensi ini bisa diadopsi untuk mengeluarkan UUD untuk kekerasan dan hukuman dan memastikan penerapannya di perusahaan. Pemerintah memastikan penegakan hukum dan melakukan pengawasan, memberikan perlindungan kepada saksi dan korban. Pemerintah harus melakukan pelatihan, pedoman pelatihan yang responsif gender," jelas Rukati Nanda selaku Ketua Pimpinan Serikat Pekerja Nasional (SPN).

3. Salah satu bentuk diskriminasi dalam dunia kerja adalah perbedaan upah

Dukung Konvensi ILO 190, Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia KerjaWebinar "Pekerja Bicara Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja". Sabtu (18/6/2022). IDN Times/Adyaning Raras
dm-player

Saat pandemik pun, masih terjadi kekerasan di dunia kerja. Hal ini diungkapkan oleh Rukati Nanda, "Kami mengidentifikasi beberapa macam kekerasan seperti diperlakukan tidak adil. Semenjak pandemik, banyak perusahaan yang tutup dan rekolasi. Kalaupun bertahan, mereka melakukan segala cara untuk mencuri-curi seperti pelanggaran jam kerja, masuk lebih cepat, pulang lebih lambat, jam istirahat dan jam masuk dipercepat. Terjadi pengurangan upah, dia diliburkan dan tidak dibayar upah juga, terjadi di era pandemik."

Ia melihat bahwa korban paling banyak terjadi pada perempuan karena perempuan memiliki beban ganda. Ketika pandemik, suami di-PHK, maka perempuan yang menjadi penopang ekonomi keluarga. Hal ini bisa memicu terjadinya kekerasan.

"Di situ, ada kekerasan fisik dan mental karena harus bertanggung jawab. Misalnya, jam diperpanjang tapi gak dibayar, ada kekerasan ekonomi karena gak dibayar lembur. Ada KDRT, si pekerja dijemput suami di depan pabrik. Ketika waktunya pulang, tapi gak pulang, maka terjadi percekcokan dan KDRT," lanjutnya.

Nita Roshita dari SINDIKASI juga memaparkan data survei BPS 2020 yang menyatakan adanya kesenjangan upah antargender sebanyak 21 persen. Artinya, upah yang diterima laki-laki 21 persen lebih tinggi daripada perempuan.

"Banyak yang gak tahu kebijakan soal gaji tentang cuti hamil. Untuk cuti haid, baru dinikmati oleh 41.5 persen dan masih ada yang gak ambil. Ada aturan ayah bisa mendapatkan cuti 2 hari, tapi banyak yang gak mengambil hak tersebut," papar Nita.

Baca Juga: IDN Media Berkomitmen Lindungi Karyawan dari Pelecehan Seksual

4. Kesempatan dan perlakuan dalam dunia kerja antar gender pun berbeda

Dukung Konvensi ILO 190, Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia KerjaWebinar "Pekerja Bicara Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja". Sabtu (18/6/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Nita Roshita mengatakan bahwa SINDIKASI melakukan Survei Kerja Layak yang dilakukan pada pekerja di industri kreatif, media, dan gig worker. Terdapat temuan yang berbeda dengan temuan UN Women dan AJI tahun 2022 yang menggambarkan bahwa perempuan memiliki beban domestik lebih tinggi 69 persen daripada laki-laki.

Artinya, 36 persen perempuan pekerja informal harus mengurangi waktu kerja berbayar daripada laki-laki. Survei yang dipaparkan Nita Roshita justru menunjukkan bahwa laki-laki memiliki durasi kerja lebih tinggi daripada perempuan.

Kondisi ini jelas mengatakan apabila perempuan dan laki-laki kerap dihadapkan dengan kesempatan dan perlakuan yang berbeda dalam dunia kerja, seperti halnya kondisi upah.

5. Mulai banyak dilakukan sosialisasi dan pelatihan sebagai upaya preventif kekerasan

Dukung Konvensi ILO 190, Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia KerjaWebinar "Pekerja Bicara Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja". Sabtu (18/6/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Nur Khasanah menyatakan bahwa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan PRT sifatnya lemah. Begitu pun dengan UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang tidak mengatur standar normatif ketenagakerjaan sehingga terdapat sikap bias, diskriminatif, dan kekerasan yang dianggap wajar.

Komite Perempuan SPN melakukan pergerakan dengan meningkatkan awareness melalui sosialisasi, FGD, dan pelatihan. Dibuatlah modul pelatihan tentang kekerasan berbasis gender dan kekerasan.

"Dengan materi yang bisa kita pakai untuk mensosialisasikan bahwa kekerasan itu ada dan terjadi. Bentuk kekerasan seperti apa itu, mereka tahu. Sehingga kalau ada yang terjadi, mereka sadar dan berani melapor," kata Rukati.

Aliansi serikat pekerja inilah yang membantu masyarakat untuk melakukan pelaporan atau pengaduan. Demikian mengapa pemerintah perlu meratifikasi Konvensi ILO 190 agar payung hukum terkait kekerasan dan pelecehan dalam dunia kerja semakin kuat.

Baca Juga: W20 Indonesia Soroti Diskriminasi Perempuan dan Inklusi Ekonomi 

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya