Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

IWF 2020: Ternyata Ini 5 Sebab Sepele Editor Ogah Publish Artikelmu! 

Youtube.com/IDN Times

Bagi kalian para community writers pasti sudah tidak sabar menunggu kelas diskusi bersama dengan keenam editor community yang diadakan pada hari Jumat (25/09/2020). Sesi acara berlangsung seru, sekaligus mampu menjawab rasa penasaran para penulis IDN Times yang artikelnya masih berada di kolom pending tanpa kejelasan satupun.

Selama ini kita hanya mengetahui bahwa tugas editor ialah memilah dan memilih mana artikel yang layak untuk diterbitkan. Tanpa tahu sedikit pun segala keluh kesah mereka. Dalam kesempatan kali ini, kita akan mengetahui berbagai rasa suka dan duka mereka disertai dengan tips ampuh supaya artikel cepat publish, hingga menjawab pertanyaan dari community writers yang selama ini hinggap di dalam benak mereka. Tanpa perlu basa-basi lagi, simak berikut penuturan sebab editor enggan menerbitkan artikelmu.

1. Kalau awalnya saja sudah salah, dilirik saja tidak, gimana mau terbit?

Pexels/Pixabay

Penulisan judul yang unik dan anti mainstream memang sangatlah penting, akan tetapi apalah daya jika PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) saja masih berantakan. Kesalahan tersebut sering terjadi pada penulisan huruf kapital, baku atau tidak bakunya kata tersebut, beberapa kata yang harus menggunakan huruf kecil menjadi pertimbangan ketat bagi para editor.

Pada bagian judul haruslah ditulis secara spesifik dan jelas, hal ini guna mempermudah editor untuk mengangkat artikelmu agar cepat terangkat dari kolom pending.  

Untuk gambar pada cover, biasanya sering kali mendapat revisi. Sangat disarankan untuk menggunakan foto yang berotasi horizontal. Versi lainnya kamu juga dapat menggabungkan beberapa foto pada bagian cover, tentunya agar terlihat lebih menarik.

Agar tidak terjerat copyright pada bagian foto, pastikan tidak mengambilnya sembarangan apalagi tanpa mencantumkan dengan jelas siapa pemilik foto asli tersebut.

Alangkah baiknya sebagaimana yang tertulis dalam panduan, ambillah dari website penyedia foto gratis seperti Unsplash, Pexels, Pixabay atau juga dapat mengambil dari media sosial lainnya, ya.

2. Dapat revisi, malah melunjak

Pexels/Marcus Aurelius

Sejujurnya melakukan revisi jauh lebih baik daripada tidak ada penjelasan menanti artikel kapan beranjak pergi dari kolom pending. Akan tetapi, kesempatan ini acap kali kurang mendapat apresiasi lebih dari para community writers, nih.

Artikel yang berstatus revisi, berarti menandakan bahwa editor tertarik dengan tulisanmu dan ingin menerbitkannya. Daripada bersikap panik dan merasa tidak terima, lebih baik untuk menelaah kembali catatan penting dari editor guna memperbaiki tulisanmu. Jangan terburu-buru untuk melakukan submit ulang lagi, kalau kamu saja belum mengerjakan revisian secara benar dan runtut berdasarkan pada poin-poin penting dari editor yang wajib untuk direvisi.

Permasalahan lainnya ialah menyangkut pada community writer yang tidak tahu diri, mengapa dikatakan demikian? Editor sudah berbaik hati untuk memperbaiki segala kesalahanmu bahkan hingga artikelmu berhasil diterbitkan. Harapan editor hanyalah satu kamu dapat belajar dari perubahan artikel yang telah diubah. Agar tidak sering mengulangi kesalahan yang sama, justru hal ini ternyata tidak dipelajari dengan baik olehmu.

Padahal, dengan mempermudah kerja editor, maka dengan cepat juga kok artikelmu bakal di-publish.

3. Malas baca artikel yang telah terbit

Pexels/Ivan Samkov

Jika sudah membaca dan memahami betul panduan dan tips yang telah tersedia, selanjutnya penting untuk menyimak secara saksama artikel yang telah terbit. Hal ini dikarenakan, bahwa artikel tersebut sudah melalui proses moderasi yang panjang, terlebih lagi editor sudah menganggapnya bahwa artikel tersebut memang layak untuk diterbitkan.

Dengan begini, buat kamu tidak hanya sekadar mengecek tata penulisan yang baik dan benar saja kok, ternyata juga bisa mencari sekaligus mengembangkan ide dari artikel yang telah di-publish. Begitu banyak bukan, manfaat membaca berbagai artikel dari sesama community writers yang lainnya? Oh iya, kamu juga dapat mengenali bahwasannya gaya penulisan artikel setiap orang itu berbeda-beda, alhasil dapat belajar secara otodidak guna mengasah bakat menulismu.

4. Jarang riset, jadi kurang informasi

Pexels/Vlada Karpovich

Riset dilakukan dengan tujuan untuk mengungkap peristiwa dan menggali informasi yang belum banyak diketahui oleh orang lain. Melakukan riset juga dapat memudahkan dalam proses menulis artikel, untuk itu terlebih dahulu seorang penulis wajib mengulik lebih mendalam berkenaan dengan artikel apa yang akan dibuat. Agar nantinya, kualitas artikelmu menjadi lebih berbobot.

Sekali pun, artikel dalam bentuk kumpulan foto, janganlah malas untuk melakukan riset. Artikel ini adalah artikel yang sering kali ditulis dan mampu mengundang jumlah pembaca yang begitu banyak. Sudah barang tentu haruslah mengandung nilai berita yang bisa dijual, jangan hanya sekadar mendeskripsikan foto tersebut.

Selain riset, patut disimak bagi community writer untuk rajin melakukan improvisasi pada setiap tulisannya. Dengan membaca berbagai jenis buku, tanpa sadar telah menambah kosa kata dan wawasan yang baru. Alhasil, buat artikel semakin fresh dan tak mudah bosan dibaca oleh para pembaca. Selain itu, wajib bagi seorang penulis untuk membaca KBBI maupun PUEBI sesering mungkin, agar tulisanmu semakin berkualitas dan tanpa ragu lagi editor akan menerbitkan artikelmu.

5. Jelas melakukan kesalahan

Pexels/Anna Shvets

Setelah yakin untuk di-submit, pastikan artikel sudah bebas dari typo, guys. Banyaknya typo pada tulisanmu membuat editor menjadi abai untuk melakukan editing pada artikelmu. Dengan begini kemungkinan terbit pun menjadi kecil. Tak jarang lho, dengan senang hati para editor memperbaiki tulisanmu, tetapi jangan melulu diulang ya, ada baiknya untuk melakukan double check untuk menghindari adanya penulisan yang typo.

Tak kalah penting, setelah kalian mengirimkan artikel, editor akan mengecek keabsahan artikelmu agar terbebas dari plagiat dengan menggunakan suatu tools yang akan menjaring tulisanmu bebas plagiat atau tidak. Bagi community writer yang kerap kali tertangkap basah melakukan plagiat, ancamannya ialah editor enggan melirik lagi segala artikelmu alias telah di-blacklist.

Alih-alih ketahuan plagiat, para editor menyarankan untuk menggunakan parafrasa atau membuat kalimat sendiri tanpa keluar sedikit pun dari maksud dan makna sumber artikel. Selain memperhatikan tulisanmu sudah terbebas dari plagiat, kamu juga wajib mencantumkan sumber artikelmu, ya.

Dengan mempelajari segala saran dan pesan yang diberikan oleh para editor, hal ini tentu membuat para community writers berbenah diri, bahwa tulisan-tulisan kita memang masih banyak yang harus diperbaiki. Jadi, daripada bermuram durja menunggu kapan artikel bakalan tayang, lebih baik mempelajari pesan dan saran yang telah dirangkum di atas.

Jika kamu tertinggal saat sesi kelas berlangsung, kamu tetap dapat menontonnya melalui channel YouTube IDN Times, kok. And then, tetap semangat menulis, ya!

IDN Times menggelar Indonesia Writers Festival 2020. Acara yang juga dikenal dengan IWF 2020 ini adalah pertemuan independen yang berkomitmen untuk memberdayakan Indonesia melalui bidang menulis. Acara dengan slogan Empowering Indonesians Through Writing ini dilangsungkan pada 21 hingga 26 September 2020 melalui zoom dan Youtube channel IDN Times.

IWF 2020 sendiri menghadirkan lebih dari 20 pembicara kompeten di berbagai latar belakang seperti Nadin Amizah, Sal Priadi, Agus Noor, Ivan lanin, Tsana, Kalis Mardiasih, dan masih banyak lainnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Shafira Arifah
EditorShafira Arifah
Follow Us